Jika Kita membedah doa ini, rasanya tidak ada hal-hal yang bersifat negatif, sebab doa ini memohon kepada Allah untuk memindahkan Hujan ke tempat yang lebih membutuhkan, kebetulan tempat yang diguyur hujan lagi ada hajatan, seperti Motogp.Â
Jadi, fenomena pawang hujan bukanlah hal yang harus diributkan secara agama. Tapiiii, pendapat akan berbeda jika prakteknya berbeda pula. Dalam khazanah Kebudayaan di Indonesia, praktek pawang hujan tidak semuanya mengaplikasikan doa ini, melainkan dengan sebuah ritual dan perlengkapannya, seperti cabe, lidi dan hal-hal lainnya yang dibutuhkan.Â
Dalam kasus ini, Fiqh tidak semerta-merta menganggap hal ini Kufur atau Syirik, melainkan masih berstatus "Khurafat", yang berarti dongeng, legenda, cerita di luar nalar.
Sedangkan jika dilihat dari kacamata berbeda, yakni kacamata Ilmu Sosial dan Budaya, tidak ada vonis boleh atau tidak, haram atau halal. Melainkan, kenapa tradisi ini bisa terjadi?
Dalam kajian ilmu antropologi, kebudayaan memiliki beberapa unsur yang dalam prakteknya memiliki sebab musabab dan tujuan berbeda, salah satu dari unsur-unsur ini adalah unsur religi. Fenomena pawang hujan masuk ke dalam unsur religi, mengapa? Sebab, Manusia memiliki sebuah kepercayaan terhadap kekuatan supra-natural, kepercayaan ini lahir dari rasa ketidakberdayaan seseorang terhadap peristiwa-peristiwa yang tidak mampu diatasi (Santri Sahar, 2015).Â
Hal ini senada dengan Pendapat Koentjaraningrat yang dikutip dari buku Pengantar Ilmu Antrologi, yang berbunyi "Kebudayaan adalah sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam kehidupan bermasyarakat yang dijadikan milik Diri manusia dengan belajar".
Jika penjelasan di atas cukup rumit, simplenya begini, "Waduh ujan nih, mana deres lagi. Tapi, Gua kan ga bisa berhentiin nih hujan, ya udah deh, minta bantuan Mereka aja dah." akhirnya melakukan ritual-ritual seperti yang terekam di Live Streaming Motogp seri ke-2 kemarin.
Namun, di luar perspektif agama dan sosial budaya terhadap fenomena pawang huja ini, ada satu hal yang mungkin sedikit yang menyadarinya. Apa hal itu? Diturunkannya pawang hujan dalam Seri ke-2 Motogp di Mandalika ini juga termasuk upaya dalam promosi Kebudayaan Indonesia kepada dunia. Perhelatan Motogp sebagai bagian dari automotive cultur, juga harus bisa bergandengan dengan kultur di tempat penyelenggaraan, yakni Indonesia dengan beragam kebudayaannya.
Terakhir, hal yang ingin Saya sampaikan adalah, lihatlah suatu fenomena dari sudut pandang yang berbeda, temukan hal menarik lainnya agar Kita bisa melihat lebih dari yang dilihat orang-orang. Indonesia sebagai negara dengan keberagaman, tidak melulu hanya mempromosikan toleransi dan pluralisme, tapi bagaimana caranya Kita dapat mengplikasikan toleransi dan pluralisme dalam kehidupan nyata dan sosial media.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H