Mohon tunggu...
Ari Rosandi
Ari Rosandi Mohon Tunggu... Guru - Pemungut Semangat

Menulis adalah keterampilan, mengisinya dengan sesuatu yang bermakna adalah keniscayaan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Sampah Akal, Moral, dan Etika Mengalir ke Sungai Citarum

3 Juli 2024   17:34 Diperbarui: 8 Juli 2024   05:35 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
KOMPAS.com/BAGUS PUJI PANUNTUN

Namun, yang terjadi adalah sebaliknya. Pikiran kita penuh dengan egoisme, keinginan instan, dan kurangnya tanggung jawab. Alhasil, tindakan kita pun mencerminkan keburukan tersebut. Sampah di Citarum adalah manifestasi dari keburukan hati dan pikiran kita yang tidak terkendali. 

Alam Selalu Punya Cara Menegur Manusia 

Ketika manusia lupa bahwa mereka adalah bagian dari alam, maka alam akan mengingatkan mereka dengan cara yang paling keras. Ungkapan tersebut menggambarkan sebuah kebenaran yang mendalam tentang hubungan simbiosis antara manusia dan alam.

Ketika manusia melupakan bahwa mereka adalah anak-anak dari alam semesta, mereka mengganggu harmoni alami yang telah ada sejak awal penciptaan. Alam, dengan kebijaksanaan dan kekuatannya yang tak terhingga, akan mengingatkan manusia melalui cara-cara yang kadang keras dan tak terduga.

Ini adalah panggilan bagi kita untuk kembali ke akar kita, untuk menghormati dan merawat bumi yang kita tinggali, karena dalam setiap daun yang berguguran dan setiap badai yang mengamuk, ada pesan dari alam yang mengingatkan kita akan tempat kita dalam tatanan kosmik.

Membersihkan sungai dalam sehari, namun mengotori hati setiap saat adalah kesia-siaan terbesar.

Mengapa Sampah Kembali?

Pertanyaan besar yang perlu kita jawab adalah, mengapa sampah kembali? Apakah kita hanya peduli ketika diributkan? Ataukah kita memang tidak pernah benar-benar peduli?

Mari kita jujur, apakah tindakan kita sudah berdasarkan kesadaran atau hanya formalitas? Jika sungai adalah refleksi dari hati kita, maka tindakan membersihkan sungai harus dimulai dari membersihkan hati kita. Tidak ada gunanya membersihkan sungai jika hati kita masih penuh sampah kebencian, ketidakpedulian, dan ketidakjujuran.

Solusi Berkelanjutan

Mungkin sudah saatnya kita berhenti melihat masalah sampah sebagai masalah teknis semata, dan mulai melihatnya sebagai masalah budaya dan karakter.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun