Mohon tunggu...
Kelompok 1 Hubungan Industrial
Kelompok 1 Hubungan Industrial Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Sidoarjo

Menulis untuk menyumbang pada Dunia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Layar Negara Indonesia Perlu Dibuka dengan Tangan Generasi Muda

26 Januari 2023   09:30 Diperbarui: 26 Januari 2023   09:34 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Peradaban manusia akan terus berkembang bersamaan dengan berjalannya waktu, perkembangan terkini telah menampilkan bahwa dunia telah berada pada era globalisasi. Era ini menjadi suatu proses perkembangan teknologi melaju begitu kencang dari tahun ke tahun. Adanya pekembangan ini, maka suatu wilayah dapat dikatakan telah berada pada kemajuan, terlebih lagi dengan adanya digitalisasi yang kini mulai masuk dan kian melekat pada setiap keseharian aktivitas manusia. 

Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam himpunan penduduk. Bukan heran jika Warga Negara Indonesia tidak ikut serta dalam memanfaatkan Digitalisasi, tercatat hingga tahun 2022 berdasarkan data dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pengguna digitalisasi pada Negara Indonesia telah mencapai 210 Juta pengguna,  jumlah ini adalah jumlah yang meningkat drastis dari tiga hingga lima tahun yang lalu.

Era digital adalah kehadiran yang dapat menjadi suatu kesempatan, dan juga dapat menjadi suatu tantangan. Mengutip dari pekataan Ketua Presidium Mafindo Septiaji Eko Nugorho (2021) mengatakan bahwa era digital menjadi kesempatan untuk bersatu, dibutuhkan peran pemuda untuk melawan segala dampak dari Era Digital seperti hoaks, permusuhan, serta provokasi yang meyebabkan kesalahpahaman yang berujung terjadinya intoleransi dan terorisme, dari penyataan tersebut menyimpulkan bahwa tugas Rakyat Indonesia terutama pemuda di Ibu Pertiwi memang seharusnya menjaga kedaulatan NKRI. 

Di sisi lain era digital yang kini telah merambah pada berbagai media komunikasi juga menjadi suatu kesempatan bagi sektor lain untuk memudahkan segala hal terutama pada sarana dan prasarana. Baik dari sektor Bisnis, Pendidikan, Pariwisata, dan lain sebagainya.

Begitupula dengan politik, kehadiran era digital yang didampingi dengan adanya media komunikasi, membuat dunia politik memudahkan para tokoh-tokoh politik dari partainya yang memiliki segudang harta untuk berusaha sekuat tenaga agar dapat duduk di kursi yang mereka idamkan. 

Hadirnya era digital  membuat para bakal calon pasangan andalan masing-masing partai terutama pada masa kampanye dimanfaatkan untuk berunjuk gigi dan membangun citra yang sedemikian rupa dan jauh dari kata realitas. Heru Nugroho (2003) menjadi pengantar pada Buku Demokrasi di Era Digital karya Anthony G. Wilhem menyebutkan bahwa “Setiap penemuan alat komunikasi baru yang memberikan efisiensi akan selalu menjadi ancaman serius bagi proses demokrasi.” Pernyataan tersebut menjadi suatu hal yang kini benar-benar terjadi, dan tidak mungkin dapat di hindari.

Tantangan Bersatu

Menilik dari penyataan Septiaji Eko Nugroho mengenai pemuda-pemudi Indonesia yang harus bersatu di era digital untuk memerangi dampaknya seperti penyebaran hoax, fitnah, provokasi, serta hal lain yang berdekatan dengan itu. Nampaknya sulit bagi pemuda-pemudi untuk mewujudkan hal tersebut. Negara Indonesia bersistem pada demokrasi yang bersifat terbuka, sportif, damai, tidak memaksakan pendapat, bertanggung jawab, dan tidak melanggar hak orang lain. Itulah gambaran dari sifat demokarasi yang ada di Negara Indonesia, namun tidak sepenuhnya sifat itu berjalan dengan baik dan benar.

Acara meriah yang selalu ada setiap lima tahun sekali sudah menjadi tradisi Negara Indonesia yaitu “Pesta Demokrasi” dimana pemilu diadakan serentak diseluruh Tanah Air dan berlaku bagi semua warga Negara. Sebelum terjun pada pesta demokrasi ada sebuah proses menjelang terjadinya pemilu, proses ini dinamakan kampanye yang bertujuan untuk mengenalkan setiap calon dari masing-masing partai yang ada di Negara Indonesia. Tak tanggung-tanggung kegiatan mengenalkan di susun sebaik dan semewah mungkin, hingga dapat terlihat bahwa apa yang mereka kenalkan tak seasli dan senyata diri mereka sendiri.

Political Marketing atau pemasaran politik sudah menjadi kegiatan setiap partai untuk berlomba-lomba menunjukan yang terbaik dari calon pasangan yang mereka usung, hal ini semata-mata bertujuan untuk meraih kemenangan dan menjadi yang terbaik. Di era digital, seluruh media terutama media komunikasi dapat di manfaatkan lebih oleh para calon pasangan untuk memodifikasi dan diberi variasi, mereka mau tak mau harus memakai topeng yang penuh senyum di hadapan masyarakat untuk menarik simpati dan empati. 

Alih-alih memakai topeng, mengapa tidak menunjukan keasliannya hingga rakyat menilai dan dari penilaian itu mereka dapat terus berbenah, hingga waktu memantapkan hati mereka untuk siap bersaing. Mungkin itu akan terjadi, jika setiap partai bisa memilih untuk mengutamakan perbaikan Negeri daripada kemenangan tersendiri. Jika hal tersebut dapat dilakukan, maka tak aka nada tantangan untuk bersatu di era digital.

Perlombaan Kelompok

Di era digital menjadi sebuah kemudahan bagi orang lain untuk menyampaikan segala sesuatu, di era digital pula para penggiat politik memiliki jalan yang lancar dalam melakukan apa yang dapat membawa nilai keuntungan pada mereka, Partai politik pada masa-masa kampanye selalu rela melakukan yang terbaik demi kesuksesan tim mereka. 

Dengan adanya era digital mereka dapat melakukan apapun untuk meraih tujuannya. Media komunikasi yang dipakai untuk membangun citra baik, media informasi yang dimanfaatkan untuk mengambil hati rakyat. Tanpa disadari, hal tersebut justru menjadi pemicu pemecahan NKRI. Ambil contoh sebutan “Cebong” dan “Kampret” yang familiar pada masa pilpres kemarin. Mungkin sebutan tersebut tercipta hanya untuk menjadi bahan jenaka, namun kenyatannya lebih dari itu. Era Digital kala itu sudah dipenuhi kebencian baik dari Pihak pendukung Jokowi maupun pendukung Prabowo.

Soejono Soekanto (1983) mengatakan bahwa kelompok adalah himpunan atau kesatuan-kesatuan manusia yang hidup bersama karena saling berhubungan diantara mereka secara timbal balik dan saling mempengaruhi. 

Hal ini sudah dianggap biasa terutama pada partai-partai politik yang berdiri di Negeri Ibu Pertiwi, pembentukan kelompok sosial formal yang di beri nama, di beri visi-misi, dan warna khas hingga terbentuk menjadi partai dan di kenalkan secara mudah melalui media-media digital akhir-akhir ini sudah selalu kita jumpai. Tujuan pembentukan itu semata-mata untuk menciptakan hubungan yang baik, mampu memberi timbal balik, dan saling mempengaruhi.

Era digital, memang layaknya anak panah yang mampu melesat kilat dengan tarikan busur. Hadirnya beragam informasi baik informasi yang bersifat positif atau negatif mampu dengan cepat menembus mata para pengguna media sosial yang merupakan buah hasil dari era digital. Dengan hadirnya era digital membuat setiap kelompok atau partai berlomba-lomba menjadi yang terbaik sekaligus untuk mendapatkan pengakuan. Tanpa disadari hal tersebut mampu menghasilkan dampak yang serius. 

Konflik kelompok akan relevan terjadi seperti adanya diskriminasi antar kelompok, saling sindir-menyindir, dan menganggap rendah kelompok-kelompok lainya. Sehingga para pengguna digital akan ikut serta memilih kubu yang menurut mereka itu baik, hal itu pasti akan terjadi pada pesta demokrasi, saat pemilu serentak dilaksanakan. Politik dengan pemilu yang bertujuan untuk memilih pemimpin, dan mencoblos sebagai tanda mencintai demokrasi, nampaknya berbanding terbalik dengan segala hal yang dilakukan dan kenyatannya.

Digital Adalah Pisau

Dengan setiap fenomena yang terjadi, yang mampu menjadi penyebab atau bibit-bibit perpecahan NKRI adalah suatu musuh yang menjadi penyebab kapal Negara Indonesia tidak dapat membuka layarnya untuk terus berjalan mencapai tujuan dan cita-citanya. Digital adalah suatu hal yang dapat memberi sentuhan agar layar dapat kembali terbuka, sehingga Negara Indonesia mampu meraih cita-citanya. Digital juga adalah suatu kesempatan bagi para pegiat lain yang memiliki otak licik untuk memudahkan keinginannya tercapai tanpa memikirkan dampak apa yang terjadi pada Negara Indonesia, salah satunya pegiat politik.

Hal yang perlu terus terjadi adalah generasi muda tidak boleh kalah pintar dengan yang telah ada diatas mereka. Dan ketika pintar juga tidak perlu memintarkan diri dan membodohi orang lain terutama orang kecil. Karena itu untuk kedepannya Negara Indonesia perlu memiliki harapan kepada generasi muda agar mampu memegang digital layaknya pisau yang mampu dipergunakan dengan baik, salah satunya dipergunakan untuk membuka layar Negara Indonesia agar Negara ini dapat Kembali berjalan untuk meraih cita-citanya.

Melalui dialog terkenalnya sang penyambung lidah rakyat telah mengutarakan dampak kedepan yang terjadi, dan kini telah terbukti terjadi “Perjuangan kita akan lebih sulit karena melawan bangsa sendiri” (Soekarno) Selama bangsa sendiri mampu saling memahami, maka disitu Indonesia dapat bersatu dengan teguh kembali.

Melalui dialog terkenalnya sang penyambung lidah rakyat telah mengutarakan dampak kedepan yang terjadi, dan kini telah terbukti terjadi “Perjuangan kita akan lebih sulit karena melawan bangsa sendiri” (Soekarno) Selama bangsa sendiri mampu saling memahami, maka disitu Indonesia dapat bersatu dengan teguh kembali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun