Mohon tunggu...
Arip Senjaya
Arip Senjaya Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, pengarang, peneliti

Pengarang buku, esai, dan karya sastra

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mayat Puisi dari Kematian Penyair

3 Januari 2023   19:18 Diperbarui: 3 Januari 2023   19:31 507
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di Perancis saya pernah mendengar istilah cadavre exquis. Secara kata ia berarti 'mayat yang aduhai'. Dan ia merupakan metode bagi penciptaan puisi, meski boleh saja ia pun digunakan untuk karya lain seperti seni rupa, teater, dll.

Metode ini membayangkan dunia sebagai tempat sampah dan kita selaku para seniman diminta memanfaatkan sampah-sampah itu dan lantas mendaurulangnya jadi karya. Kata-kata juga sampah tokh! Maka, penyair di abad ke-20 mengalami "kematian" karena gagasan tersebut selain menguatnya strukturalisme.

Kematian penyair di abad tersebut sebenarnya hanya kematian kecil, yakni matinya individu-individu, karena setelah itu puisi dapat dibuat oleh keroyokan.

Sebenarnya metode ini sangat seru. Misalnya kita ada lima orang, lalu masing-masing menyumbangkan sampah kata untuk didaur ulang. Saya menyumbang 'kentang', Opik menyumbang 'ular', Doni menyumbang 'awan', Dudi menyumbang 'daun', Anton menyumbang 'pintu', maka dapatlah kita susun jadi Pintu ular [di] awan daun kentang. Kata 'di' adalah tambahan saja. Atau Ular awan mendaun pintu, [dan matanya] kentang. Teruslah disusun-susun dan jadilah karya anonim lagi macam lagu-lagu dolanan. Cing ciripit/tulang bajing kajapit/kajapit ku bulu pare/bulu pare memencosna/dst.

Lagu-lagu dolanan pasti lagu yang dibuat bersama, dan ternyata abadi. Keabadian mungkin karena disebabkan dibuat bersama, ramai-ramai, dan penuh kenangan, karena setiap susunan dibuat dalam momen yang selalu dapat dikenang. Lalu generasi pertama yang pernah membuatnya mewariskan kepada setiap anak, lantas cucu, dan cicit.

Lalu puisi apa yang akan dihasilkan dalam kerja kolaborasi macam itu? Keith Holyoak menyebutnya puisi temuan  (found poetry). Menurut saya kalau kita tidak pandai menemukan hukum fisika macam Newton, kita rasanya bisa kok jadi para penemu puisi! Hore, mayat kita betapa aduhai! Disebut mayat karena dari kematian kata-kata. []

*) Gambar di atas adalah mayat puisi saya yang dihidupkan oleh Arman Jamparing Act Move. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun