Rencana pemindahan ibu kota negara bukan lagi hal yang baru bagi kita, terutama dengan disahkannya UU nomor 3 tahun 2022 tepatnya pada 18 januari 2022 tentang Ibu kota negara. Dalam UU tersebut diberikan gambaran tentang tahapan-tahapan dalam pembangunan ibu kota negara yang diberi nama NUSANTARA tersebut.
Pemindahan ibu kota negara ini tentunya bukan tanpa alasan, ada banyak sekali aspek yang menuntut untuk dilakukannya pemindahan IKN ini. Dilansir dari buku saku pemindahan ibu kota negara, ada beberapa aspek yang menjadi urgensi pemindaahan ibu kota negara, mulai dari aspek geografis atau wilayah jawa yang semakin dilanda krisis dan rawan bencana, pertumbuhan ekonomi yang terbilang sangat timpang dengan pulau lain, jumlah penduduk yang semakin padat, hingga ke aspek pemerataan pembangunan dan perekonomian, dan lain sebagainya.
Dengan semua urgensi tersebut, diharapkan pemindahan ibu kota negara menjadi solusi untuk masalah-masalah tersebut. Untuk lebih jelasnya mari kita simak penjelasan berikut.
Persebaran penduduk dipulau Jawa yang terlalu padat.
Dilansir dari berita resmi yang beredar dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada 21 Januari 2021, persentasi persebaran penduduk di pulau Jawa sudah mencapai angka 56,10 persen atau 151,59 juta penduduk. Bahkan pada 2017, kota Jakarta tercatat sebagai urutan ke-9 dari 10 kota terpadat di dunia. Persentase persebaran penduduk tersebut juga tidak sebanding dengan luas wilayah jawa yang hanya sebesar 7 persen dari luas seluruh wilayah Indonesia. Sementara pulau Sumatera dengan luas lebih dari 3 kali luas pulau Jawa memiliki persebaran penduduk sebanyak 22,1 persen atau sekitar 58,45 juta jiwa. Sedangkan pulau Kalimantan dengan luas lebih dari 4 kali luas pulau Jawa hanya memiliki persebaran penduduk sebanyak 6,1 persen atau 16,23 juta jiwa dan pulau-pulau lainnya memiliki persentase penduduk dibawah 10 persen.
Dengan dipindahkannya ibu kota negara, maka kejomblangan persebaran penduduk tersebut akan dapat diatasi secara perlahan, terutama dengan diubahnya konsentrasi pembangungan ekonomi dan infrastruktur dari Jawa sentris menuju Indonesia sentris.
Mengurangi kesenjangan dan ketimpanganÂ
Pembangunan yang selama ini terkesan Jawa sentris telah menciptakan begitu banyak ketimpangan dan kejomblangan antara pulau Jawa dengan pulau-pulau lainnya di Indonesia. Mulai dari pembangunan perekonomian, infrastruktur hingga pembangunan SDM.
Kontribusi ekonomi pulau Jawa terhadap produk domestik bruto (PDB) mencapai 58,48 %, sementara dari Pulau Sumatra mencapai angka 22,03%, dan kalimantan hanya 9,09%. Perbedaan angka tersebut sudah sangat menunjukkan ketimpangan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi antara pulau Jawa dengan pulau-pulau lainnya di Indonesia. Dengan kekuatan ekonomi sebesar itu, tidak mengherankan jika pulau Jawa selalu mengalami pertambahan jumlah penduduk yang signifikan. Jika tidak segera diatasi, hal ini akan terus membawa dampak buruk terhadap kehidupan masyarakat di pulau Jawa.
Dengan pemindahan ibu kota negara ini, pemerintah mengupayakan adanya pemerataan dalam pembangunan perekonomian, infrastruktur dan juga pemerataan persebaran penduduk.
Mencegah terjadinya bencana dan menanggulangi krisis
Tingginya tingkat kepadatan di pulau jawa bukan hanya menimbulkan masalah dalam hal perekonomian maupun pembangunan, namun juga meningkatkan potensi terjadinya berbagai  bencana, khususnya banjir, yang sudah sering terjadi di pulau jawa, khususnya di kota Jakarta dan kota padat pendudul lainnya. Selain itu, beratnya beban dipulau jawa disebut menyebabkan turunnya dataran di jawa, sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa daerah-daerah yang dekat dengan laut akan tenggelam secara perlahan, termasuk kota Jakarta.
Dikutip dari website pemerintah provinsi Kaltim, masalah lain yang akan semakin memburuk di Jawa khususnya daerah Jabodetabek adalah menjamurnya permukiman kumuh serta sungai-sungai yang masih menjadi toilet terpanjang di dunia. Selain itu di Jawa khususnya Jabodetabek dan Bali semakin lama semakin mengalami krisis air bersih parah, hal ini tentu akan menimbulkan ancaman-ancaman lainnya, terutama untuk kesehatan masyarakat.
Isu tentang tenggelamnya kota Jakarta sebenarnya bukan lagi isu yang baru. Banyak kajian yang menyatakan bahwa setiap tahunnya Jakarta terus mengalami penurunan permukaan tanah 10-12 cm. Bahkan isu tenggelamnya Jakarta telah menjadi isu internasional, hal itu terjadi semenjak Joe Biden dalam pidatonya di kantor direktur intelijen nasional AS tentang perubahan iklim pada Selasa (27/7/21), menyebutkan adanya prediksi bahwa Jakarta akan tenggelam dalam 10 tahun ke depan.
Adapun faktor lain yang mendorong dilakukannya pemindahan ibukota negara adalah untuk menempatkan posisi ibu kota tepat berada di posisi sentral Indonesia. Selama ini posisi ibu kota negara berada pada posisi lebih condong ke sebelah barat Indonesia, begitu juga dengan pembangunan perekonomian dan infrastrukturnya yang lebih condong ke wilayah barat. Hal tersebut juga menjadi alasan penting dibangunnya IKN di Kalimantan Timur, dikarenakan posisi Kaltim yang posisinya tepat berada di tengah kepulauan Indonesia, sehingga tidak terlalu jauh dari barat ke timur maupun timur ke barat.
Menteri dalam negeri, sekaligus mantan Kapolri Tito Karnavian, dalam pidatonya menjelaskan aspek lain yang menjadi permasalahan, yakni keamanan/security . Di Jakarta, keamanan istana negara semakin lama semakin terancam, hal ini di karenakan isu-isu yang terjadi di pulau jawa khususnya daerah Jakarta semakin rawan terjadi hingga menimbulkan bentrok, selain itu jarak istana negara dengan jalan umum sangat dekat, sehingga rawan untuk terdampak apabila terjadi bentrok atau demonstrasi di sekitar istana negara. Dengan pindahnya ibu kota negara, diharapkan keamanan istana presiden maupun kantor pemerintahan lainnya di ibu kota negara akan semakin kondusif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H