Indonesia adalah negeri yang diberkahi dengan bentang alam yang sangat impresif, dengan kekayaan sumber daya alam dan budaya yang luar biasa dan tersebar di berbagai wilayah tanah air, meliputi unsur-unsur Keragaman Geologi (Geodiversity), Warisan Geologi (Geoheritage), Keanekaragaman Hayati (Biodiversity) dan Keragaman Budaya (Cultural Diversity) yang terkemuka, maka sudah selayaknya dikelola secara berkelanjutan melalui konsep Geopark (Taman Bumi).
Eksistensi Geopark sebagaimana dimaksud seyogyanya dapat dilestarikan, dikembangkan dan dimanfaatkan sebagai laboratorium alam dan destinasi pariwisata yang membutuhkan dukungan lintas sektor serta keilmuan bersifat multi disiplin dengan tetap menjaga konservasi sumber daya alam dan budaya, mengembangkan pendidikan dan pengetahuan, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan memerhatikan kearifan lokal.
Koheren dengan hal tersebut, maka urgensi sistem pengelolaan yang dapat dijadikan landasan dalam rangka pengembangan, penetapan, pembinaan, dan pengawasan dinilai begitu tinggi dan harus obvius.
Bersamaan dengan diselenggarakannya kegiatan penguatan kerjasama regional untuk mempromosikan Pembangunan Geoparks Global UNESCO di Kawasan Asia dan Pasifik di China 20 September 2017, beberapa negara di kawasan Asia Pasifik mulai gencar mengoptimalkan geopark yang ada dalam wilayahnya sebagai daya tarik wisata dan pusat pertumbuhan ekonomi berbasis masyarakat lokal secara lumintu. Berdasarkan hal tersebut, maka Indonesia perlu segera berbenah, mengakselerasi pewujudan payung hukum pengembangan geopark di Indonesia yang selama ini belum tertangani dengan optimal.
Saat ini Indonesia telah memiliki 2 UNESCO Global Geopark yaitu Batur UGG yang menjadi sejarah dinamika fenomena vulkanisme selama ribuan tahun caldera di caldera dan Gunung Sewu UGG dengan nilai estetika tinggi tropic landscape karst berbentuk kerucut di bagian selatan Jawa yang berkaitan erat dengan geodiversity dan endemik flora fauna, ekosistem serta keragaman budaya yang menjadi warisan bumi dalam sejarah 40 juta tahun lalu.
Sedangkan geopark nasional terdapat pada 4 lokasi yaitu Ciletuh Palabuhan Ratu, Merangin Jambi, Toba Kaldera dan Rinjani Nusa Tenggara Barat. Saat ini juga telah ada 16 kandidat geopark yang tersebar dibeberapa lokasi meliputi Maros Pangkep, Raja Ampat, Bromo, Ijen, Dieng, Tondano, Flores, Tambora, Karang Sambung, Pongkor, Lembah Harau, Sangkurilang, Toraja, Kelimutu, Belitung dan Pangandaran yang menunggu untuk diasistensi menuju level geopark setingkat diatasnya.
Setiap negara yang telah memiliki UGG maka harus memiliki Geopark Network. Sebagai contoh China Geopark National dikelola oleh Kementerian Lingkungan Hidup. Sementara itu dinegara lain seperti Japan Geopark Network adalah lembaga non pemerintah yang bekerjasama dengan pemerintah. Dalam hal ini Indonesia akan meniru model penanganan yang mana, diperlukan kajian yang mendalam dan komprehensif.
Indonesia belum memiliki payung hukum terkait penanganan geopark. Kandidat Geopark/ Aspiring pada mulanya belum terdapat ketentuannya, hingga Kementerian Pariwisata dan Kementerian ESDM menginisiasi dengan ditandatangani Kepala Badan Geologi dan Dirjen Pariwisata melalui penetapan beberapa SK geopark. Â
Namun demikian saat ini upaya penanganan geopark mengalami stagnasi, atas dasar hal itu selanjutnya Kemendikbud menjadi perwakilan untuk mendatangkan acessordll. Â Guna mendorong optimalisasi penanganan, berdasarkan urgensi pengembangan geopark yang menyangkut 3 sektor utama meliputi ESDM, Pariwisata dan Pendidikan maka perlu penunjukkan koordinator dengan tugas dan fungsi lintas sektoral.
Koheren terhadap urgensi payung hukum geopark di Indonesia, maka beberapa persoalan yang harus diperhatikan kedepan adalah bagaimana konsep pengembangan Geopark di Indonesia, bagaimana tata cara pengusulan dan penetapan leveling Geopark di Indonesia, bagaimana kelembagaan serta pembinaan dan pengawasan dalam pengembangan Geopark di Indonesia.Â
Inisiasi dan akselerasi pewujudan regulasi dalam rupa Peraturan Presiden dirasakan begitu mendesak, terlebih banyaknya negara di kawasan Asia Pasifik yang mulai berbenah meningkatkan upaya optimalisasi geopark sebagai sumber devisa negara yang tentunya tidak sedikit. Dalam hal ini, Kementerian Koordinator yang mengoordinasikan kewenangan lintas sektoral meliputi Kementerian ESDM, Kementerian Pariwisata serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam pengelolaan geopark, perlu didorong secara nyata dalam mempercepat upaya pewujudan regulasi organik sebagaimana dimaksud.