Mohon tunggu...
Arif Triadi Utomo
Arif Triadi Utomo Mohon Tunggu... Seniman - Pelakon

Pegiat teater, pecinta film, dan pengagum seni budaya. email: ariptriadi18@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sabotase Kampanye Trump, People Power ala Generasi Z

27 Juni 2020   15:00 Diperbarui: 15 April 2021   00:04 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya sangat setuju dengan perkataan Mohamed Morsi yang berbunyi “There is no power above people power” (Tak ada kekuatan yang berada di atas kekuatan rakyat), dan itu berlaku juga untuk kekuatan rakyat pengguna internet atau sering disebut dengan istilah netizen.

Beberapa tahun belakangan ini, istilah tersebut telah meraih kepopulerannya sendiri seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi internet. Jumlah pengguna internet kian bertambah dan kebanyakan adalah mereka yang masih remaja atau biasa disebut dengan istilah generasi Z

Meskipun tidak sepenuhnya tepat jika penyebutan istilah netizen hanya ditujukan pada generasi Z saja, namun tidak dapat dipungkiri bahwa masyarakat pengguna internet memang didominasi oleh mereka.

Internet tampaknya telah menjadi panggung bagi para anak muda. Hal itu terlihat dari makin banyaknya berbagai platform yang sengaja diciptakan dan dipasarkan untuk para remaja, katakanlah seperti TikTok, Snapchat, Discord, dan lain sebagainya. 

Dengan begitu banyaknya jumlah anak muda yang menghuni dunia internet, membuat mereka seakan memiliki rasa persatuan yang baru dan tidak terbatas oleh perbedaan suatu bangsa. 

Maka dari itu, jika ada sesuatu yang dirasa dan disepakati sebagai “pengganggu”, mereka akan melancarkan pergerakan yang tidak main-main. 

Seperti kejadian baru-baru ini, dunia dihebohkan dengan perbuatan para pengguna TikTok dan penggemar K-Pop yang menyabotase kampanye Presiden AS, Donald Trump.

Sudah bukan menjadi rahasia umum lagi jika pamor Trump semakin jatuh di akhir masa jabatannya ini. Penyebabnya beragam, mulai dari kegagalannya dalam menekan laju penyebaran virus covid-19 dan menjadikan Amerika sebagai negara dengan jumlah pasien terbesar di dunia, hingga isu rasialisme yang baru saja terjadi dan menyebabkan kekacauan nasional. 

Dan baru-baru ini, yang makin membuat banyak orang geram adalah keputusan Trump untuk tetap mengadakan kampanye di Tulsa, Oklahoma di saat adanya peringatan Juneteenth. Kampanye tersebut juga dinilai melanggar protokol kesehatan.

Siapa yang mengira, jika kampanye tersebut akhirnya dikacaukan bukan oleh sekumpulan hacker sangar atau pendukung lawan politiknya, tetapi malah justru penggemar TikTok dan K-Pop yang bersatu menggagalkan acara tersebut. 

Acara kampanye tidak sepenuhnya gagal, dan tetap dilaksanakan sebagaimana mestinya. Hanya saja, kursi yang tadinya disiapkan untuk 19 ribu orang, pada saat kampanye berlangsung hanya diisi tak lebih dari 6 ribuan pendukung. 

Ternyata, para penggemar TikTok  dan K-Pop mengacaukan kampanye itu dengan beramai-ramai memesan tiket online namun tidak menghadirinya, sebagai bentuk protes pada Presiden AS tersebut.

Tentu saja nama baik TikTokers dan K-Popers langsung melambung tinggi setelah kejadian itu. Mereka yang tadinya cukup memiliki reputasi buruk di dunia internet, ternyata bisa bersatu untuk melakukan protes besar-besaran pada sosok yang mereka anggap tidak benar. 

Saya sendiri menganggap gerakan ini sebagai gerakan yang jenius, inilah people power mutakhir. Sudah tidak zaman lagi protes atau demo politik dilakukan dengan menggelar aksi di jalanan.

Toh jika dilihat seperti yang sudah-sudah, hal semacam itu malah menimbulkan permasalahan baru. Entah dimanfaatkan pihak tertentu untuk conflict of interest, ataupun dimanfaatkan mereka yang senang berbuat kacau dengan menjarah toko dan merusak fasilitas publik.

Kejadian sabotase kampanye Trump yang baru saja terjadi itu telah menunjukkan betapa besarnya kekuatan generasi Z dalam memasuki ranah politik. 

Tak ada yang bisa mengira terhadap apa saja yang kira-kira bisa mereka lakukan, karena pola pikir generasi Z tentu sangat berbeda dengan generasi boomer atau bahkan milenial sekalipun. Ditambah dengan pesatnya perkembangan internet membuat people power ala generasi Z menjadi kekuatan yang lebih besar.

Pertanyaannya, apakah ini menjadi gerakan pertama dan terakhir? Jawabannya jelas tidak. Malah, ini merupakan pemicu untuk gerakan yang lebih besar di masa mendatang. Dunia politik di seluruh dunia akan menjadi sangat berbeda saat generasi Z mulai ikut campur dengan cara mereka sendiri, yaitu melalui internet. 

Bukan berarti generasi Z menjadi ancaman bagi dunia politik, sama sekali tidak. Tetapi jika suatu saat ada tokoh politik penting yang sekiranya membuat banyak masyarakat kesal, siap-siap saja menerima people power seperti yang Trump sudah rasakan. Pertanyaan terakhir, apakah suatu saat di Indonesia juga akan mengalami kejadian serupa?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun