Namun, yang terjadi adalah sebaliknya. Pikiran kita penuh dengan egoisme, keinginan instan, dan kurangnya tanggung jawab. Alhasil, tindakan kita pun mencerminkan keburukan tersebut. Sampah di Citarum adalah manifestasi dari keburukan hati dan pikiran kita yang tidak terkendali.Â
Alam Selalu Punya Cara Menegur ManusiaÂ
Ketika manusia lupa bahwa mereka adalah bagian dari alam, maka alam akan mengingatkan mereka dengan cara yang paling keras. Ungkapan tersebut menggambarkan sebuah kebenaran yang mendalam tentang hubungan simbiosis antara manusia dan alam.
Ketika manusia melupakan bahwa mereka adalah anak-anak dari alam semesta, mereka mengganggu harmoni alami yang telah ada sejak awal penciptaan. Alam, dengan kebijaksanaan dan kekuatannya yang tak terhingga, akan mengingatkan manusia melalui cara-cara yang kadang keras dan tak terduga.
Ini adalah panggilan bagi kita untuk kembali ke akar kita, untuk menghormati dan merawat bumi yang kita tinggali, karena dalam setiap daun yang berguguran dan setiap badai yang mengamuk, ada pesan dari alam yang mengingatkan kita akan tempat kita dalam tatanan kosmik.
Membersihkan sungai dalam sehari, namun mengotori hati setiap saat adalah kesia-siaan terbesar.
Mengapa Sampah Kembali?
Pertanyaan besar yang perlu kita jawab adalah, mengapa sampah kembali? Apakah kita hanya peduli ketika diributkan? Ataukah kita memang tidak pernah benar-benar peduli?
Mari kita jujur, apakah tindakan kita sudah berdasarkan kesadaran atau hanya formalitas? Jika sungai adalah refleksi dari hati kita, maka tindakan membersihkan sungai harus dimulai dari membersihkan hati kita. Tidak ada gunanya membersihkan sungai jika hati kita masih penuh sampah kebencian, ketidakpedulian, dan ketidakjujuran.
Solusi Berkelanjutan
Mungkin sudah saatnya kita berhenti melihat masalah sampah sebagai masalah teknis semata, dan mulai melihatnya sebagai masalah budaya dan karakter.