Oleh: M. Ariq Ibnu Riandi dan Firyal Azhar Fadhila
Balimau adalah tradisi unik yang dilakukan oleh masyarakat di Sumatera Barat untuk menyambut bulan suci Ramadhan. Istilah Balimau berasal dari bahasa Ocu (Kampar) yang berarti mandi menggunakan air yang dicampur dengan perasan jeruk.
 Limau sendiri berarti jeruk dan jeruk yang sering digunakan dalam mandi ini adalah jeruk nipis, jeruk purut dan jeruk kapas. Sedangkan kasai berarti wewangian, yang terbuat dari beragam bunga. Kasai ini sudah biasa digunakan warga masyarakat sebagai pengharum badan dan pendingin kepala.Â
Kegiatan ini biasanya dilaksanakan satu atau dua hari sebelum puasa dimulai dan melibatkan mandi bersama di sungai dengan menggunakan jeruk nipis sebagai simbol penyucian diri. Dalam konteks budaya, Balimau Kasai tidak hanya sekadar ritual, tetapi juga merupakan ungkapan syukur dan kegembiraan atas datangnya bulan Ramadhan.
Tradisi Balimau Kasai memiliki makna yang dalam pada budaya masyarakat Sumatera Barat. Meskipun tidak ada catatan pasti mengenai asal muasalnya, banyak yang percaya bahwa tradisi ini merupakan warisan dari kebudayaan Hindu yang kemudian diakulturasikan kedalam budaya Sumatera Barat.Â
Dalam catatan sejarah, pemandian Balimau Kasai pertama kali dilaksanakan pada tahun 1960-an di desa Batu Belah Kabupaten Kampar. Pada mulanya, mandi Balimau Kasai hanya dikenal sebagai tradisi masyarakat di sepanjang sungai Kampar saja.Â
Namun sejak tahun berikutnya, pemerintah tingkat kecamatan bahkan kabupaten telah ikut berperan untuk membuat  upacara mandi Balimau Kasai sebagai salah satu objek wisata budaya. Tradisi ini sebenernya adalah simbolis upacara membersihkan diri atau mandi menjelang bulan Ramadhan.Â
Tradisi yang sama juga dikenal oleh masyarakat diluar kabupaten Kampar, bahkan hampir di seluruh kabupaten/kota di provinsi Riau dengan sebutan yang berbeda-beda. Mandi Balimau Kasai juga merupakan salah satu tradisi turun temurun dari nenek moyang masyarakat asli Kampar termasuk di desa Alam Panjang, salah satu desa yang ada di kecamatan Rumbio Jaya, kabupaten Kampar, provinsi Riau yang masih bertahan hingga sekarang.
 Tradisi ini masih dilestarikan oleh penghulu daerah maupun pemerintah dan masyarakat. Mandi Balimau Kasai dianggap sebagai salah satu upacara tradisional yang istimewa dan sakral bagi masyarakat desa Alam Panjang untuk menyambut bulan suci Ramadhan.
Selain sebagai ungkapan rasa syukur dan kegembiraan, upacara tradisional ini juga merupakan simbol penyucian dan pembersihan diri. Balimau sendiri bermakna mandi dengan menggunakan air yang dicampur jeruk yang oleh masyarakat setempat disebut limau. Jeruk yang biasa digunakan adalah jeruk purut, jeruk nipis, dan jeruk kapas.
 Sedangkan kasai adalah wangi- wangian yang dipakai saat berkeramas. Bagi masyarakat Kampar, pengharum rambut ini (kasai) dipercayai dapat mengusir segala macam rasa dengki yang ada dalam kepala, sebelum memasuki bulan puasa. Sebenarnya upacara bersih diri atau mandi menjelang masuk bulan Ramadan tidak hanya dimiliki masyarakat Kampar saja.
Balimau Kasai biasanya dilakukan secara bersama-sama, baik di rumah, di kolam, atau di tempat-tempat yang dianggap suci. Prosesnya melibatkan beberapa langkah berikut:
- Persiapan Air dan Bunga
Air yang digunakan untuk balimau dicampur dengan bunga segar seperti mawar, melati, kenanga, atau bunga-bunga lainnya yang dianggap harum. Bunga-bunga ini memiliki makna simbolis untuk kesucian dan kebersihan. Balimau dilakukan dengan mengguyurkan air jeruk dan bunga-bunga yang sudah diracik ke seluruh tubuh, dari kepala sampai jari kaki, seperti mandi wajib.
- Ritual Mandi
Setelah air siap, ritual mandi dilakukan dengan cara menyiramkan air yang sudah dicampur bunga ke tubuh, dimulai dari kepala hingga tubuh bagian bawah. Biasanya, orang yang melakukan balimau akan meminta doa dan harapan baik untuk diri mereka dan keluarga.
- Doa dan Permohonan
Dalam tradisi ini, selain mandi dengan air bunga, biasanya juga dilakukan doa-doa untuk memohon keberkahan, kebersihan jiwa, dan kesehatan. Doa ini bisa dilakukan sendiri atau bersama keluarga.
Setiap tradisi tentu memiliki makna yang sakral bagi masyarakat setempat. Makna yang dapat diambil dari tradisi mandi Balimau Kasai adalah simbol penyucian diri dan mengikat tali kebersamaan dalam masyarakat. Meskipun tradisi ini bukanlah ajaran yang diwariskan oleh Nabi Muhammad SAW, namun tradisi ini memiliki sejumlah nilai-nilai yang cukup penting.Â
Di antara nilai penting bagi pembelajaran masyarakat adalah; Pertama, tradisi ini adalah merupakan simbol penyucian diri baik lahir maupun batin menjelang bulan puasa. Dalam ajaran Islam, kita dianjurkan untuk melakukan pembersihan hati atau taubat menjelang bulan suci Ramadhan.Â
Kedua, berkumpul bersama sembari memaafkan sekaligus sebagai media silaturahmi antar warga menjelang bulan suci Ramadhan. Tradisi ini berusaha menyatukan masyarakat dan sebagai salah satu momen silaturahmi untuk saling memaafkan dalam menyambut bulan suci Ramadhan.Â
Ketiga, ungkapan syukur kepada allah, dimana telah diberikan kesempatan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Hal ini mencerminkan rasa terimakasih atas nikmat yang diberikan serta meningkatkan kesadaran spiritual untuk refleksi diri menyambut Ramadan dengan penuh keikhlasan.Â
Keempat, Balimau Kasai juga mencerminkan kearifan lokal yang mengandung elemen tradisional yang telah diwariskan secara turun-temurun, menunjukkan pentingnya menjaga budaya lokal di tengah arus modernisasi yaitu dengan menggunakan bahan-bahan alami seperti jeruk dan wangi-wangiam yang dipercaya memiliki khasiat tertentu. Balimau Kasai juga berhubungan erat dengan kepercayaan-kepercayaan lokal yang menganggap bahwa air yang telah disiramkan dengan bunga-bunga dapat membawa kebersihan dan keberkahan.Â
Dalam beberapa daerah, Balimau Kasai ini bukan hanya sekadar ritual kebersihan, tetapi juga sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada tuhan dan memperkuat ikatan sosial dengan keluarga serta masyarakat sekitar.
Meski Balimau Kasai merupakan tradisi yang sarat akan makna, namun tradisi ini juga menuai kritik dari sebagian kalangan yang menganggap bahwa kini, acara ini cenderung dijadikan ajang berkumpul yang kurang relevan dengan tujuan awalnya. Di beberapa daerah, tradisi ini dianggap melenceng dari konsep pembersihan spiritual menjadi semata-mata hiburan, yang berpotensi mengabaikan nilai-nilai kesucian Ramadan.Â
Karena itu, beberapa ulama dan tokoh masyarakat mengimbau agar Balimau Kasai dilakukan sesuai dengan kaidah agama dan adat istiadat agar makna pembersihannya tetap terjaga. Proses pelaksanaannya pun juga menjadi kontroversi. Tradisi mandi Balimau Kasai tidaklah menentang hukum agama Islam jika dilakukan dengan benar.Â
Tetapi seiring berjalannya waktu dan perkembangan zaman, pada saat ini banyak sekali dijumpai masyarakat mandi Balimau Kasai yang dilakukan dalam tempat yang sama dengan yang bukan mahromnya (laki-laki dan perempuan). Dalam pelaksanaanya, sebagian daerah tidak diperbolehkan mandi bersama-sama dengan yang bukan mahrom karena hal ini dinilai tidak sesuai dengan aturan agama.
 Sudah jelas bahwa tujuan dari tradisi ini adalah untuk menyucikan diri dan membersihkan diri menjelang bulan suci Ramadhan, namun nyatanya banyak pemuda-pemudi melakukannya di tempat pemandian umum (tidak dipisah antara laki-laki dan perempuan). Fenomena ini tentu saja tidak diperbolehkan dan tidak wajar bagi seorang muslim dan muslimah.
Secara keseluruhan, Balimau Kasai adalah tradisi yang kaya akan nilai budaya dan agama. Tujuan utamanya adalah untuk menyucikan diri baik secara fisik maupun rohani sebelum memasuki bulan Ramadan, serta mempererat silaturahmi di antara masyarakat. Meskipun terdapat berbagai pandangan tentang cara pelaksanaannya, Balimau Kasai tetap menjadi tradisi unik yang memperkaya warisan budaya Minangkabau.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H