Mohon tunggu...
Arip Senjaya
Arip Senjaya Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, pengarang, peneliti

Pengarang buku, esai, dan karya sastra

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Mau Menulis? Jangan Putus dari Suasana!

4 Juni 2022   08:28 Diperbarui: 4 Juni 2022   08:37 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat hari sudah berganti, apakah tulisan kemarin atau beberapa hari yang lalu masih dapat dilanjutkan pada hari ini? Jangankan menulis dari suasana, menulis objektif pun kita sebaiknya jangan lakukan, karena apa pun tulisan memang ditentukan oleh suasana yang tidak terputus. Kita yang kemarin bukan kita yang saat ini, kecuali sejak kemarin suasana belum berganti.

Apa yang dimaksud suasana, bukan suasana eksternal, itu hanya faktor yang mungkin turut serta menciptakan suasana sesungguhnya. Suasana mestilah berarti suasana batin. Semua suasana mengandung pengertian apa yang batin rasakan. Inilah titik pertama keberangkatan menulis.

Orang mungkin membutuhkan suasana yang turut menciptakan itu, dengan musik, dengan alkohol, dengan tembakau, bahkan dengan peristiwa sosial yang diciptakan macam putus dari pasangan dengan sengaja, dan apa pun itu, itu hanya cara untuk menciptakan suasana. Tapi sebaiknya kita dapat memasuki suasana tidak dengan semua itu. Kehidupan kita masing-masing sudah merupakan suasana masing-masing.

Kau mungkin dapat melihat ke luar jendela dan menatap ke arah batinmu. Kau mungkin dapat membuka halaman pertama sebuah novel dan membaca batinmu. Kau mungkin dapat mendengar sepotong instrumen dan dapat mendengar nyanyian batinmu. Kau mungkin dapat melihat, mencium, dan menghirup kopi dan dengan serta-merta melihat, mencium, dan menghirup batinmu sendiri.

Kesertamertaan tidak mudah didapatkan, perlu kebiasaan membaca batin belaka. Menulis, memang aktivitas membaca batin, bahkan jika itu tulisan ilmiah. Batin adalah alat timbang untuk pekerjaan objektif.

Aku tahu mengapa seseorang menulis matematika, karena batinnya berpihak pada matematika. Aku juga tahu mengapa seseorang menulis fisika, karena batinnya bersama fisika juga. Aneh benar jika seorang penyair menulis dengan teori orang lain tanpa melihat batinnya sendiri. Aneh benar jika artikel ilmiah di sebuah jurnal ditulis tanpa keterlibatan batin penulisnya sendiri.

Menulis apa pun, pada dasarnya adalah menjaga suasana batin. Terlepas sedikit saja dari suasana itu, kita akan bekerja di atas kata-kata, bukan bersama kata-kata. Kita akan menjadi editor teknis untuk kata-kata kita sendiri. Kita berjarak dan lantas terasing dengan diri sendiri. Kita akan jadi orang lain bagi kita masing-masing.

Itu sebabnya benarlah menulis itu mesti dengan cinta, cinta pada suasana yang mengharu-biru batin kita, hingga nalar, darah, nafas, semua bekerja untuk titik berangkatnya sendiri. []

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun