Mohon tunggu...
Arip Imawan
Arip Imawan Mohon Tunggu... Pengacara - Arip seorang Lawyer, Blogger, Traveler

semakin bertambah ilmuku maka semakin terlihatlah kebodohanku

Selanjutnya

Tutup

Politik

RUU HIP, PKS dan PDIP "Panen"?

28 Juni 2020   17:45 Diperbarui: 28 Juni 2020   17:38 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

RUU HIP yang memantik reaksi masyarakat luas kian tak terbendung, RUU yang dianggap mendowngrade Pancasila tersebut membuat lapisan masyarakat nasionalis religius dan prnawirawan TNI bersatu satu suara TOLAK RUU HIP. 

Sudah banyak pakar hukum yang menyayangkan adanya pembahasan RUU HIP tersebut. Para pakar hukum menyatakan bahwa RUU HIP secara naskah akademik tidak layak untuk dijadikan UU, karena RUU HIP justru akan memenjarakan Pancasila dalam sebuah UU dan RUU HIP disinyalir sebagai pintu masuknya paham terlarang komunis Marxisme dan leninisme. 

Pasca demo besar-besaran di gedung MPR DPR RI para pendemo menolak RUU HIP dan adanya insiden pembakaran bendera PDIP  yang membuat PDIP akan memproses hukum bagi pembakar bendera PDIP, jagad media pun ramai tagar tolak RUU HIP, tagar tangkap Mega, tagar bubarkan PDIP dan bahkan ada petisi pembubaran PDIP sebagai partai anarkis dan petisinya sudah tembus 100 ribuan tanda tangan petisi. (Sumber)

Maraknya penolakan RUU HIP menjadi berkah tersendiri bagi PKS, partai Islam yang getol menolak adanya RUU HIP banjir dukungan masyarakat luas. Sebaliknya PDIP jadi bulan-bulanan hujatan massa karena dianggap sebagai pengusul lahirnya RUU HIP tersebut. Keduanya sedang panen, PKS panen dukungan sedangkan PDIP panen hujatan. (Sumber)

Kalau kita flashback dalam kurun 10 tahun terakhir ini, seolah ada pertarungan antara merah dan putih. Ketika ada Isyu radikalisme terorisme khilafah selalu yang jadi korban umat Islam, jejak digital bisa kita telusuri bersama, bahkan PKS yang merupakan partai sah di negeri ini ketika ada Isyu radikalisme terorisme khilafah selalu dikait-kaitkan padahal fakta dan sejarah partai putih ini tidak sekalipun terlibat dalam radikalisme terorisme dan khilafah. 

Masih ingat Faisal Asegaf dan kawan-kawan nya mengatasnamakan progres 98 menuntut pembubaran PKS ditahun 2018 dengan maksud menenggelamkan PKS agar tidak masuk parlemen di 2019. 

Bahkan jejak digital pun mencatatkan kantor-kantor PKS dari pusat hingga daerah-daerah jadi luapan pendemo yang mengatasnamakan rakyat cinta NKRI agar PKS dibubarkan karena mendukung radikalisme terorisme dan khilafah. 

Dan apa yang terjadi? PKS justru suaranya naik signifikan pada pemilu 2019 dan bisa mewarnai perdebatan dalam pembahasan RUU HIP dan satu-satu nya parpol yang menolak RUU HIP yang dianggap membahayakan ideologi negara dan Perpu Covid-19 yang dianggap berbahaya bagi keuangan negara. Ketika RUU HIP ditolak masyarakat luas dimana posisi Faisal Asegaf dan kawan-kawan yang teriak saya pancasila saya Indonesia saat ini? (Sumber)

PDIP dengan tageline nya partainya wong cilik dikuyo-kuyo semasa orde baru dimasa reformasi menuai panen hasil buah dari kesabarannya, dalam 10 tahun terakhir menjadi partai pemenang pemilu dan menempatkan kadernya jadi orang nomor 1 di Indonesia, dan puncaknya pemilu 2019 baik legislatif dan eksekutif diborong semua, presiden dan ketua DPR RI nya pun kader PDIP klop sudah kekuasaan yang super power, apalagi didukung dengan koalisi gemuk 7 partai pendukung dalam pemerintahannya, tinggal PKS dan Demokrat yang beroposisi murni. 

Maka tak heran dalam kurun 6 tahun banyak UU dan perpu lahir dan kebijakan yang kontroversi mulai dari naiknya BBM, TDL, ekonomi merosot, ketimpangan hukum seolah sambil lalu tanpa ada yang meributkan karena dari perlemen kurang perlawanan karena voting yang jadi acuan siapa suara terbanyak dia yang menang. 

Dipuncak kekuasaannya, kini PDIP jadi sorotan, mengklaim partai yang Pancasilais justru sebagai pengusul RUU HIP yang mendowngrade Pancasila, memakai jargon partainya wong cilik namun fakta dilapangan tidak pro wong cilik, beragam subsidi dihapus, banyaknya impor, sulitnya lapangan kerja, mahalnya biaya pendidikan dan kesehatan itulah kenyataan yang dirasakan rakyat saat ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun