Mohon tunggu...
Ario Rafni Kusairi
Ario Rafni Kusairi Mohon Tunggu... Supir - Manusia

Kaum Rebahan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Posisi Sejarah di Era Milenium

21 Juli 2021   09:06 Diperbarui: 21 Juli 2021   09:24 490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: apindoriau.or.id

Sebagai manusia, tentu tidak asing dengan nama Sejarah. Yap, karena sejak seseorang lahir, Dia telah mendengar cerita-cerita dari orangtuanya, entah dongeng atau kenangan-kenangan yang dialami orangtuanya. Meskipun Ia tidak paham kalau yang didengarnya adalah sejarah.

Pengetahuan seseorang tentang sejarah akan berlanjut ketika menginjak bangku sekolah, untuk SD materi Sejarah didapatkan pada mata pelajaran IPS di kelas 3, yakni "Sejarah Penggunaan Uang/Alat Tukar", sedangkan di Madrasah Ibtidaiyah, siswa mendapatkan mata pelajaran khusus yang membahas sejarah, yakni Sejarah Kebudayaan Islam di kelas 3 pula yang dimulai dengan arab pra islam. Mapel sejarah ini akan lebih fokus di bangku SLTA sedejarat, sebab di jenjang ini yang mapelnya sudah fokus pada peminatan, mapel sejarah menjadi mapel pengganti IPS yang wajib untuk dipelajari di setiap kelas pada jenjang SLTA sederajat. Sedangkan untuk Madrasah, baik negeri atau swasta mendapatkan mapel SKI sejak kelas 3 Ibtidaiyah hingga Kelas 12 Aliyah.

Tapi, apakah belajar sejarah masih relevan? Belajar sejarah kan hal yang kuno? Emang masih zaman belajar sejarah? Pernahkah Pembaca mendengar pertanyaan ini? Ataukah Pembaca sendiri yang melontarkan pertanyaan ini? Mari Kita bersama-sama membahas tentang "Posisi Sejarah" di era millenium ini, serelevan apa posisi sejarah di masa serba tahu ini.

Orang orang dengan pertanyaan demikian ini tentu tidak mengetahui tentang tujuan mempelajari sejarah, atau mungkin Mereka tahu tapi menggaggap bahwa hal ini adalah hal yang remeh, tidak perlu dibesar-besarkan, meskipun "Pertanyaan Lucu" ini yang membesar-besarkan bahwa "Sejarah tidak penting".

Tujuan dari mempelajari sejarah tentu sangat simple, yakni mendapatkan informasi yang benar tentang kejadian di masa lalu. Lalu apa manfaat dari tujuan ini? Manfaatnya pun simple, agar Kita bisa mengetahui dan memahami tentang peristiwa sejarah secara real, sebagai bekal untuk menjalani masa kini, dan menghadapi masa depan, serta menghindari pembohohan publik oleh statement dari Mereka yang ingin mengubah memanipulasi sebuah fakta sejarah. Tapi apakah itu penting bagi Kita, apalagi Kita hanya rakyat biasa? Tentu penting, apalagi Negara Kita negara demokrasi, yang kedaulatan sepenuhnya berada di tangan rakyat, dan ketika rakyat dibodohi oleh seseorang yang memutar balikkan fakta, maka demokrasi sudah rusak.

Paragraf di atas terkesan jadi QNA ya? Bertanya sendiri, dijawab sendiri, aneh.

Tulisan di atas mengatakan bahwa tujuan dan manfaat mempelajari sejarah adalah untuk mendapatkan informasi yang benar tentang kejadian di masa lalu, agar Kita tidak dibodohi oleh statement dari orang-orang yang berkepentingan yang ingin mengubah fakta sejarah. Mungkin Anda merasa bahwa hal ini agak lebay, tapi nyatanya sudah terjadi belakangan ini dan cukup membuat kehebohan. Setidaknya ada 3 kejadian lucu tentang pendapat seseorang tentang fakta sejarah di Indonesia, dan itu berkaitan dengan Sejarah Peradaban Islam.

Sumber: https://www.traveloka.com
Sumber: https://www.traveloka.com

Yang pertama, "Candi Borobudur adalah buatan Nabi Sulaiman AS". Inget gak? Inget dong, masak lupa! Untuk Anda yang tidak mengetahuinya, jadi begini ceritanya. Ada seseorang yang mengatakan bahwa Candi Borobudur adalah buatan Nabi Sulaiman AS, untuk menguatkan Teori ini, dijelaskan bahwa Nabi Sulaiman AS berasal dari Sleman, dan Ratu Bilqis yang berasal dari Negeri Saba' yang terletak di Wonosobo. Serta keterangan tentang relief pada dinding candi yang dicocokkan dengan isi dari kisah Nabi Sulaiman AS di Al-Qur'an.

Statement ini tentu salah, mengapa? Dalam penelitian sejarah, hal yang vital adalah waktu, dari waktunya saja sudah sangat terbantahkan. Borobudur diperkirakan berdiri pada tahun 750 M. oleh Kerajaan Dinasti Syailendra, sedangkan Nabi Sulaiman hidup di tahun kapan? Beribu-ribu tahun sebelum Masehi. Tapi orang-orang tidak mengetahui hal ini, mayoritas masyarakat mempercayai saja bahwa Borobudur didirikan oleh Nabi Sulaiman.

sumber: umma.id
sumber: umma.id

Yang kedua adalah, "Wali Songo tidak pernah ada". Jika Kalian sering nonton kajian-kajian Islami mungkin tidak asing dengan statement ini. Pendapat ini dilontarkan oleh seorang Da'i, dengan dasar "Tidak ada bukti otentik". Lucu sekali Bung! Loh terus Makam yang didatangi itu makam siapa? Masjid dan Menara Kudus itu siapa yang bangun? Statement ini dibantah oleh alm. KH. Agus Sunyoto dengan menyusun buku historiografi tentang Wali Songo yang diberi judul Atlas Wali Songo.

Sumber: islamkaffah.id
Sumber: islamkaffah.id

Dan yang terakhir adalah, "Jejak Khilafah di Nusantara". Pendapat yang terakhir ini juga terkesan lucu dan mengada-ngada, mengapa? Perlu Kita ketahui bahwa Khilafah yang real hanya terjadi selama 30 tahun pasca wafatnya Nabi Muhammad SAW, secara rinci adalah diawali Abu Bakar al-Shiddiq 2 tahun, dilanjutkan Umar ibn al-Khattab 10 tahun, digantikan oleh Utsman ibn Affan 12 tahun, dan diakhiri Ali ibn Abi Thalib Radliyallhu Anhum 6 tahun. Oleh karena itu, masa kepemimpinan keempat Shahabat Senior ini dinamakan al-Khulafa' al-Rasyidin. Systemnya pun dengan Syura atau ahl al-Halli wa al-Aqdi, mirip demokasi gitu dah!

Wilayah kekuasaan dari al-Khulafa' al-Rasyidin hanya Asia Barat dan sebagian kecil Afrika, ga sampe ke Nusantara. Lalu Khilafah sing endi Rek? Ooh, mungkin maksudnya kekhalifahan setelah al-Khulafa' al-Rasyidin! Walah ini ngaco namanya, Pemerintahan Islam pasca wafatnya Ali dan penyerahan kepemimpinan Hasan ibn Ali kepada Muawiyah ibn Abi Sufyan, yang disebut dengan Aam al-Jamaah hingga runtuhnya Kesultanan Turki Utsmani sudah tidak menggunakan system Khilafah, akan tetapi Monarki atau Kingdom, dan wilayah kekusaannya pun tidak pernah sampai ke Nusantara. Antum mau ngubek-ngubek di Google pun ga kira ketemu bukti otentik tentang "Jejak Khilafah di Nusantara", yah karena emang ga ada.

Terus Khilafah yang mana? Gatau kan?

Entah Kita tidak tahu apa motif dari ketiga statement lucu ini, mencari ketenaran mungkin? Atau ada maksud lain? Entah, Kita tak tahu itu.

Ketiga statement ini pun memicu reaksi dari berbagai pihak, baik dari kalangan rakyat biasa, akademisi, politisi, sejarawan dan ulama', tak jarang timbul perdebatan yang hanya membuang-buang tenaga. Kenapa buang-buang tenaga? Yah karena membahas Sejarah tanpa disertai sumber dan fakta yang kuat hanya bualan semata.

Para Pembaca yang katanya Om Deddy adalah "Smart People", meski Anda tidak menyukai Mata Pelajaran, Ilmu atau Pembahasan Sejarah, setidaknya ingatlah bahwa Paduka Ir. Soekarno pernah Dawuh "Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah" yang lebih familiar dengan istilah "Jas Merah".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun