Mohon tunggu...
Ario Wulung
Ario Wulung Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kisah Petugas Penertiban Listrik, "Anda Putus Listrik Saya, Saya Putus Leher Anda!"

24 Oktober 2016   16:37 Diperbarui: 25 Oktober 2016   16:34 1045
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalau bertemu dengan pelanggan seperti ini, bawaannya jadi kesal dan juga sedih. Kesal karena kehilangan kesempatan untuk bisa menertibkan penyalahgunaan pemakaian listrik. Sedih karena merasa tidak dihargai dan diremehkan, padahal kita bekerja karena dan untuk negara. Namun semua itu kami hadapi dengan penuh kesabaran dan keikhlasan.

Di sisi lain, ketika terbukti bahwa terdapat penyalahgunaan pemakaian listrik, kemudian meteran listrik mau kami bongkar dan dibawa ke kantor sebagai barang bukti, terkadang pelanggan menolak dan bersikeras dengan berbagai cara agar meteran tidak dibongkar.

Kalau Anda putus meteran saya, saya akan putus leher Anda, ucap seorang pelanggan.

Silakan saja Anda bersihkan meteran saya, nanti saya ‘bersihkan’ juga kota ini, ucap pelanggan yang lain.

Kalau sudah mendengar hal-hal seperti ini dari pelanggan, jantung serasa mau lepas, campur aduk antara perasaan takut, kesal, dan juga sedih. Terkadang kami kebingungan jika menghadapi kondisi seperti ini, langkah apa yang sebaiknya kami lakukan. Di satu sisi kami dituntut untuk menekan nilai susut, di sisi lain kami juga harus mengutamakan keselamatan kerja, baik lahir maupun batin. Biasanya, jika bertemu dengan kasus seperti ini, kami langsung menghubungi atasan kami meminta arahan, tindakan apa yang sebaiknya dilakukan.

Pelaksanaan P2TL ini dilalukan setiap hari senin hingga jumat, terkadang hari sabtu juga masuk untuk mengejar tercapainya target penekanan nilai susut. Ada juga kalanya kami berangkat ke lapangan jam 6 pagi dikarenakan target operasi sudah pasti, sehingga kami bisa bertemu dengan pelanggan yang bersangkutan, dikarenakan pelanggan tersebut belum keluar rumah untuk kerja atau hal lainnya. Namun yang lebih ekstrim adalah, ketika kami melaksanakan P2TL di malam hari. Ketika orang-orang sedang beristirahat, kami justru terjun ke lapangan melakukan pemeriksaan kwh meter. Tidak seperti saat siang hari dimana kebanyakan masyarakat welcome dengan kehadiran kami, ketika jalan malam banyak masyarakat yang memandang penuh kecurigaan kepada kami, meskipun surat tugas dan tanda pengenal selalu kami pakai. Tidak hanya itu, ketika jalan di malam hari, banyak masyarakat yang berkerumun mengelilingi kami. Hal ini dikarenakan bagi mereka, pemeriksaan meteran listrik di malam hari adalah hal yang unik sekaligus tidak umum, sehingga sangat menyedot perhatian mereka.

Masih banyak suka-duka kami sebagai petugas P2TL dalam melakukan pekerjaan sehari-hari. Sudah dua tahun saya menjadi pengawas lapangan P2TL. Setiap hari saya merasa seperti naik roller coaster, jantung saya seperti naik-turun, dikarenakan pergi pagi dalam keadaan harap-harap cemas apabila tidak menemukan temuan penyalahgunaan pemakaian listrik sekaligus khawatir apabila bertemu dengan pelanggan yang kurang bersahabat, dan pulang sore dalam keadaan puas karena telah melakukan pekerjaan dengan baik. Perasaan ini terus bergejolak dalam diri saya selama 2 tahun terakhir ini.

Berat juga ya bekerja di PLN, dikejar target iya, dimarahin pelanggan juga iya.., curahan hati ini sering muncul ketika menemui masalah di lapangan ataupun ketika kondisi saya sedang kelelahan.

Lembur pun tidak ada tambahan tunjangan, ungkapan ini biasa kami jadikan bahan obrolan ringan di warung kopi ketika sedang lembur demi menyelesaikan pekerjaan.

Namun biar bagaimanapun, semuanya tetap harus dijalani dengan ikhlas dan sabar, dan tetap bersyukur karena masih bisa bekerja dan hidup dengan layak. Di luar sana, masih banyak orang yang tidak memiliki pekerjaan, dan juga bekerja serabutan demi memperoleh sesuap nasi untuk mencukupi kebutuhan hidup dirinya dan keluarganya.

Sampailah kita pada kalimat terakhir dalam tulisan ini, yang saya selesaikan ketika sedang istirahat sholat Isya, di sela-sela rapat kinerja yang hingga pukul 20.00 pun belum juga selesai, semoga saja bisa selesai sebelum tengah malam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun