Baru-baru ini, Kita mendapatkan kabar pilu, sebuah kejadian yang menunjukkan kemunduran peradaban di Negara Kita. Kabar bunuh dirinya Adinda Novia Widyasari yang disebabkan oleh rentetan peristiwa yang sudah ditangani oleh pihak yang berwajib.
Membahas bunuh diri, mengingatkan Saya dengan tugas UAS Teori-teori Sosial di semester V, yang mana dalam tugas tersebut diperintahkan untuk membahas tentang teori-teori sosial dari masing-masing sosiolog yang sudah dibahas.Â
Salah seorang Best41 Saya, membahas tentang "Suicide", sebuah teori yang dikemukakan oleh Emil Durkem (baca. Emile Durkheim), begitu teman-teman Saya menyebut. You know Suicide? Artinya bunuh diri.
Emil Durkem menganggap bunuh diri merupakan suatu tindakan individu yang dipengaruhi oleh faktor sosial, bukan psikologi atau kejiwaan seseorang.Â
Namun, dari faktor sosial inilah kemudian mempengaruhi psikologi seseorang untuk nekat bunuh diri. Maka dari itu, Emil membagi bunuh diri menjadi empat tipe, yakni Egoistic Suicide, Altruism Suicide, Anomie Suicide, Fatalistic Suicide.
1. Egoistic Suicide
Egoistic Suicide merupakan bunuh diri yang didasari atas lemahnya hubungan sosial dengan orang-orang di sekitar, sehingga muncullah perasaan kesepian dan kesendirian. Dalam pengertian ini, bisa dipetakan menjadi dua kasus, 1) Seseorang yang individualistik, dan 2) mengucilkan seseorang dalam kelompok atau kurangnya dukungan terhadap individu tersebut.
2. Alturism Suicide
Dalam jenis ini, bunuh diri terjadi ketika kuatnya ikatan sosial dalam sebuah kelompok, sehingga melahirkan aturan-aturan yang harus diciptakan.Â
Dalam altruism suicide, bunuh diri merupakan sebuah aturan yang harus dilaksanakan, dan memiliki keistimewaan dibanding ketiga jenis yang lain. Mengapa? Sebab orang yang bunuh diri memiliki sebuah kebanggaan dan dianggap memiliki jiwa kesatria bagi orang-orang di sekitarnya.
Lebih mudahnya, contoh kasus ini adalah budaya "Seppuku" di antara Pasukan Samurai Jepang. Bagi masyarakat Jepang, "seppuku" merupakan ritual suci untuk menebus kesalahan seorang Samurai yang gagal dalam misi, serta Prinsip seorang Samurai yang lebih baik mati menusuk perutnya sendiri daripada mati di tangan musuh.
Meskipun altruism suicide terkesan heroik dan gentleman, tetap saja hal ini tidak untuk dilaksanakan bagi masyarakat secara umum, sebab budaya yang berkembang saat ini sudah berbeda dengan di era perang.
3. Anomie Suicide
Untuk jenis ini, disebabkan dari amburadulnya aturan-aturan sosial. Bagaimana maksudnya? Maksud dari kasus ini adalah, kenekatan bunuh diri yang disebabkan oleh perubahan sosial dan aturannya, sehingga keberadaan aturan menjadi mempersulit dan tidak berguna, yang membuat individu putus asa dan kebingungan dengan arah yang ingin dituju.
Contohnya adalah bunuh dirinya Novia Widyasari. Dilihat dari kronologinya, jelas bahwa perubahan sosial Jelas terjadi dan dialami oleh Widya. Dan pada akhirnya, Widya tentu mengalami tekanan batin, Dia bingung dengan jalan mana yang harus ditempuh, hingga pada akhirnya Widya nekat untuk mengakhiri hidupnya sendiri.
4. Fatalistic Suicide
Jenis ini adalah yang disebabkan oleh kuatnya sebuah nilai dan norma sosial dalam sebuah kelompok, sehingga timbulnya perasaan terkekang dan tertekan dalam Diri individu.
Contohnya pasti udah tau kan?
Nah, itulah empat jenis bunuh diri dan penyebabnya dalam pandangan sosiologi.
Bisa ditarik kesimpulan bahwa, ikatan sosial dalam sebuah kelompok memiliki pengaruh besar dalam psikis masing-masing individu. Bunuh diri bukanlah jalan yang harus ditempuh ketika individu menghadapi problem yang amat pelik, sebagai makhluk sosial, Kita memiliki kewajiban dalam menjalin ikatan emosional dalam lingkungan yang Kita tempati.Â
Sebab dengan eratnya ikatan sosial akan memupuk semangat dalam diri seseorang untuk menjalani hidup dengan bahagia dan menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan kepala dingin.
Sumber: Biroli, Alfan. 2018. Bunuh Diri dalam Perspektif Sosiologi. Jurnal Simularca, Vol. 1, No. 1
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI