"Ditimang senja Citarum, angin menyisir Windu Wayang, ke pelataran air dengan hati hangat....selalu hangat dalam renungan, rebah di punggung bukit berselimut matahari dan kabut....setelahnya Situ Cisanti terngiang dalam ingatan". Terlintas luapan kata dalam benak tentang jengkal tanah Depati Ukur, diketinggian Bandung, semua yang terlihat nampak sejuk di mata.
Sore itu rombongan kantor berkumpul di Citarum 0 km. Suara anjing menyalak dan semaian vetiver muda pada bibir danau menjadi pemandangan yang susah dilupakan, berjalan menyusuri rimbunan pohon lalu mengikuti alur setapak menuju hulu sungai Citarum yang melegenda, ada baiknya untuk singgah dan melihat fosil kayu yang telah menjadi batu di mata air Citarum dan Cikahuripan, lalu berjalan memutar 360 derajad menuruti sumber air purba, rasanya ingin duduk berlama lama di bawah pohon siprus, menunggu malam menukar hari.
Menjadi Kawasan Strategis Nasional (Kawasan Perkotaan Jabodetabekpunjur, Cekungan Bandung) dan Kawasan Andalan (Kawasan Andalan Perkotaan Jakarta, Bogor-Puncak-Cianjur, Purwakarta-Subang-Karawang, Cekungan Bandung), berdasarkan RTRW Nasional dan RTRW Pulau Jawa, wilayah Sungai Citarum melampaui 10 kabupaten dan 2 kota dan memegang makna vital bagi masyarakat pemanfaat Jawa Barat dan DKI Jakarta sebanyak 27,5 juta. Sungai Citarum merupakan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) 1880 MW, sebagai sumber air minum penduduk Jakarta sebanyak 80 % serta mengairi lahan pertanian seluas 420.000 ha.
Seiring bergulirnya masa, Citarum dibebat permasalahan serius dan memerlukan penanganan komprehensif. Tersebut dalam Washington Post sebagai sungai terkotor di dunia pada bulan Maret 2017, hal tersebut menjadi kenyataan pahit yang tidak dapat dinegasikan. Secara umum terdapat empat permasalahan utama dan selanjutnya secara detail dapat diurai ke dalam 11 permasalahan.
Masalah pertama, kerusakan hutan sebagai implikasi alih fungsi kawasan hutan yang diubah menjadi perkebunan atau persawahan serta pemanfaatan lahan yang berlebihan di DAS Citarum menyebabkan penurunan kualiatas sungai Citarum. Data lahan kritis pada tahun 2013 menyebutkan bahwa yang masuk kategori sangat kritis adalah 2.692,09 Ha, kritis 76.976,16 Ha, agak kritis 188.302,56 Ha, dan potensial kritis 191.120,55 Ha.
Masalah Kedua, erosi dan sedimentasi. Akibat erosi di wilayah hulu, terjadi sedimentasi dan pendangkalan pada wilayah hilir. Dampak langsung dari erosi dan sedimentasi ini adalah banjir di wilayah cekungan Bandung (kota dan kabupaten Bandung).
Masalah Ketiga, adanya pembuangan limbah industri. Sebanyak 3.236 industri tekstil, 90 % diantaranya tidak memiliki IPAL; 280 ton limbah kimia per hari serta limbah medis (HIV); di lain hal kadar mercuri dalam ikan budidaya (lele dan ikan mas) di sungai Citarum jauh melebihi ambang batas aman; lebih lanjut kandungan logam berat (besi dna mangaan) pada DAS Citarum juga melebihi ambang batas aman.
Masalah Keempat, pembuangan limbah domestik. Sampah padat organik dan non organik diperkirakan mencapai 20,4 ribu ton/hari dengan 71 % tidak terangkut; kotoran manusia dan ternak masing-masing mencapai 35 ton dan 56 ton/hari. Dampak seriusnya adalah jumlah bakteri E. Coli yang melebihi batas aman, saat ini ditemukan bakteri Pseudomonas Aeruginosa penyebab radang selaput mata, otak dan kemih yang memiliki kekebalan terhadap banyak antibiotik.
Dengan deretan permasalahan yang tersebut diatas, mustahil rasanya dapat ditangani oleh satu kelembagaan dan dikerjakan secara spartan. Sebagaimana telah viral di media sosial Presiden Joko Widodo menjawab tantangan seorang penggiat lingkungan Gary Bencheghib sebagai Founder of Make a Change Worlduntuk membuat Citarum bersih dari sampah 7 tahun lagi. Pemerintah Pusat, dalam hal ini Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman seyogyannya mendorong pencanangan penataan Sungai Citarum melalui payung hukum berupa Peraturan Presiden untuk menyinergikan dan mengoordinasikan Kementerian/ Lembaga, TNI, POLRI, Pemerintah Daerah dan stakeholders lainnya dalam bentuk satuan tugas/Task Force.
Pelaksanaan pengelolaan DAS Citarum adalah base on sector oriented karena karakteristik permasalahan pada tiap sektor berbeda, utamanya dari hulu, tengah dan hilir. Masing-masing sektor dituntut berperan aktif terhadap penanganan secara komprehensif untuk menjawab 11 problematika yang ada dengan gambaran umum meliputi rencana aksi penyelesaian masalah sebagai berikut:
1. Kerusakan kawasan hutan di daerah aliran sungai. Rencana aksinya dapat dilaksanakan melalui: