Mohon tunggu...
Ariq Aqshal Alfaridzy
Ariq Aqshal Alfaridzy Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Padjadjaran

Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Padjadjaran

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ekonomi Politik Domestik: Analisis Tentang Desentralisasi Fiskal dalam Konsep Hubungan Pusat dan Daerah (Studi Kasus DKI Jakarta)

22 Desember 2022   15:50 Diperbarui: 22 Desember 2022   16:04 749
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

I. Pendahuluan

Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah meliputi kebijakan yang ditujukan kepada publik (negara dan masyarakat dalam berbagai kelompok serta kepentingan umum). Saat pembentukan kebijakan pemerintah, terdapat beberapa pertimbangan yang dapat mempengaruhi lahirnya kebijakan tersebut, antara lain berdasarkan tuntutan seiring berkembangnya zaman, tidak dapat dipungkiri bahwa perubahan zaman yang mengalami perkembangan yang pesat ini memerlukan sebuah produk hukum yang sesuai. Dari setiap Undang-Undang (UU) Pemerintahan Daerah yang baru pada dasarnya merupakan penyempurnaan dari UU sebelumnya, yang dirasa sudah tidak relevan dengan amanah konstitusi dan perkembangan zaman. Hal tersebut berlaku untuk kedepannya, mengenai UU pemerintahan daerah baru selalu memuat ketentuan-ketentuan baru guna memenuhi tuntutan faktual masyarakat lokal sebagai stakeholder dan kehendak pemerintah pusat sebagai shareholder. Sehingga, dampak yang ditimbulkan berupa implementasi kebijakan otonomi daerah dipenuhi dengan aneka eksperimen.

Sejak tahun 2001, Republik Indonesia telah memulai program desentralisasi politik dan ekonomi yang pada dasarnya mengubah ilmu ekonomi negara berpenduduk terbanyak keempat di dunia. Undang-undang yang menerapkan desentralisasi menargetkan peningkatan fleksibilitas pemerintah daerah untuk membalas kondisi lokal, namun analisis ini biasanya menghubungkan desentralisasi dengan kinerja ekonomi nasional yang unggul (Breuss & Eller, 2004). Sederhananya, jika desentralisasi berakhir dengan kebijakan meroketnya pembangunan di tingkat daerah, maka hasil tambahan dari kebijakan ini seharusnya meningkatkan kinerja ekonomi negara secara keseluruhan. hubungan teoritis yang berbeda antara desentralisasi dan kinerja ekonomi nasional mewujudkan banyak urusan demokrasi negara, inflasi yang lebih rendah, korupsi yang berkurang, dan banyak pajak responsif dan pencairan publik. Dengan demikian, desentralisasi dapat menjadi kebijakan pembangunan nasional yang akan menghasilkan hasil-hasil pembangunan nasional.

Secara spesifik mekanisme yang dirancang oleh desentralisasi itu akan mempengaruhi pembangunan ekonomi tergantung pada bagaimana desentralisasi dicairkan di bawah desentralisasi politik, pemerintah lokal memperoleh kendali otonom atas beberapa kebijakan lokal di bawah desentralisasi fiskal, pemerintah daerah mendapatkan fleksibilitas untuk mengumpulkan pajak mereka sendiri. Dapat di lihat terdapat berbagai jenis orientasi politik, pemerintah daerah mungkin memiliki hak veto atas kebijakan nasional. Undang-undang desentralisasi Indonesia tahun 1999 lebih bersifat politis daripada keuangan atau federal, dan pendapatan asli masih diperoleh terutama melalui hibah dari pemerintah pusat yang disebut DAU (Dana Alokasi Umum, Umum).

Desentralisasi telah disosialisasikan sebagai kebijakan vital untuk memajukan pembangunan Indonesia dengan memberikan keleluasaan kepada pemerintah daerah untuk mengadopsi aturan yang berlaku di daerah, membayar dana DAU dengan cara yang dianggap sesuai dengan keinginan daerah, dan bereksperimen dengan kebijakan pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan. Jika kita cenderung memperhatikan aturan sampai saat ini, pemerintah daerah sangat banyak jumlahnya, mulai dari sistem yang sangat sentralistik hingga desentralisasi, konsentrasi hingga dekonsentrasi, dan tugas pembantuan, karena pada era reformasi saat ini banyak terjadi perubahan konstitusi.

Penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah akan terlaksana secara optimal jika penyelenggaraan urusan pemerintahan diikuti dengan pencarian sumber-sumber penerimaan yang cukup kepada daerah dengan mengacu kepada undang-undang tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang besarnya disesuaikan dan diselaraskan dengan pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah. Hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah diuraikan sebagai berikut:

  • Presiden selaku kepala pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan Negara yang merupakan bagian kekuasaan pemerintah.
  • Presiden menyerahkan kekuasaan tersebut kepada kepala daerah (Gubernur/ Bupati/ Walikota) selaku kepala pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan daerahnya dan mewakili pemerintah daerah dalam pemilikan kekayaan yang terpisah.
  • Hubungan antara pusat dan daerah menyangkut hubungan pengelolaan pendapatan (revenue) dan penggunaan (expenditure) baik untuk pengeluaran rutin maupun pembangunan daerah dalam rangka memberikan pelayanan publik yang berkualitas, responsible dan akuntable.
  • Konsep hubungan antara pusat dan daerah adalah hubungan administrasi dan hubungan kewilayahan, sehingga pemerintah pusat mengalokasikan dana perimbangan kepada pemerintah daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Di Indonesia, desentralisasi yang diikuti dengan desentralisasi fiskal dimulai dengan Undang-undang No 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 5 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara pemerintahan Pusat dan Daerah, dan menjadi Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah serta UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara pemerintahan Pusat dan Daerah. Dengan diterapkannya kebijakan desentralisasi fiskal ini maka daerah mempunyai hak dan kewajiban mengelola keuangannya sendiri sesuai alokasi yang diterima.

Pada pembahasan kali ini, desentralisasi fiskal dimulai dengan UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 5 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dan telah menjadi UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Dengan diterapkannya kebijakan desentralisasi usaha ini, maka daerah memiliki hak dan kewajiban untuk mengatur keuangannya sendiri sesuai dengan alokasi yang diterima.

Tujuan dari penulisan essay ini adalah untuk memahami bagaimana kebijakan ekonomi yang diambil oleh pemerintah dalam negeri dapat mempengaruhi perekonomian suatu negara, serta bagaimana desentralisasi fiskal dapat digunakan sebagai salah satu solusi dalam mengelola perekonomian suatu negara. Selain itu, tujuan lain dari penulisan essay ini adalah untuk memberikan pemahaman tentang konsep hubungan pusat dan daerah dalam ekonomi politik domestik, serta menjelaskan manfaat dan masalah yang mungkin timbul dari desentralisasi fiskal. Penulisan essay ini juga bertujuan untuk memberikan contoh kasus desentralisasi fiskal di Indonesia, serta memberikan saran untuk pengelolaan keuangan dan fiskal di masa yang akan datang.

II. Definisi Ekonomi Politik Domestik Dan Konsep Hubungan Pusat Dan Daerah

  • Pengertian Ekonomi Politik Domestik

Lipsey dan Steiner menyatakan bahwa ekonomi merupakan studi mengenai produksi dan perdagangan serta kaitannya dengan hukum, adat, dan pemerintahan; serta dengan pembagian pendapatan negara dan kemakmuran nasional. Ilmu ekonomi politik membahas dan mengimplementasikan teori dan metode ekonomi yang memberikan dampak kepada sistem sosial dan ekonomi yang berbeda serta berkembang, seperti kapitalisme, sosialisme, dan lain-lain. Ilmu ini juga berusaha mengkaji bagaimana kebijakan publik dirancang dan dilaksanakan. Kemudian pada masa permulaan munculnya ekonomi politik, pendekatan ini dianggap sebagai sesuatu yang berbeda dan tidak dipergunakan sebagai sinonim untuk ekonomi, dan dapat mengacu kepada hal-hal yang berbeda (Purba et al, 2020).

Menurut Caporaso dan Levine (2015), ekonomi politik di dalam pendekatan ekonomi terhadap politik merupakan ilmu yang menelaah hubungan antara wilayah ekonomi dengan wilayah politik atau antara subsistem ekonomi dengan subsistem politik. Dengan kata lain, mengacu kepada pendekatan ekonomi terhadap politik, ekonomi politik bukanlah sebuah telaah mengenai apa yang akan terjadi pada saat wilayah ekonomi bertemu dengan wilayah politik, namun ekonomi politik ialah penerapan dari penalaran ekonomi terhadap proses-proses politik.

Kemudian, pembahasan mengenai ekonomi politik domestik tidak luput dari memperhitungkan bagaimana kebijakan ekonomi yang dibuat oleh pemerintah dapat mempengaruhi daerah-daerah di negara tersebut dan sebaliknya, bagaimana kebijakan ekonomi yang dibuat oleh pemerintah daerah dapat mempengaruhi perekonomian secara keseluruhan. Dalam sistem pemerintahan yang berbasis federal, pemerintah pusat dan pemerintah daerah memiliki kewenangan yang berbeda dalam mengelola perekonomian. Pemerintah pusat bertanggung jawab untuk mengelola sektor-sektor strategis yang mencakup kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan kebijakan perdagangan, sementara pemerintah daerah bertanggung jawab untuk mengelola sektor-sektor yang lebih spesifik seperti pariwisata, perdagangan, dan industri.

Membuat kebijakan yang efektif bisa menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah, karena harus memikirkan berbagai faktor yang berpengaruh terhadap perekonomian, seperti kecepatan proses perekonomian, tingkat inflasi yang tinggi, tingkat pengangguran, dan lain-lain. Oleh karena itu, pemerintah harus memiliki strategi yang tepat dalam mengelola perekonomian sehingga dapat mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan.

  • Pengertian Konsep Hubungan Pusat Dan Daerah

Gagasan atau konsep hubungan pusat dan daerah mengacu pada pendekatan di mana pemerintah pusat dan pemerintah daerah bekerja sama dalam mengelola perekonomian negara. Dalam sistem pemerintahan yang sangat federal, pemerintah pusat dan pemerintah daerah memiliki kewenangan yang berbeda dalam mengelola perekonomian. Pemerintah pusat bertanggung jawab untuk mengelola sektor-sektor strategis yang mencakup kebijakan keuangan, kebijakan ekonomi, dan kebijakan perdagangan nasional, sedangkan pemerintah daerah bertanggung jawab untuk mengelola sektor-sektor khusus tambahan seperti badan usaha, perdagangan, dan bisnis.

Menurut Bagir Manan, penentuan luas dan sempitnya pelaksanaan kewenangan untuk menguasai dan mengurus urusan daerah diatur oleh faktor-faktor yang meliputi hubungan fasilitas (gezagsverhouding) pusat dan daerah, yang meliputi antara lain: hubungan kewenangan, hubungan keuangan, hubungan pengawasan, dan hubungan yang timbul dari pengaturan organisasi pemerintah. Berkaitan dengan hal tersebut, keterkaitan kewenangan antara pusat dan daerah dapat menjadi amanat konstitusi yang memerlukan pengaturan dalam undang-undang yang sangat tersendiri.

Dalam gagasan hubungan pusat dan daerah, perlu ditegaskan bahwa kebijakan ekonomi yang dibuat oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah saling melengkapi dan tidak saling bertentangan. Hal ini dapat dicapai dengan membuat mekanisme koordinasi yang baik antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, selanjutnya dengan memberikan keleluasaan kepada pemerintah daerah untuk mengatur perekonomian di beberapa daerahnya sesuai dengan kondisi dan keinginan daerah.

Oleh karena itu, gagasan tersebut dapat mempertimbangkan bagaimanapun kebijakan ekonomi yang dibuat oleh pemerintah pusat akan berdampak pada daerah di dalam negara dan sebaliknya, bagaimanapun kebijakan ekonomi yang dibuat oleh pemerintah daerah akan berdampak pada perekonomian secara keseluruhan. Oleh karena itu, perlu dibentuk suatu mekanisme yang baik untuk mengatur hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah agar tercapai tujuan yang telah ditetapkan.

III. Kebijakan Ekonomi Yang Dibuat Oleh Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah

  • Kewenangan Pemerintah Pusat Dalam Mengelola Perekonomian

Salah satu bentuk kekuasaan adalah otoritas. Namun, keduanya menunjukkan dimensi legitimasi yang berbeda. Otoritas adalah kekuasaan yang harus memiliki legitimasi (legitimate power) jika kekuasaan tidak serta merta harus diikuti dengan legitimasi atau legitimasi. Artinya, otoritas adalah kekuasaan, tetapi kekuasaan tidak selalu berbentuk otoritas. Dimana kekuatan politik didefinisikan sebagai kemampuan untuk menggunakan sumber daya untuk mempengaruhi proses pengambilan keputusan dan implementasi, otoritas adalah hak moral untuk membuat dan mengimplementasikan keputusan politik, dan urusan adalah kemampuan untuk melakukannya. Artinya setiap kegiatan yang terjadi dapat merupakan hasil dari suatu kewenangan yang ada.

Hubungan pusat dan daerah sering diperdebatkan, karena dalam praktiknya persoalan ini sering menimbulkan distorsi kepentingan antara kedua instansi. Hubungan pusat dan daerah berasal dari desentralisasi administrasi negara dan pemerintahan, atau desentralisasi kekuasaan ke unit-unit pemerintahan yang lebih kecil, dan dapat memanifestasikan dirinya dalam banyak hal dalam praktik. Persoalan relasi kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam rangka otonomi sebenarnya merupakan perdebatan mengenai isi rumah tangga daerah, yang disebut persoalan urusan rumah tangga daerah (huishouding) dari sudut pandang hukum pemerintah daerah. Kebijakan ekonomi yang dibuat oleh pemerintah pusat adalah kebijakan yang dibuat oleh pemerintah yang memiliki kekuasaan untuk mengelola dan mengatur perekonomian nasional. Kebijakan ekonomi pemerintah pusat meliputi kebijakan fiskal, yaitu kebijakan yang menyangkut pengelolaan anggaran negara. Kebijakan moneter, yaitu kebijakan yang mengatur jumlah uang yang beredar di masyarakat. Kebijakan perdagangan, yaitu kebijakan yang berkaitan dengan perjanjian perdagangan internasional.

Sistem pembangunan terpusat adalah suatu sistem dimana pemerintah pusat mempunyai kekuasaan yang lebih besar dalam mengatur dan mengatur perekonomian seluruh wilayah negara. Sistem ini dinilai lebih efektif dalam mengelola perekonomian nasional karena memungkinkan pemerintah pusat menyusun rencana pembangunan terpadu dan mengelola alokasi sumber daya secara lebih efisien. Keunggulan lain dari sistem ini adalah dapat menjaga keseimbangan pembangunan antar wilayah dan mengurangi resiko terjadinya ketimpangan pembangunan. Namun, sistem ini juga memiliki kelemahan yaitu mengurangi kewenangan pemerintah daerah untuk mengelola perekonomian daerah dan mengundang ketergantungan kepada pemerintah pusat.

  • Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Mengelola Perekonomian

Sebagai aturan umum, keuangan daerah mencakup beberapa elemen, seperti hak daerah yang dapat dinilai, kewajiban keuangan daerah, dan aset yang terkait dengan hak dan kewajiban ini. Hak daerah berdasarkan keuangan daerah adalah semua hak yang diberikan kepada daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang digunakan oleh pemerintah daerah untuk menambah keuangan daerah. Seluruh keuangan daerah mengalir ke APBD. Pengelolaan Keuangan Daerah, atau Anggaran Perimbangan dan Belanja Daerah (APBD), adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah, yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, serta ditetapkan dengan peraturan daerah. Selanjutnya pengelolaan keuangan daerah merupakan kegiatan yang utuh yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengelolaan, pelaporan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan daerah. Dalam konteks ini, kita fokus pada pengawasan keuangan daerah yang dilakukan oleh DPRD.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU No. 17 Tahun 2003, Pasal 1 Ayat 8 tentang Keuangan Negara). APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah pada tahun anggaran sekaligus rencana pelaksanaan seluruh pendapatan daerah dan semua pengeluaran daerah sebagai bagian dari pelaksanaan desentralisasi dalam satu tahun anggaran. Semua pemungutan pendapatan daerah ditujukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh APBD. Demikian pula seluruh belanja dan pinjaman daerah yang menjadi beban daerah sebagai bagian dari pelaksanaan desentralisasi akan dilaksanakan sesuai dengan jumlah dan sasaran yang ditetapkan oleh APBD. Karena APBD merupakan landasan bagi pengelolaan keuangan daerah, maka APBD juga merupakan landasan bagi pengelolaan, pemeriksaan dan pemantauan keuangan daerah. Anggaran adalah pernyataan formal oleh manajemen berupa rencana yang akan dilakukan di masa yang akan datang dalam jangka waktu tertentu, dan rencana tersebut memberikan pedoman untuk melaksanakan kegiatan selama periode tersebut. Beberapa fungsi dari APBD, antara lain:

  • Fungsi otorisasi.
  • Fungsi perencanaan.
  • Fungsi pengawasan.
  • Fungsi alokasi.
  • Fungsi distributif.
  • Fungsi stabilisasi.

Pada dasarnya, tidak ada sistem yang sempurna untuk mengatur hubungan pusat-daerah dalam ekonomi politik domestik. Pemerintah harus mampu menyesuaikan dan mengoptimalkan konsep tersebut dengan kebutuhan dan kondisi negara sehingga dapat diproduksi seperti yang diharapkan. Oleh karena itu, kebijakan ekonomi pemerintah pusat dan daerah harus diatur dengan baik agar tidak terjadi benturan kepentingan yang dapat mengganggu pembangunan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Pemerintah harus dapat menyesuaikan kebijakan ekonomi yang diusulkan dengan kebutuhan dan keadaan masing-masing daerah dan memperhitungkan dampaknya terhadap perekonomian nasional secara keseluruhan.

(ANTARA 2021)
(ANTARA 2021)

IV. Studi kasus: Ibukota DKI Jakarta  

Setelah memahami konsep desentralisasi pajak di Indonesia, salah satu studi kasus yang menarik tentang bagaimana menerapkan konsep ini adalah pembiayaan di wilayah provinsi DKI Jakarta. Jakarta, sebagai ibu kota Indonesia, mempunyai otonomi khusus yang membedakannya dari provinsi lain di Indonesia. Karena wilayahnya yang relatif kecil sebagai sebuah provinsi, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memiliki kewenangan khusus untuk menjalankan pemerintahan yang dibentuk oleh UU No.2. Pada tanggal 27 Februari 2009, tentang Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Perda ini memiliki berbagai aturan dasar yang terbatas pada kewenangan daerah DKI Jakarta mengenai letak, fungsi, peran dan pembagian batas wilayah. Misalnya, dalam Bab II Pasal 5, DKI Jakarta memiliki peran khusus sebagai kedudukan perwakilan asing dan kedudukan pusat/perwakilan organisasi internasional. Selain urusan pemerintahan, pembiayaan DKI Jakarta juga diatur dalam Bab IX Pasal 32 dan 33(1), pembiayaan DKI Jakarta ditanggung oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). ditetapkan untuk dipertanggungjawabkan. Bab V Pasal 26 (4) memuat beberapa bidang yang dapat dianggarkan, seperti tata ruang, lingkungan hidup, pengelolaan penduduk dan pemukiman, transportasi, industri dan perdagangan, serta pariwisata. Pariwisata sendiri secara khusus diatur lebih jelas dalam ayat 6 yang menyebutkan bahwa Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menjaga, mengembangkan, dan melindungi budaya masyarakat Betawi.

DKI Jakarta juga memiliki kasus khusus terkait dana kompensasi. DKI Jakarta menjadi satu-satunya daerah yang tidak menerima pembayaran dari Dana Penyaluran Umum (DAU). Sangat menarik sekali, sebab APBD-nya di DKI Jakarta bisa memenuhi kebutuhan negara itu sendiri. DKI Jakarta memiliki PAD, DBH dan rezim pajak sumber daya alam yang sangat besar. Misalnya, DBH pajak DKI Jakarta tahun 2018 menembus angka 12,5 triliun. Independensinya dihitung dari kebutuhan fiskal yang kecil, namun dengan penerimaan fiskal yang besar. DKI Jakarta dapat menerima pembayaran DAU bila jumlah kebutuhan fiskalnya yang dimintanya lebih besar dari penerimaan fiskal.

(Diah Ayu/VOI) 
(Diah Ayu/VOI) 

Absennya dana perimbangan khususnya DAU di Provinsi DKI Jakarta sudah berlangsung beberapa tahun. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), realisasi pendapatan Pemprov DKI Jakarta pada bagian DAU tahun 2015 hingga 2020 menunjukkan angka 0. Boedia Sotegwidodo, sebagai Dirjen Keuangan dan Akuntansi Kementerian Keuangan, mengatakan PAD DKI Jakarta, terutama DBH-nya, mencapai lebih dari Rp12,5 triliun (Fauzie, 2017). Bahkan, pada tahun 2021 DKI Jakarta dapat dikatakan telah mencapai empat kali lipat pendapatan daerah tahun 2018, yaitu Rp65,57 triliun atau 100,55% dari target (Mashabi, 2022). Mengingat wilayah geografis provinsi DKI-nya yang relatif kecil di Jakarta dibandingkan wilayah Indonesia lainnya, angka ini memang tinggi. Pada tahun yang sama, realisasi PAD-nya di Jawa Barat hanya sepertiga dari PAD-nya di DKI Jakarta, yakni Rp 25,06 triliun (Dihni, 2021).

Karena faktor inilah, dalam menghadapi fenomena tersebut, Provinsi DKI Jakarta belum mendapatkan Dana Alokasi Umum seperti daerah lain di Indonesia. Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan masih banyak daerah di Indonesia yang telah menerima DAU, namun dianggap belum memenuhi syarat untuk proses penerimaan. Proses ini dianggap sangat penting untuk merangsang dan memajukan ekonomi penduduk setempat (Oscar, 2016). Bedanya, APBD DKI Jakarta hanya menerima TKDD-nya dalam bentuk pendapatan transfer dari pemerintah pusat. Yakni, pendapatan dari badan pelaporan lain, seperti pemerintah pusat atau daerah otonom lainnya, sebagai bagian dari upaya desentralisasi keuangan. Penghasilan untuk DKI Jakarta termasuk dana perimbangan, seperti partisipasi pajak dan bagi hasil bebas pajak.

V. Kesimpulan

Sampai pada kesimpulan, berdasarkan pembahasan di atas, dapat dipahami bahwa pemikiran tentang keterkaitan antara masyarakat menengah dan juga daerah dalam ilmu sosial dalam negeri sangat vital dalam mengatur perekonomian suatu negara. Ide-ide yang dapat diterapkan dalam mengelola hubungan ini mewujudkan sistem otonomi daerah dan juga sistem pembangunan terbatas. Sistem otonomi daerah memberikan kewenangan yang lebih besar kepada pemerintah daerah dalam mengelola perekonomian di beberapa daerahnya, sehingga dapat meningkatkan potensi dan efektivitas pembangunan ekonomi di daerahnya. Namun demikian, cara ini juga memiliki kelemahan, terutama akan menimbulkan konflik kepentingan antara pemerintah pusat dan juga daerah yang dapat mengganggu pembangunan ekonomi nasional.

Sedangkan sistem event yang dimodifikasi adalah dimana pemerintah pusat memiliki kewenangan yang lebih besar dalam mengatur perekonomian seluruh daerah di tanah air. Cara ini dianggap lebih mudah dalam mengelola sistem keuangan karena akan mengembangkan rencana pembangunan yang terintegrasi dan mengelola alokasi sumber daya yang lebih efisien. Namun demikian, cara ini juga memiliki kelemahan, terutama akan memperkecil kewenangan pemerintah daerah dalam mengelola perekonomian di daerahnya dan menimbulkan ketimpangan pembangunan antar daerah.

Mencermati pembahasan dari studi kasus desentralisasi ekonomi DKI Jakarta, terlihat bahwa pelayanan pemerintahan daerah masih belum optimal bagi masyarakat karena masih terdapat beberapa kendala dalam pelaksanaan dan penerapan fiskal dari pemerintah daerah, yang dimana desentralisasi kewenangan pengeluaran diberlakukan lebih awal untuk mengakomodasi tekanan politik. Desentralisasi fiskal berimplikasi pada pergeseran hubungan kekuasaan pusat dan daerah sekaligus antar instansi di daerah. Adanya kebijakan desentralisasi fiskal  dan hubungannya dengan kontrol politik kepentingan elit adalah kecenderungan daerah untuk melahirkan daerah otonomi baru (DOB) yang pada dasarnya tidak mendukung kebutuhan dan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. orang pribumi, tetapi sebagai "sarana" untuk mendapatkan transfer bisnis dari tengah.

Untuk alasan ini, pemerintah. harus siap mengubah dan mengidealkan pemikiran hubungan antara pusat dan juga daerah sesuai dengan kebutuhan dan kondisi negara sehingga membuat pembangunan ekonomi yang seimbang dan merata di seluruh wilayah negara. selain itu, pemerintah. bahkan harus siap mengelola dengan baik kebijakan ekonomi yang dibuat oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah agar tidak terjadi benturan kepentingan yang dapat mengganggu pembangunan ekonomi dan kesejahteraan rakyat.

 

DAFTAR PUSTAKA

Caporaso, A, J., & Levine, D. P. (2015). Teori-Teori Ekonomi Politik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar .

Fahmi, S. (200). Upaya Menemukan Kesimbangan Hubungan Pusat dan Daerah. Jurnal Hukum No. 28 Vol. 12.

Kaho, R. (2012). Analisis Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah Di Indonesia. PolGov Fisipol UGM.

Mahi, B. R. (2005). Peran Pendapatan Asli Daerah di Era Otonomi Daerah. Jurnal Ekonomi Vol. 6 No. 1.

Manan, B. (1994). Hubungan Antara Pusat dan Daerah Menurut UUD 1945. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Romli, L. (2007). Potret Otonomi Daerah dan Wakil Rakyat di Tingkat Lokal. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Said, A. R. (2015). Pembagian Kewenangan Pemerintah Pusat Pemerintah Daerah Dalam Otonomi Seluasluasnya Menurut UUD 1945. Jurnal Ilmu Hukum Volume 9 No. 4.

Waluyo, J. (2007). Dampak Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Pendapatan antar Daerah di Indonesia. Wisma Makara-Kampus UI Depok.

Wirazilmustaan, S. M., Rahmat Robuwan, S., & Rio Armanda A, S. M. (2018). Konsep Hubungan Kewenangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah Dalam Bingkai Negara Kesatuan Dengan Corak Otonomi Luas. Jurnal Hukum Progresif: Volume XII/No.2.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun