Mohon tunggu...
Arif Rahman
Arif Rahman Mohon Tunggu... lainnya -

wong ndeso menyang kutho...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kualitas Guru: Linieritas Pendidikan dengan Sertifikasi Guru pada Kementerian Agama

25 Januari 2017   08:54 Diperbarui: 25 Januari 2017   09:05 10716
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Semenjak diterbitkannya dan dilaksanakannya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, maka profesi sebagai guru menjadi semakin menarik di Masyarakat. Dalam Undang-Undang tersebut pada Pasal 16 ayat (1) disebutkan bahwa pemerintah memberikan tunjangan profesi kepada guru yang telah memiliki sertifikat pendidik yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan dan/atau satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat.

Adanya jaminan Undang-Undang terkait besaran dana pendidikan membuat pembayaran terhadap tunjangan profesi guru dapat berjalan dengan relatif lancar. Pada Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 49 ayat (1) disebutkan bahwa Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Tunjangan profesi sebagaimana diberikan setara dengan satu kali gaji pokok bagi guru PNS yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama. Sedangkan untuk guru Non PNS diberikan tunjangan profesi sebesar satu juta lima ratus ribu rupiah per bulan. Selain itu bagi guru Non PNS yang memenuhi syarat akan dilakukan inpassing, sehingga memperoleh tunjangan setara dengan satu kali gaji pokok guru PNS dengan golongan dan pangkat yang sama.

Meskipun tunjangan profesi guru non PNS nilainya belum bisa dianggap besar, namun kepastian dan jaminan pembayaran dari pemerintah membuat banyak masyarakat meliriknya. Akibatnya persepsi masyarakat terhadap profesi guru juga berubah. Masyarakat telah mensejajarkan antara profesi guru dengan profesi-profesi lainnya. Dimana sebelumnya, masyarakat memandang profesi guru lebih rendah dibandingkan dengan profesi lain dengan melihat tingkat kesejahteraannya. Saat ini profesi guru sangat diminati oleh masyarakat, salah satu indikatornya adalah jumlah peminat pada universitas yang menghasilkan guru setiap tahun mengalami peningkatkan yang signifikan.

Menjadi guru di lingkungan Kementerian Agama menjadi incaran oleh sebagian besar lulusan sarjana pendidikan. Hal ini disebabkan karena mudahnya sarjana lulusan baru masuk menjadi guru, khususnya di madrasah swasta yang jumlahnya lebih banyak dari madrasah negeri. Selain itu proses sertifikasi guru Non PNS di lingkungan Kementerian Agama memang relatif lebih mudah dan lebih cepat dibandingkan sertifikasi di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Dirjen Pendidikan Islam Kamaruddin Amin menyampaikan bahwa jumlah total guru pada Kementerian Agama sampai dengan Desember 2015 mencapai angka yang fantastis, yakni 1.100.238 orang, dengan rincian guru PAI sebanyak 232.415 dan guru Madrasah sebanyak 813.590. Jumlah guru yang sudah tersertifikasi mencapai 565.392, dengan rincian sertifikasi guru Madrasah sebanyak 387.749, sertifikasi guru PAI sebanyak 168.355. Adapun guru yang belum tersertifikasi, berjumlah 534.846 orang.

Sayangnya dari seluruh guru Kementerian Agama baik PNS maupun non PNS yang telah mempunyai sertifikat pendidik dan menerima tunjangan profesi guru, belum seluruhnya mempunyai ijazah S-1 yang linier dengan sertifikat guru yang diperoleh. Berdasarkan hasil audit Tahun 2015 yang telah dilakukan penulis, paling tidak terdapat 10% guru yang mengajar tidak sesuai latar belakang pendidikannya (mismatch), meskipun sudah sesuai dengan sertifikat pendidik yang dimilikinya.

Padahal menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik Dan Kompetensi Guru disebutkan bahwa Kualifikasi Akademik Guru minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1) program studi yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan/diampu, dan diperoleh dari program studi yang terakreditasi. Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru Pasal 5 ayat (1) Kualifikasi Akademik Guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) ditunjukkan dengan ijazah yang merefleksikan kemampuan yang dipersyaratkan bagi Guru untuk melaksanakan tugas sebagai pendidik pada jenjang, jenis, dan satuan pendidikan atau mata pelajaran yang diampunya sesuai dengan standar nasional pendidikan.

Namun pada pelaksanaannya timbul asumsi umum bahwa yang penting guru sudah memiliki ijazah S-1 atau D-IV, maka guru tersebut berhak mengikuti sertifikasi. Ada beberapa pihak terkait dengan pelaksanaan sertifikasi guru yang lalai tentang adanya pasal kesesuaian antara kualifikasi akademik guru dengan mata pelajaran yang diampu. Pihak-pihak tersebut adalah pihak Madrasah yang mengusulkan nama guru, pihak Kementerian Agama Kabupaten/Kota yang mengirimkan daftar peserta sertifikasi dan pihak perguruan tinggi selaku penyelenggara sertifikasi guru. Pihak-pihak tersebut hanya mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru Pasal 4 ayat (2) Program pendidikan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya diikuti oleh peserta didik yang telah memiliki Kualifikasi Akademik S-1 atau D-IV sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

Meskipun demikian pembayaran tunjangan profesi guru yang mismatch tetap dibayarkan, karena persyaratan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru Pasal 15 ayat (1) huruf c. hanya mempersyaratkan mengajar sebagai Guru mata pelajaran dan/atau Guru kelas pada satuan pendidikan yang sesuai dengan peruntukan Sertifikat Pendidik yang dimilikinya. Akibatnya demi mengejar tunjangan profesi guru terjadi kasus guru yang lebih memegang teguh untuk mengajar sesuai sertifikat pendidiknya, bukan sesuai ijazah -1 atau D-IV yang dimilikinya.

Kasus ini menimpulkan polemik tersendiri, dimana sangat wajar bagi guru ingin mendapatkan tunjangan profesi sebagai sumber penghasilannya. Namun disisi lain bagaimana kualitas guru dapat dipertanggungjawabkan, apabila mengajarkan mata pelajaran yang tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Hasil kuliah selama lima tahun dikalahkan dengan kegiatan sertifikasi yang hanya dilaksanakan selama dua minggu.

Memang ada masalah lain yang menyebabkan terjadinya mismatch, yaitu ketersedian jumlah guru mata pelajaran yang tidak merata untuk masing-masing mata pelajaran. Berdasarkan hasil audit yang dilaksanakan penulis pada tahun 2015, memang masih banyak guru dengan ijazah dari rumpun Pendidikan Agama Islam, sehingga para guru tersebut terpaksa mengajar mata pelajaran lain yang tidak sesuai dengan ijazahnya. Selanjutnya para guru tersebut mengikuti program sertifikasi sesusai dengan mata pelajaran yang diampunya, meskipun tidak sesuai dengan kualifikasi akademiknya.

Pedoman pelaksanaan sertifikasi yang ada, yaitu Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan  Nomor 5 Tahun 2012 tentang Sertifikasi Bagi Guru Dalam Jabatan dan Keputusan Dirjen Pendidikan Islam Nomor 671 Tahun 2015 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Sertifikasi Bagi Guru Raudhlatul Athfal dan Madrasah Dalam Jabatan Tahun 2015 hanya mempersyaratkan guru peserta sertifikasi memiliki Kualifikasi Akademik S-1 atau D-IV, tidak menegaskan adanya keharusan untuk mengajar sesuai dengan latar belakang pendidikannya.

Peraturan tentang beban kerja guru yang diterbitkan Kementerian Agama yaitu Keputusan Menteri Agama Nomor 103 Tahun 2015 tentang Pedoman Beban Kerja Guru Madrasah yang Besertifikat Pendidik hanya menetapkan kewajiban guru bersertifikat untuk mengajar mata pelajaran sesuai dengan sertifikat pendidiknya.

Untuk mengatasi masalah tersebut, Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan sudah menerbitkan Peraturan Nomor 62 Tahun 2013 tentang Sertifikasi Guru Dalam Jabatan Dalam Rangka Penataan Dan Pemerataan Guru dimana dalam Pasal 2 ayat (1) disebutkan Guru dalam jabatan dapat dipindahkan antar satuan pendidikan, antar jenjang, dan antar jenis pendidikan, antar kabupaten/kota atau antar provinsi. Penyebab pemindahan guru berdasarkan ketentuan ayat (2) yaitu Pemindahan guru sebagaimana dimaksud ayat pada (1) pada bidang tugas yang baru didasarkan pada latar belakang sertifikasi atau kualifikasi akademik yang dimilikinya. Sesuai dengan ayat (3) Guru yang dipindahkan pada bidang tugas yang sesuai dengan latar belakang kualifikasi akademik tetapi tidak sesuai dengan latar belakang sertifikat pendidiknya wajib mengikuti sertifikasi sesuai dengan bidang tugas baru yang diampunya. Dalam Pasal 5 ayat (2) disebutkan bagi guru yang belum memiliki sertifikat pendidik sesuai dengan bidang tugasnya setelah 2 (dua) tahun sejak pindah tugas mengajar pada bidang tugas yang baru, maka akan dihentikan pembayarannya tunjangan profesinya.

Selain itu bagi para guru yang ingin tetap mengajar sesuai sertifikat pendidikanya meskipun tidak sesuai latar belakang pendidikannya, dapat menempuh jalur kuliah lagi mengambil jurusan sesuai dengan mata pelajaran yang diampunya. Kuliah pindah jalur biasanya menempuh waktu yang lebih singkat dari kuliah reguler, sekitar dua tahun sudah dapat menyelesaikan kuliahnya.

Segala aturan terkait yang telah diuraikan di atas seharusnya dipahami dan dipedomani oleh seluruh pihak yang terkait kegiatan sertifikasi. Mulai dari guru sebagai objek sertifikasi, Kepala Madrasah, Kepala Kementerian Agama Kabupaten/Kota selaku pihak yang mengirimkan peserta sertifikasi dan melakukan pembayaran Tunjangan Profesi Guru, Pimpinan Perguruan Tinggi penyelenggara Sertifikasi, maupun pihak Dirjen terkait sebagai regulator.

Untuk lebih meningkatkan dan menjamin kualitas guru, diharapkan Menteri Agama dapat menerbitkan aturan yang lebih tegas terkait kewajiban guru untuk mengajar sesuai latar belakang pendidikannya sebagai persyaratan mengikuti sertifikasi maupun sebagai persyaratan pencairan tunjangan profesi guru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun