Media di era sekarang ini cukup menuntut netizen untuk lebih pintar lagi memilah informasi. Fungsi media di masa ini banyak yang bergeser. Hakikatnya media bisa ikut mengawasi lingkungan, sebagai penyambung lidah masyarakat yang kurang diperhatikan dan masih banyak lagi. Namun banyak media yang mengedepankan bisnis daripada menyampaikan sebuah kebenaran pada informasi yang dimuat dalam media tersebut.
Jika melihat pada media-media online, misalnya facebook, di dalam facebook makin hari makin banyak posting menggunakan link-link dengan judul yang sangat menarik. Padahal jika kita meng-klick llink tersebut terkadang isi berita sangat tidak sesuai dengan judul yang tertera. Tidak jarang link-link tersebut mengandung berita ‘hoax’ atau tidak benar. Internet memang menjadi lahan subur berita-berita hoax. Lagi-lagi kita sebagai netizen dituntut untuk lebih ‘smart’ dalam meng-klick link-link spam.
Hal yang paling saya ingat tentang media, adalah berbedanya hasil poling pada pemilu presiden tahun 2014 silam. Dimana TVOne menyajikan hasil quick count yang sangat mencolok perbedaannya dengan media-media lain. Disini saya tidak bermaksud menyampaikan dukungan saya pada salah satu calon saat itu, namun dari kasus tersebut kita bisa melihat sebuah media dari sisi siapa pemilik media tersebut, ataupun ideoogi pemilik media tersebut. Disini bisa dilihat bahwa di dalam tubuh media sekarang ini aspek bisnis lebih banyak menguasai ketimbang idealisme media tersebut.
Media adalah sebuah kekuatan yang bisa menggiring sebuah berita kea rah yang mereka inginkan. Media bisa mengarahkan pemikiran masyarakat karena cakupan sebuah media massa yang bermain dalam skala besar. Coba kita ingat kembali kasus pembunuhan Angeline, media menjadikan berita tersebut sebagai hot issue karena intensitas pemberitaannya yang selalu ditayangkan setiap waktu.
Kasus Angeline disulap seolah-olah menjadi masalah nasional. Padahal sebenarnya kasus pembunuhan yang lebih parah dan sadis daripada Angeline sangat banyak namun tidak di ekspose secara mendalam seperti kasus Angeline. Tapi akhir-akhir ini saya tidak pernah dengar lagi bagaimana kelanjutan kasus Angeline, sudah tidak ada lagi media yang menayangkan berita tentang Angeline. Padahal seharusnya media mempunyai tanggung jawab untuk memberitakan kelanjutan kasus Angeline.
Kebanyakan media di era sekarang ini lebih condong memberi porsi yang besar pada hiburan. Menyedihkannya, kebanyakan dari program di TV Indonesia baik hiburan ataupun tidak lebih banyak yang tidak mendidik. Banyak masyarakat yang tidak mendapatkan manfaat dari menonton suatu program tertentu. Seperti salah satu acara di salah satu stasiun TV swasta, acara hiburan yang ditayangkan tiap sore ini menurut saya tidak ada manfaat sama sekali.
Mereka mengatakan hanya untuk hiburan, namun cara menghiburnya dengan menaburkan bedak ke kepala orang, mengoles make up hitam ke kepala orang dan masih banyak lagi tindakan-tindakan yang sebenarnya tidak patut untuk menjadi konsumsi masyarakat. Yang menyedihkan adalah acara tersebut langgeng dan mendapat rating tinggi di stasiun TV tersebut. Karena apa? Karena masyarakat sendiri suka menonton acara tersebut.
Lagi-lagi sebagai masyarakat di zaman post-modern ini seharusnya bisa menjadi masyarakat yang lebih pintar memilah mana yang mendatangkan manfaat lebih banyak. Dengan tidak memilah tontonan kita sama saja mewariskan budaya yang buruk ke anak-anak kita. Media memang bisa menyajikan sesuatu dari sudut pandang mereka, namun kita sebagai masyarakat tidak boleh menelan sebuah informasi secara utuh.
Tetap kita harus menggunakan akal kita untuk berpikir kritis apakah yang disampaikan itu benar? Karena yang bisa disampaikan oleh media hanyalah mendekati sebuah kebenaran. Jadi kita sebagai masyarakat yang menjadi sasaran media-media harus lebih ‘Smart’.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H