Mohon tunggu...
ariq nabagakan
ariq nabagakan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

suka aja

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Spiritualitas Santo Petrus

19 Maret 2024   12:13 Diperbarui: 14 Mei 2024   13:20 405
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

“ Orang yang dipimpin oleh Roh Allah ialah anak-anak Allah. Roh yang dikurniakan oleh Allah kepada kamu tidak memperhamba kamu, sehingga kamu hidup dalam ketakutan.’’ (Rom. 8 :14-16)

Pendahuluan

Dalam surat Santo Paulus kepada jemaat di Roma, ia menjelaskan bahwa iman yang tulus berasal dari hubungan yang intim antara Roh Kudus dengan roh umat yang beriman. Iman yang tulus bukan hanya dengan mengambil jarak dan mempelajari secara ilmiah kehidupan serta pengajaran Yesus Kristus. Tetapi, harus ada unsur persekutuan dan kemuridan. Kita sebagai umat Kristus diajak untuk mengikuti dan bersatu denganNya. Dalam perjalanan mengikutiNya akan selalu ada tegangan antara tuntutan injili dan kewajiban tinggal di dunia ini. Karena itu, iman yang kuat akan terus diuji di dunia. Iman yang kuat akan terus mendorong kita ke dimensi sosial dan berani berkarya di tengah dunia yang terus berubah ini. Itulah cara hidup kristen atau ‘spiritualitas kristiani’ yang otentik. Hidup yang membiarkan diri dipimpin oleh Roh Kudus. 

Memang benar bahwa tujuan utama dari spiritualitas kristiani adalah persekutuan denganNya, akan tetapi tidak semua orang dipersatukan dengan Kristus dalam derajat yang sama. Hal ini dikarenakan setiap orang itu unik, hubungan setiap orang dengan Kristus pun sama uniknya. Pengetahuan akan Allah yang mereka nikmati, cinta yang dijalankanNya, dan karunia yang diberikan oleh Roh kudus berbeda-beda pada setiap orang. Oleh karena itu melalui perantara orang-orang kudus, kita dapat meneladani cara hidup mereka dalam mengikuti Yesus.   

Salah satu tokoh yang menarik untuk dibahas adalah Santo Petrus. Petrus adalah tokoh yang paling dikenal dalam perjanjian baru setelah Yesus. Dengan perjalanan yang panjang, imannya yang bertumbuh secara bertahap memberikan contoh yang sangat baik kepada Umat Kristen di seluruh dunia. Pemaparan kehidupan Santo Petrus akan disajikan 

secara berurutan. Dimulai dari latar belakangnya, perjumpaan dengan Yesus pertama kali, kisah penjala manusia, kisah pengakuan iman Petrus, kisah persyaratan mengikutiNya, kisah penyangkalan, dan kisah pertobatan. Yang kemudian disertai dengan analisis singkat dari setiap kejadian itu.  

Isi

Pada awalnya Petrus dikenal dengan nama Simon atau Simeon yang berarti ‘Tuhan mendengar’ dalam bahasa ibrani. Petrus berasal dari Betsaida. Ia adalah orang Galilea Yahudi yang tinggal di daerah Kapernaum dengan mata pencaharian sebagai penjala ikan. Salah satu anggota dari empat murid pertama Yesus ini memiliki sifat tegas dan impulsif. Dia orang yang siap sedia untuk mempertahankan pendiriannya dan bahkan dibuktikan menggunakan kekerasan. Selain itu, perilakunya dalam Alkitab juga menunjukkan bahwa petrus adalah orang yang naif; penakut; namun jujur sampai ke sikap penyesalan yang sungguh-sungguh. 

Penggambaran Petrus dalam injil memberikan perjalanan rohani yang bertahap dan pangkal tolaknya adalah Yesus. Sebelum Petrus menjadi murid Yesus, ia dahulu adalah murid Yohanes Pembaptis. Petrus sebagai orang Yahudi yang beriman kuat, memiliki kerinduan akan Allah yang begitu besar dan terdorong untuk terus mencari Mesias. Bersama dengan saudaranya Andreas, mereka telah mencari dan bertemu dengan Mesias melalui mentornya Yohanes Pembaptis.  

Setelah pertemuannya yang pertama ini, Yesus berjumpa lagi dengan Petrus di tepi Danau Genesaret. Di tempat itu juga, Yesus menunjukkan kuasaNya. Petrus dipanggil dan diberi kepercayaan untuk menjadi ‘penjala manusia.’ Panggilannya ini mengubah orientasi hidupnya secara radikal. Yang sebelumnya hanya bekerja sebagai penjala ikan di tepi danau Galilea, berubah menjadi penjala manusia dengan tugas yang sama sekali baru dan cangkupan wilayahnya lebih luas. Petrus dan teman-temannya menanggapi panggilan itu dengan sepenuhnya. Narasi Matius dalam Injilnya yakni “mereka pun segera meninggalkan jalannya dan mengikuti Yesus.” atau “mereka segera meninggalkan perahu serta ayahnya, lalu mengikuti Yesus”, bukan sekedar penggambaran akan spontanitas sikap yang keluar begitu saja dari mereka. Sikap mereka ini mewakili kesediaan mereka memberikan diri seutuhnya pada Yesus untuk dibimbing dan diarahkan. Mereka percaya dengan mengikutiNya akan memberikan nilai baru dan berbuah banyak. 

PanggilanNya terhadap Petrus bukan hanya sekadar mengikuti. Yesus memberikan syarat serta peringatan bahwa untuk mengikutiNya bukanlah jalan yang mudah dan dipenuhi dengan penderitaan. Akan tetapi tindakan Petrus menarik Yesus dan menegurNya, menunjukkan sisi kelemahan manusiawi dari Petrus. Pemahamannya akan Mesias yang ia rindukan sangat berbeda dengan rencana Allah.  Gambaran Allah yang dia pegang adalah manusia yang ilahi. Manusia dengan segala kekuatan Ilahinya dapat memberantas segala kejahatan dan dosa di dunia. Sedangkan, Yesus menampakkan dirinya sebagai Allah yang manusiawi. Allah yang menempuh jalan penderitaan dan kerendahan. Dari kejadian itu, Petrus belajar arti mengikuti Yesus. Ia harus berani melepaskan segala keinginan manusiawinya untuk menyelamatkan nilai kebenaran, menyelamatkan jiwa, dan menyelamatkan kehadiran Tuhan di dunia.  

Pada umumnya, gambaran Allah yang manusiawi itu sulit untuk diterima. Hal itu dapat terlihat dari sikap tua-tua; imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat yang menolak Yesus. Bahkan, dalam injil Yohanes, murid-muridNya mengundurkan diri di Galilea. Akan tetapi Petrus sebagai juru bicara para rasul mengatakan bahwa “Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi? PerkataanMu adalah perkataan hidup yang kekal; dan kami telah percaya dan tahu, bahwa Engkau adalah yang Kudus dari Allah.” (Yoh 6: 68-69) Pengakuan imannya yang begitu besar juga terlihat sewaktu mereka di Kaisarea. 

Kisah pengakuan Petrus di Kaisarea Filipi membuktikan bahwa pengakuannya itu bukan dari sumbangsih manusia, melainkan dari Roh Kudus. Bahkan Yesus mengakui bahwa Allah berdaulat untuk membuka mata Petrus dan mengungkapkan kepadanya siapa Yesus sebenarnya. Meskipun begitu karena keterbatasan manusiawinya, Petrus sebenarnya belum memahami sepenuhnya perutusan Mesianis Yesus. Sesungguhnya iman pribadi yang tulus dan terbuka adalah sikap seorang Kristen sejati. Iman yang seperti itu dibutuhkan  dalam  menanggapi  pewahyuan  dari  Allah.  Akibat dari sikapnya itu, Petrus diberikan nama baru oleh Yesus yaitu Kefas yang artinya batu karang. Ia dijadikan ‘batu karang’ Gereja. Sebab mereka yang memiliki iman kepada Kristus, seperti Petrus, disebut sebagai Gereja. 

Petrus mencapai kepenuhan iman setelah kejadian Paskah. Kepercayaan dirinya yang besar dengan imannya yang masih belum matang menyebabkan kejatuhannya. Petrus mengikuti Yesus dengan semangat, namun ketika dihadapkan dengan tantangan yang berat dan terdorong untuk menyerah pada ketakutannya. Pada akhirnya, Petrus menyangkal Yesus tiga kali. Petrus yang telah menjanjikan kesetiaan yang mutlak mendapatkan pelajaran bahwa orang yang sombong harus rendah hati. Ia belajar bahwa ia lemah, pendosa yang percaya dan memerlukan pengampunan. Berbeda dengan Petrus, Yudas iskariot terlalu cepat untuk mengambil keputusan dan mengambil nyawanya sendiri. 

Dalam Injil Yohanes, percakapan Yesus bersama Petrus di danau Tiberias setelah kebangkitanNya menunjukkan perubahan sikap yang ditampilkan Petrus. Ketika Yesus menanyakan “apakah kamu mengasihi Aku?”, dalam kitab Septuaginta menggunakan kata Agapes-me. Kata ini menunjukkan kasih yang total dan tanpa syarat. Akan tetapi, Petrus menyadari akan kekurangan dan kelemahannya karena kejadian paskah sehingga ia menjawab philo-se. Yang menunjukkan bahwa Petrus mengasihi Yesus sepenuhnya dengan segala keterbatasan yang dimilikinya. 

Yesus pun mempertanyakan itu berkali-kali. Hingga akhirnya, Ia menyesuaikan diri dengan kelemahan Petrus dan bertanya “Phileis-me?” Simon mengerti bahwa Yesus merasa cukup dengan kasihnya yang penuh keterbatasan, akan tetapi ia merasa sedih karena Tuhan harus mengatakan itu kepadanya. Rasa sedihnya itu tak berhenti di tempat, melainkan memberikan semangat kepada Petrus untuk melanjutkan tugas perutusanNya. Dari sini terlihat, Tuhan menghendaki keselamatan bagi manusia, tanpa terkecuali. Bahkan Tuhan mau menyesuaikan diri dengan keterbatasan manusia agar terselamat. Melalui pertobatan, setiap manusia diberi kesempatan untuk berubah. Itulah yang terlihat dalam pribadi Petrus. 

Kesimpulan

Petrus dengan pribadi ‘apa adanya’, memberikan kepada kita iman yang terus berproses. Dengan latar belakangnya yang sangat sederhana, ia menjalani dan mempercayai dengan bimbinganNya segala tugas yang diberikanNya dapat dilalui. Meskipun untuk mengenal Tuhan membutuhkan perjalanan yang panjang dan harus melalui penderitaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun