Balal'a  merupakan sebuah tradisi turun temurun dari nenek moyang orang Dayak. Balal'a juga biasa dikenal oleh kalangan masyarakat lainnya sebagai tradisi menagkis segala macam kejahatan seperti; penyakit sampar, roh-roh jahat, dan pencemaran alam. Balal'a adalah bentuk kearifan lokal masyrakat Dayak yang harus terus dijaga untuk generasi selanjutnya.
TolakOleh karena itu, masyarakat Dayak memandang tradisi ini sebagai upaya menyucikan kembali desa setelah masa panen dilaksanakan. Masyrakat juga percaya bahwa Jubata-lah (Tuhan) yang akan memberi perlindungan. Selain itu, dalam masa balal'a masyarakat diajak untuk berdiam diri di dalam rumah masing-masing untuk banyak berdoa kepada Jubata (Tuhan) supaya dinaungi dan dilindungi dari mara bahaya.
Balal'a digelar, bertujuan untuk meminta perlindungan kepada Jubata (Tuhan). Adapun cara yang khas untuk melaksanakannya yaitu dengan melakukan ritual adat. Dan setiap pintu masuk untuk menuju wilayah tertentu harus didoakan dengan cara adat dan hendaknya dilakukan kurban pada binatang tertentu seperti, ayam jantan, babi maupun anjing.Â
Adapun tindakan lainnya, yakni melakukan pembatasan wilayah besar-besaran dari setiap kampung. Selama waktu itu, semua warga di daerah yang melaksanakan balal'a, diminta untuk menaati peraturan dan pantang yang berlaku, seperti dilarang keluar rumah dan merusak tanaman dengan sengaja.Â
Jika melanggar pantang itu, maka orang yang bersangkutan harus siap diberi sanksi adat. Sanksi yang bersangkutan diminta biaya ritual yang akan dilaksanakan untuk menebus pelanggaran adat yakni membeli seekor bintang yang telah ditentuakn dan membayar uang muka untuk sanksi tersebut.Â
Dalam situasi tertentu, terkadang balal'a harus digelar ulang. Ketua adat sendiri menugaskan ada beberapa orang yang ditunjuk untuk menjadi pengawas dalam melihat aktivitas masyarakat. Meski demikian, tetangga juga bisa melaporkan jika melihat ada masyarakat yang melanggar. Semua masyrakat Dayak yang ikut melaksanakan tradisi ini hendaknya wajib untuk tidak keluar rumah, dan terkhususnya dilarang untuk memetik atau mengambil suatu apapun itu yang berasal dari alam atau hutan. Ada pengecualian lain juga diberikan saat balal'a dilaksanakan, yakni jika aktivitas di luar rumah itu tidak diperbolehkan maka untuk polisi dan tenaga medis diberi pengecualian. Begitupun dengan masyarakat lain yang melintas, mereka boleh melintas kampung atau kawasan yang menggelar balal'a, tapi tidak diizinkan untuk singgah.
Dari sudut pandang orang Dayak Banyadu, tradisi balal'a juga merupakan sebuah upaya yang khas untuk menjaga atau merawat segala ciptaan yang telah Jubata (Tuhan) berikan kepada mereka. Hal demikian, merupakan sebuah kesempatan untuk semakin melestarikan tradisi sekaligus menjaga alam yang merupakan paru-paru kehidupan bagi mereka. Hutan adalah tempat yang didambakan oleh kalangan masyarakat dayak. Hutan juga merupakan sumber pokok kehidupan, dan sekaligus menjadi tempat perlindungan yang aman bagi mereka.
Tradisi ini juga mengajak banyak orang untuk bersudut pandang positif dalam tradisi yang dilakukan oleh orang dayak pada umumnya. Sama halnya dengan lockdown, yang dimana kebiasaan ini dipengaruhi oleh tradisi kuno, salah satunya seperti yang dilakukan oleh orang Dayak pada umumnya. Mungkin, banyak orang yang berkata, "ahh, mereka itu hanya melakukan perbuatan yang salah, dan mereka juga ikut-ikutan dengan kebiasaan buruk yang nenek moyang mereka lakukan." Â Hal demikian, merupakan salah satu presfektif yang salah bagi sudut pandang banyak orang pada umumnya. Tradisi balal'a ini memang merupakan kebiasaan kuno yang dilakukan oleh nenek moyang orang Dayak, akan tetapi ada hal yang perlu diketahui yakni buah dari tradisi ini menghantar masyarakat untuk memandangnya sebagai motivasi untuk berjaga-jaga dan melindungi diri dari berbagai macam kejahatan yang akan terjadi. Dan di lain sisi, masyrakat Dayak mempercayai dan meyakini bahwa Jubata-lah (Tuhan) yang selalu melindungi dan menjaga mereka dari hal buruk yang akan terjadi.
- Rapat Bersama Etnis Lain
Masyarakat Dayak Banyadu di Bengkayang telah menggelar balal'a, pada Senin, 5 Maret 2023. Ketua DAD Kabupaten Bengkayang Timotius Jono mengatakan, "rencana menggelar ritual itu tidak hanya melibatkan pada tetua adat masyarakat Dayak di Bengkayang, akan tetapi perlu adanya kerjasama antar etnis." Dalam rapat ini, pihak DAD juga melibatkan kelompok masyarakat lain. Mulai dari Majelis Budaya Adat Melayu (MABM), Majelis Budaya Adat Tionghoa (MABT), dan paguyuban Jawa yang berada di Kabupaten Bengkayang.
- Menjaga Adat Budaya sebagai Warisan Leluhur
Tradisi balal'a merupakan warisan budaya yang harus terus-menerus dilestarikan dan dipelihara. Perkembangan zaman kian pesat tidak membuat adat istiadat itu terlupakan. Maka, masyarakat Dayak di Kalimantan Barat tetap memelihara adat tersebut, supaya generasi kedepannya boleh merasakan hal yang sama. Tradisi ini merupakan hal yang baik dilakukan. Apalagi dilaksanakan pada saat masa pandemi ini, supaya mampu memutuskan mata rantai penyebaran Covid-19.
Ketua Paguyuban Jawa Kalimantan Barat-Kabupaten Landak (PJKB-KL) Purbono Hadi mengatakan," Setiap daerah memiliki kebiasaan atau adat istiadat yang mesti dan harus dihormati karena merupakan sebuah kearifan lokal." Menurut beliau, pada tradisi orang Jawa ada juga dikenal dengan nama ruwutan. Prosesi untuk meminta perlindungan dari Sang Gusti (Tuhan) agar dijauhkan dari malapetaka serta musibah lainnya. "Nama yang berbeda namun punya tujuan yang sama, yaitu berdoa bersama meminta perlindungan Tuhan yang Mahakusa," terang Pak Purbono. Menurutnya, yang terpenting dalam sebuah tradisi harus saling menghormati. "Karena pada intinya Indonesia merupakan negara yang besar, memiliki beragam etnis dan budaya. Itulah sebenarnya kakeyaan Indonseia yang tidak dimiliki oleh negara lain," imbuhnya.