Namun, situasi ini tidak luput dari ancaman. Salah satu warga menyebut adanya upaya intimidasi, seperti penghadangan warga yang hendak menghadiri sidang atau ancaman verbal yang diterima melalui pesan singkat.
Setelah melalui proses hukum yang panjang, Muller bersaudara akhirnya dijatuhi hukuman 3 tahun dan 6 bulan penjara dalam sidang yang digelar kemarin. Pengadilan memutuskan bahwa keduanya terbukti bersalah melakukan pemalsuan dokumen sertifikat tanah yang menjadi dasar klaim mereka atas sebagian besar lahan di Dago Elos.
Ketua Majelis Hakim dalam putusannya menyatakan,
"Bukti yang diajukan oleh terdakwa terbukti palsu dan merugikan warga Dago Elos. Perbuatan terdakwa juga menciptakan ketidakpastian hukum yang meresahkan masyarakat."
Di akhir kunjungan saya kemarin, terlihat jelas bahwa perjuangan masyarakat Dago Elos belum usai. Mereka mengandalkan solidaritas dan tekad untuk mempertahankan hak atas tanah yang mereka yakini sebagai warisan tak ternilai.
Pemerintah Kota Bandung melalui Badan Pertanahan Nasional (BPN) berjanji akan memvalidasi ulang seluruh dokumen kepemilikan tanah di Dago Elos. Namun, warga berharap tindakan ini dilakukan dengan cepat dan transparan. Sengketa tanah ini menjadi bukti nyata pentingnya reformasi agraria untuk melindungi masyarakat dari praktik mafia tanah.
Vonis 3,5 tahun penjara bagi Muller bersaudara adalah langkah awal menuju keadilan, tetapi perjuangan warga Dago Elos belum usai. Mereka terus berharap pemerintah dan penegak hukum berpihak pada rakyat kecil, memastikan bahwa hak atas tanah mereka benar-benar diakui dan dilindungi.
(Ariq Zaidan Athallah Laporan langsung dari Dago Elos, Bandung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H