Kebijakan pengecualian PPN 12 % hanya untuk barang dan jasa berspesifikasi mewah sebenarnya sudah ada sejak 2019 namun nyatanya tetap saja menyasar pada semua komoditas yang dikonsumsi masyarakat bawah,
Sehingga dapat disimpulkan akan terjadinya inflasi, dan akan mempengaruhi, naiknya harga barang pokok, lemah nya daya beli masyarakat, penurunan standar hidup, kenaikan angka pengangguran dan lain-lain.
Ditambah lagi kenaikan PPN 12% tidak didukung dengan kenaikan upah minimun propinsi (UMP) hal tersebut justru akan memperburuk psikologis masyarakat,
Belum lagi sistem pengawasan pasar yang masih belum maksimal sehingga akan berpotensi terjadi kenaikan harga bahan-bahan pokok di pasaran yang dilakukan oleh makelar-makelar pasar yang hanya ingin memperoleh keuntungan sepihak dari masyarakat.
Lagi dan lagi masyarakat kecil yang akan dirugikan,
Apa sebenarnya urgensi pemerintah menaikan PPN 12% ?
Jika kemudian hal tersebut mengacu pada amanat Undang-undang No.7 tahun 2021 Tentang Harmonisasi Peraturan pajak, pemerintah bisa saja menerapkan Pasal 7 Ayat 3 UU No 8/1983 jo UU No 7/2021 memberikan kewenangan bagi pemerintah untuk menyesuaikan tarif PPN paling rendah 5 persen dan paling tinggi 15 persen.
Artinya pemerintah bisa saja tetap pada angka 11% atau bahkan bisa menurunkan persentase PPN nya, bahkan jika mendesak pemerintah bisa juga dengan mengambil langkah untuk menerapkan PERPPU. Upaya-upaya tersebut dapat dimungkinkan untuk diambil jika memang kesejahteraan masyarakat menjadi prioritas.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI