Pemerintah sedang menunda pelonggaran PSSB. Tepatnya di DKI Jakarta. Kota dengan kepadatan penduduk yang tinggi, dan arus jalan raya yang tidak pernah sepi. Lain halnya dengan wilayah pinggir atau kota-kota yang tidak menyandang label serupa dengan Ibu Kota.Â
Ini merupakan hal baik, selalu hal baik. Kota-kota seperti ladang-ladang yang katanya tidak modern dan sering mendapat label sebagai tempat terpencil dan terpelosok sekalipun sebenarnya tidak membutuhkan label yang di dapat oleh kota-kota besar termasuk Ibu Kota sekalipun.Â
Sebelumnya : Rupiah Terjun Payung
Salah satu keunggulan dari wisata budaya. Peradabannya lebih banyak tidak tercemar dan steril. Kecuali lelaku masyarakatnya yang kadang-kadang sepulang dari kota-kota besar tersebut berperilaku serupa.Â
Cocok atau tidaknya perilaku masyarakat modern di daerah-daerah minim perkotaan tidak terlalu berdampak secara signifikan. Tapi perihal ngopi ketika ada yang berperilaku seperti itu, kadang saja ada perasaan jengkel dan mentolo nungkak gulu e.Â
Lupakan kalimat terakhir diparagraf sebelumnya. Penundaan PSSB sangat tepat. Mengingat peredaran vaksin oleh bio farma masih jauh, kurang lebih dua tahun dari sekarang.Â
Bukan berarti jika vaksin ditemukan dalam beberapa bulan kedepan dan peredarannya sudah masif masyarakat bisa seenaknya melanggar protokol.Â
Baca : Perangai Kalung Covid-19
Ini termasuk klise apakah dalam dua tahun kedepan setelah peredaran vaksin telah masif dan produksinya sudah setara dengan obat-obat yang berseliweran di baliho tv atau depan apotek, protokol tersebut masih digunakan?
Hal ini sama bahayanya dengan penyakit kelamin, yang membedakan hanya medium persebarannya saja. Lucunya, Baru-baru ini China membuat penemuan baru yang inovatif. Benar, virus baru. G-4, flu babi. Ah, sudah. Sedikit saja membahas ini.
Temani aku ngopi hari ini. Tentang konspirasi global yang memekakkan telinga. Organisasi kesehatan dunia dan organisasi perdagangan dunia.Â
Kiranya kedua hal itu berada di ranah yang sama, yaitu perdagangan. Yang satu memperdagangkan kebijakan secara struktural. Satunya lagi memperdagangkan kebijakan secara offensive.Â
Jika saja pemerintah melakukan lockdown jauh hari, perkiraan angka persebaran virus tersebut dapat ditekan hingga 17% cukup banyak. Tapi hal tersebut berada pada ranah "andai saja". Hal ini sekaligus menjadi titik balik. Legalisasi omnibus law tidak boleh terjadi. Jangan kira masyarakat cukup awam sehingga dapat dibodohi untuk kesekian kalinya.Â
Urgensi RUU Omnibus Law sangat tidak relevan dengan keadaan saat ini, maupun keadaan yang akan datang. Lucu saja. Para budak korporat dilarang mengajukan gugatan perselisihan industri pada perusahaan tempat ia menguras tenaga. Ini lucu, kalian seharusnya tertawa.
Artikel Lainnya : Jokowi Linglung, Masyarakat Bisa Apa?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H