Mohon tunggu...
Ario Rafni Kusairi
Ario Rafni Kusairi Mohon Tunggu... Supir - Manusia

Kaum Rebahan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ribut-ribut Pawang Hujan

21 Maret 2022   20:21 Diperbarui: 21 Maret 2022   20:31 779
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Minggu, 20 Maret 2022 akhirnya Indonesia menjadi tuan rumah dalam ajang Motogp, ajang balapan motor paling bergengsi di dunia. Sebelumnya, Indonesia sudah pernah menjadi tuan rumah dalam perhelatan Motogp ini pada 25 tahun yang lalu, yang dihelat di Sentul International Circuit Bogor. Dan setelah sekian lama, Indonesia bisa berpartisipasi kembali dengan sirkuit yang baru, milik Pemerintah pula (note: Sentul dikelola oleh pihak swasta), yakni di mana lagi kalau bukan Pertamina Mandalika International Street Circuit.

Sebelum melanjutkan tulisan ini, Kita beri apresiasi yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang terlibat atas suksesnya perhelatan balapan seri ke-2 dari rangkaian Motogp.

Namun, semuanya pasti mengetahui ada beberapa kejadian unik dalam seri ke-2 di Mandalika ini, salah satunya adalah guyuran hujan yang deras serta turunnya pawang hujan untuk membantu Panitia Pelaksana dalam mensukseskan ajang ini dengan mengendalikan hujan. 

Hal ini adalah kejadian yang ingin Penulis bahas, mengapa? Sebab muncul pro dan kontra di kalangan Netizen +62 dengan segala komentarnya yang maha benar. Sebagai seorang santri dan akademisi, Penulis akan berusaha memberikan pendapat-pendapat perihal fenomena ini, dari pandangan seorang santri dan seorang akademisi (Sok iye amat dah Gua :v).

Pertamina Mandalika International Street Circuit, sumber: Retizen - Republika
Pertamina Mandalika International Street Circuit, sumber: Retizen - Republika

Secara etimologi, kalimat pawang hujan terdiri dari dua kata, yakni pawang yang menurut KBBI berarti "orang yang memiliki keahlian istimewa yang berkaitan dengan ilmu gaib, seperti dukun, mualim perahu, pemburu buaya, penjinak ular", singkatnya adalah orang yang bisa mengendalikan sesuatu dengan kemampuan istimewa (ga singkat si). Jadi, literally kalimat ini bermakna "Orang yang bisa mengendalikan hujan" macam di Animasi Avatar (ga juga si). 

Bagi masyarakat yang hidup di Pedesaan, problematika pawang hujan ini sudah hal biasa, dan yang ngeributin pun dianggap kurang kerjaan, jadi di Pedesaan pro dan kontra pawang hujan  bukanlah hal yang harus viral, jadi Kita itu B-aja. Tapi, karena keberagaman "Bacot-an" Netizen, dan Pendapat Mereka yang Ahli, mau tak mau fenomena B-aja ini jadi Amazing.

Dalam perspektif islam, juga terdapat pendapat pro dan kontra tentang rain-bending (Pengendali hujan) ini. Pihak yang pro mengatakan boleh, sebagaimana sebuah riwayat yang menerangkan bahwa Nabi Muhammad SAW. pernah mengajarkan doa untuk "Memindahkan hujan" dari suatu tempat ke tempat yang lain. Adapun doa Nabi, sebagaimana berikut:

"Allahumma Hawa Layna Wa La Alayna, Allahumma Ala al-Akami Wa al-Dhirabi, Wa Buthuni al-Audiyati Wa Manabati sl-Syajari" dengan arti : "Ya Allah, turunkanlah hujan di sekitar kami, jangan yang merusak kami. Ya, Allah! turunkanlah hujan di dataran tinggi, di bukit-bukit, di perut lembah dan tempat tumbuhnya pepohonan."

Sumber: Belajar Islam
Sumber: Belajar Islam

Jika Kita membedah doa ini, rasanya tidak ada hal-hal yang bersifat negatif, sebab doa ini memohon kepada Allah untuk memindahkan Hujan ke tempat yang lebih membutuhkan, kebetulan tempat yang diguyur hujan lagi ada hajatan, seperti Motogp. 

Jadi, fenomena pawang hujan bukanlah hal yang harus diributkan secara agama. Tapiiii, pendapat akan berbeda jika prakteknya berbeda pula. Dalam khazanah Kebudayaan di Indonesia, praktek pawang hujan tidak semuanya mengaplikasikan doa ini, melainkan dengan sebuah ritual dan perlengkapannya, seperti cabe, lidi dan hal-hal lainnya yang dibutuhkan. 

Dalam kasus ini, Fiqh tidak semerta-merta menganggap hal ini Kufur atau Syirik, melainkan masih berstatus "Khurafat", yang berarti dongeng, legenda, cerita di luar nalar.

Sedangkan jika dilihat dari kacamata berbeda, yakni kacamata Ilmu Sosial dan Budaya, tidak ada vonis boleh atau tidak, haram atau halal. Melainkan, kenapa tradisi ini bisa terjadi?

Dalam kajian ilmu antropologi, kebudayaan memiliki beberapa unsur yang dalam prakteknya memiliki sebab musabab dan tujuan berbeda, salah satu dari unsur-unsur ini adalah unsur religi. Fenomena pawang hujan masuk ke dalam unsur religi, mengapa? Sebab, Manusia memiliki sebuah kepercayaan terhadap kekuatan supra-natural, kepercayaan ini lahir dari rasa ketidakberdayaan seseorang terhadap peristiwa-peristiwa yang tidak mampu diatasi (Santri Sahar, 2015). 

Hal ini senada dengan Pendapat Koentjaraningrat yang dikutip dari buku Pengantar Ilmu Antrologi, yang berbunyi "Kebudayaan adalah sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam kehidupan bermasyarakat yang dijadikan milik Diri manusia dengan belajar".

Jika penjelasan di atas cukup rumit, simplenya begini, "Waduh ujan nih, mana deres lagi. Tapi, Gua kan ga bisa berhentiin nih hujan, ya udah deh, minta bantuan Mereka aja dah." akhirnya melakukan ritual-ritual seperti yang terekam di Live Streaming Motogp seri ke-2 kemarin.

Sumber: Referensi Makalah
Sumber: Referensi Makalah

Namun, di luar perspektif agama dan sosial budaya terhadap fenomena pawang huja ini, ada satu hal yang mungkin sedikit yang menyadarinya. Apa hal itu? Diturunkannya pawang hujan dalam Seri ke-2 Motogp di Mandalika ini juga termasuk upaya dalam promosi Kebudayaan Indonesia kepada dunia. Perhelatan Motogp sebagai bagian dari automotive cultur, juga harus bisa bergandengan dengan kultur di tempat penyelenggaraan, yakni Indonesia dengan beragam kebudayaannya.

Terakhir, hal yang ingin Saya sampaikan adalah, lihatlah suatu fenomena dari sudut pandang yang berbeda, temukan hal menarik lainnya agar Kita bisa melihat lebih dari yang dilihat orang-orang. Indonesia sebagai negara dengan keberagaman, tidak melulu hanya mempromosikan toleransi dan pluralisme, tapi bagaimana caranya Kita dapat mengplikasikan toleransi dan pluralisme dalam kehidupan nyata dan sosial media.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun