Aih. Pesan whatapps yang kukirim tadi pagi masih belum ia baca. Sedari tadi aku mondar-mandir tidak jelas. Rasanya seluruh piring dirumah ingin kupecah saja. Tapi niat itu ku urungkan, karena tiba-tiba seorang kawanku datang dengan ciri khasnya yaitu mengetuk pintu keras-keras.
Tapi ada yang lebih baik dari pada itu. Atau masih lebih mendingan daripada centang biru yang tidak dibaca. Pasti semua orang pernah merasakan.
Saat tiba-tiba kepala menjadi gelisah. Rumit dan tak tau harus melakukan apa. Alkohol dan apapun itu ia berikan kepadaku begitu saja. Katanya sebagai hadiah atas memasang kembali aplikasi perpesanan yang populer itu.Â
Padahal selama ini aplikasi yang kupasang di gawaiku memang cuma hanya sebagai ikut-ikutan kawan-kawan. Dari kesemua itu ada hal lucu. Kabarnya aplikasi perpesanan tersebut akan melakukan afiliasi dengan Paypal.Â
Ya, sepanjang sejarah arus teknologi kejadian-kejadian seperti itu memang lumrah. Apalagi dengan tingginya tingkatnya persaingan. Salah satu cara untuk tetap dapat survive adalah dengan bekerja sama dan beradaptasi.Â
Tidak sedikit daripada berita-berita semacam itu membuat pikiranku akan centang biru tidak dibaca hilang begitu saja.Â
 Tapi yang lebih menyedihkan daripada centang biru tidak dibaca adalah kita sedang menunggu. Sedangkan orang yang sedang ditunggu sedang bersenang-senang dengan sesuatu atau orang lain. Ah, realita. Kita harus terbiasa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H