Mohon tunggu...
Ari Rosandi
Ari Rosandi Mohon Tunggu... Guru - Pemungut Semangat

Menulis adalah keterampilan, mengisinya dengan sesuatu yang bermakna adalah keniscayaan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Game Lebih Asyik daripada Belajar

9 Januari 2021   15:33 Diperbarui: 9 Januari 2021   15:40 660
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seringkali kita mendengar orang tua mengeluh, anaknya yang keranjingan dengan game, baik itu game online ataupun game dengan menggunakan perangkat konsol. Di sisi lain, anak-anak ini mengalami kesulitan dalam belajar dan mengerjakan tugas apapun dari gurunya. Kita, para orang tua menyalahkan bahwa game adalah biang keladi turunnya semangat belajar anak-anaknya yang berakibat nilai-nilai ujiannya biasa-biasa saja, jelek bahkan sangat jelek.

Lebih parah lagi, tidak sedikit orang tua yang memilih membiarkan anak-anaknya sibuk dengan game seharian. Alasan sederhana menurut para orang tua ini agar tidak mengganggu aktivitas mereka. Apakah itu orang tua yang sedang menonton sinetron, film, membaca koran, buku, asyik bergosip dengan tetangga atau di saat-saat seperti ini yang sedang work from home. 

Mengapa dunia game sangat digandrungi oleh anak-anak ketimbang dunia belajar di rumah maupun di sekolah?

Mari kita coba memahami kenapa game begitu disenangi anak-anak, sementara dunia belajar bagi sebagian besar anak-anak menjadi pilihan paling buncit bahkan bukan menjadi prioritas bagi mereka.

Pertama kali saya membuka salah satu game, benar-benar berbeda dengan dunia nyata kita sehari-hari. Dua hal yang bisa saya ungkapkan untuk menggambarkan dunia gamenya anak-anak, yaitu sarat apreasiasi dan sarat kreativitas.

Jangan salah memahami dengan apa yang saya sampaikan, saya hanya ingin kita semua sebagai orang tua, guru atau orang yang sudah dewasa coba berpikir bagaimana perlakuan kita selama ini terhadap anak-anak kita di dunia nyata.

Pada saat anak-anak kita bergabung dalam satu game baik itu online atau konsol, mereka langsung disambut dengan sangat meriah. Sambutan pembukaan berisi ucapan "Selamat Datang Sang Juara". Kurang lebih seperti itulah sambutan di dalam permainan.

Permainan ini juga diawali dengan panduan yang sangat lengkap serta mengundang rasa penasaran anak-anak untuk segera memasuki petualangan. Panduannya pun seperti dalam dunia nyata, anak-anak diminta untuk bersiap-siap menghadapi tantangan, rintangan dan musuh-musuh mana saja yang mengancam keberlangsungan permainan. Anak-anak kita juga dibekali dengan persenjataan futuristik dan ampuh lengkap beserta amunisinya. Mereka diberikan pilihan-pilihan terhadap senjata-senjata tersebut agar musuh dan rintangan yang dihadapi dapat dijinakkan dan dikalahkan. 

Nah, kemudian apabila anak-anak berhasil mengalahkan lawan-lawan dan rintangan dalam petualangan game tersebut, mereka dipuji habis-habisan. Dan pada saat anak-anak kita kalah, mereka tidak pernah dibully, tidak dihukum, bahkan justru diberikan kesempatan untuk mencoba lagi, terus menerus bahkan dihidupkan kembali.

Momen yang paling membanggakan adalah ketika mereka berhasil mengalahkan lawan, disinilan apresiasi itu diberikan. Apresiasi yang memicu kepuasan dan kebanggaan bagi anak-anak di dalam permainan. Mereka mendapatkan tepuk tangan, sorak sorai bergemuruh. Anak-anak kita ini luar biasa disanjung, diberikan ucapan selamat seperti pahlawan yang baru saja menyelamatkan bumi dari cengkeraman orang-orang jahat.

Ya, seperti Itulah dunia game anak-anak kita. Dunia yang penuh apresiasi, penuh dengan pujian, riuh sorak sorai dukungan, juga selalu memotivasi agar kreatif dalam melewati rintangan dan hambatan, tidak mudah menyerah, mencoba terus menerus sampai berhasil.

Pertanyaan saya, bagaimana dengan dunia nyata yang mereka hadapi sehari-hari di tengah-tengah kita. Di lingkungan rumah, di lingkungan sekolah dan di lingkungan pertemanan mereka?

Tidak jarang, pada saat nilai buruk yang di dapat anak-anak kita dari hasil ulangan atau ujian, orang tua dan guru justru menghakimi mereka habis-habisan. Reaksi yang diperlihatkan seolah-olah dunia sudah selesai bagi anak-anak yang mendapatkan nilai jelek ini. 

Para guru jarang memberikan kesempatan memperbaiki seperti halnya dunia game. Para orang tua seringkali menghukum dengan melabeli anak-anaknya yang mendapatkan nilai jelek.

Nah, teman-teman, inilah cerminan dunia pendidikan kita yang sangat jauh berbeda dengan suasana di dalam dunia game. Dunia game tidak mengenal hukuman, dunia pendidikan sangat sering menghukum dan menghabisi motivasi anak-anak hingga titik terendah di dunia nyata. 

Inilah yang kita kuatirkan saat ini, seringkali menghukum tanpa memberitahu cara memperbaiki kesalahan atau kekeliruan yang dilakukan oleh anak-anak kita. Tidak jarang kita menghakimi tanpa memberikan kesempatan mereka untuk bisa mengubah keadaan seperti para petualang di dalam dunia game yang selama ini digandrungi mereka.

Inilah cerminan kita sebagai guru dan orang tua yang sewajarnya bisa merenungi, sejauh mana kita mendidik, membimbing dan mengarahkan mereka. Mereka adalah obor yang memerlukan bahan bakar dan pemantik agar bisa menerangi jalan gelap yang akan dilalui. Anak-anak kita adalah kertas yang masih polos, yang jika kita menginginkan kertas ini bergambar indah, maka diperlukan pensil berwarna dan diukir serta digurat dengan garis-garis yang penuh dengan estetika. 

Mari jadikan diri kita guru dan orang tua yang selalu memuji jika mereka melakukan kebaikan dan meraih keberhasilan. Memotivasi manakala mereka mengalami kegagalan dan mengarahkan pada saat mereka melakukan kesalahan. 

Mari hadirkan dunia yang sangat menyenangkan buat mereka di dunia nyata, seperti halnya permainan atau game di dunia maya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun