Mohon tunggu...
Muhammad Ariqy Raihan
Muhammad Ariqy Raihan Mohon Tunggu... Penulis -

Lelaki sederhana dan penikmat sastra. Hanya ingin mencari kata-kata untuk disambung menjadi sebuah cerita.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Karena Hidup Tak Pernah Bisa Diprediksi

28 Januari 2015   11:19 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:14 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa ada yang pernah tahu "there is no underestimate" ? Atau ada yang percaya bahwa tidak selamanya nilai nol ketika ulangan harian menandakan suatu kebodohan?

Ada suatu kisah nyata yang cukup mengagetkan saya. Tubuh dan mata ini adalah saksinya. Bernostalgia di masa kecil, saya adalah seorang murid sekolah dasar swasta di Padang, Sumatra Barat. Di sana ada seorang teman yang diremehkan oleh banyak orang. Jujur saja, saya termasuk orang tersebut.

Alasan saya cukup jelas. Dia cengeng. Dalam ukuran standar anak kecil tentunya. Nilai ulangannya tidak pernah lebih baik dari 1 dari skala nilai 10.

Saya akui, saya sempat mengalami masa kelam dengan mendapat nilai 3. Itupun hanya sekali saja. Tapi bagaimana dengan dia yang selalu ? Ga terbayang ketika itu bagaimana rasanya. Saya ketika itu hanya menganggap dia wajar dan (maaf) seperti condong sebelah mata. Saya bisa maklum, karena di dunia ini cara manusia memaksimalkan kemampuannya berbeda-beda.

6 tahun saya berada di sekolah dasar itu. Kelas kami tak pernah diacak. Jadi kawan sekelas tak pernah berbeda. Hanya silih berganti keluar-masuk sekolah saja. Seingat saya, dia akhirnya bisa selamat lulus sekolah dasar. Saya tidak tahu persis bagaimana nilainya, tapi pengamatan saya jelas. Nilai-nilainya ketika sekolah memang mengkhawatirkan. Bagaimana dia mau melanjutkan pendidikannya?

Allah Maha Adil. Dia punya rencana yang manusia tak pernah tahu. Di prediksi pun tak bisa.

Ketika berlanjut ke jenjang sekolah menengah pertama dan seterusnya, saya dan dia berbeda sekolah. Tanpa kabar sama sekali dalam perjalanan waktu. Tahun demi tahun saya bertemu dengan kawan-kawan lama, tetap saja keberadaannya tak berkabar. Dia hanya muncul dalam perbincangan nostalgia saja ketika reunian.

Sampai pada suatu hari, kami semakin terpencar. Saya kuliah di Bogor. Ada yang di Bandung, Jakarta, tetap di Padang, bahkan di Jerman. Komunikasi yang sebelumnya sudah dirajut melalui reuni, diperluas. Semakin canggihnya teknologi, didukung dengan rezeki yang Allah berikan, kami bisa memiliki smartphone. Melalui social media kami berkomunikasi lebih lanjut.

Kemudian, kami membuat grup di socmed Line. Buat klarifikasi, ini bukan iklan. Hehe. Disana kami bisa menginvite siapa saja tanpa seizin admin. Waktu berjalan, dan member grup itu semakin banyak. Kawan-kawan sekolah dasar mulai berkumpul satu persatu. Dan....... Ada nama dia!

Ya, saya tak mungkin lupa namanya. Orang yang (maaf) saya sempat berpikir lebih baik darinya. Tentu saja, saya sudah membuang kesombongan itu sekarang. Sudah tobat. Tapi tetap saja ingatan masa lalu tak pernah terhapus.

Oke, saya akui, saya penasaran. Saya coba selidik social media dia. Satu persatu saya coba liat update-an nya. Dan tahu seperti apa dia sekarang?

Sekarang dia adalah seorang traveler. Menjelajah banyak gunung. Melihat banyak sisi luar keindahan dunia. Bercengkrama dengan alam dan udara segar. Pernah menatap samudera biru, mungkin.

Inilah, inilah. Lalu saya bagaimana? Saya hanyalah pemimpi traveler. Segudang rencana tanpa perwujudan. Berkutat dibalik buku kuliah tebal. Waktu hanya untuk bermain dengan buku atau laptop. Saya lupa seperti apa keindahan dunia luar. Saya lupa rasa udara di alam seperti apa. Saya lupa bahwa saya terakhir kali melihat laut adalah 8 tahun lalu.

Allah Maha Adil bukan? Tidak selamanya nilai nol adalah bukti dari ketidakmampuan berpikir seseorang. Tidak selamanya bodoh adalah bodoh. Itu hanyalah ungkapan kasar untuk meremehkan orang.

Saya bersalah karena pernah menatapnya sebelah mata. Dia mencapai apa yang tidak bisa saya capai. Mungkin dia juga belum mencapai apa yang sudah saya lakukan. Soon or later, he will do it.

So, jangan pernah meremehkan orang lain bahkan merasa lebih baik dari orang lain. Nobody perfect. Kelebihan dan kelemahan ada untuk saling menutupi.

- M.A.R

Fyi, dia juga kuliah. Life is unpredictable.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun