Salahsatu studi kasus di daerah Kepualan Bangka Belitung yaitu terjadi pendangkalan pada alur pelayaran. Dan bahkan menurut informasinya akibat dari pendangkalan alur pelayaran, menelan korban jiwa akibat terjadinya arus bawah laut pada sedimen yang  menggulung salah seorang nelayan dan berakibat cidera fisik.
Kasus diatas merupakan salah satu bentuk perlunya pengerukan alur dengan cara pengambilan sedimen dan memanfaatkan hasil sedimen berupa pasir dan lumpur . Dalam situasi seperti itu ada kalanya pendangkalan akibat sedimentasi ini perlu dilakukan pemanfataan dan pengelolaan dalam rangka normalisasi kembali ruang laut dan ekosistemnya. Nah konsep seperti ini yang mesti kita dukung. Dimana titik wilayah yang betul betul dibutuhkan pengelolaan sedimen mesti jelas dan didukung data akurat.
Sedimen tidak selamanya berakibat buruk bagi lingkungan. Disis lain penumpukkan sedimen ini juga dapat memberikan dampak positif bagi ekosistem. Ada dibeberapa daerah yang mengalami sedimentasi justru menumbuhkan ekosistem baru seperti mangrove. Karena sedimen ini tinggi subsrat dan subur,sehingga memudahkan organisme baru. Kondisi seperti ini tentu tidak mungkin kita lakukan penambangan sedimen, justru harus dijaga agar ekosistem tetap berlangsung.Â
Pengelolaan Sedimentasi vs Penambangan Pasir Laut
Menurut salah satu  akadeimis sedimentologi dari Fakultas perikanan dan Ilmu Kelautan Unversitas Riau, bahwa sedimen itu sendiri tidak memberikan dampak buruk bagi ekosistem karena ia bersifat mengendap.  Yang dapat memberikan dampak buruk bagi ekosistem itu adalah sedimentasi atau resedimentasi. Kita harus membedakan antara sedimen dan sedimentasi. Sedimen itu adalah endapan dari partikel yang berasal dari sumbernya yang terbawa oleh aliran dan arus . Dan sedimen itu bisa berupa pasir, lumpur, dan subsrat jenis lainnya. Justru yang berpengaruh terhadap lingkungan itu adalah sedimentasinya atau proses terbentuknya sedimen yang berakibat terjadinya degradasi ekosistem diwilayah pesisir.
Persoalan yang muncul saat ini adalah ketika pendangkalan wilayah akibat sedimentasi dan akan dilakukan pengambilan kembali untuk dimanfaatkan secara besar besaran, maka akan menyebabkan yang namanya resedimentasi, inilah yang memberikan dampak bagi lingkungan. Jadi yang perlu kita minimalisir adalah proses sedimentasinya. Jika tingkat sedimentasi disutau wilayah itu satu centi meter per tahun, maka apabila dilakukan pengerukan satu meter, dibutuhkan waktu 100 tahun untuk mengembalikan kekondisi semula. Oleh karenya untuk memperbaiki kualitas lingkungan yang sudah tereksploitasi butuh waktu yang panjang.
Menurut Profesor Agung yang merupakan seorang akademisi menyampaikan didalam sebuah forum diskusi ISKINDO, bahwa pandangan masyarakat dalam hal kebijakan ini adalah pengelolaan sedimen sama dengan penambangan pasir dimana komposisi sedimen yang juga terdiri dari pasir, bisa lumpur, bisa kerikil dsb. Sehingga memang kebijakan baru pemerintah ini ada potensi rawan penyelewengan dalam aktifitas pengelolaan sedimen, terutama dalam bentuk penambangan pasir atau mineral lainnya yang berkedok penambangan sedimen.
Oleh karena itu sangat diperlukan pengawasan ketat serta pemetaan dan zonasi sedimen yang akan dilakukan pengelolaan. Karena sejatinya subtansi daalam PP ini jika kita lihat adalah bagaimana potensi sedimentasi yang ada diwilayah perairan kita untuk dilakukan pemanfaatan dan pengolahan yang bernilai ekonomi. Jadi Pemerintah melirik sedimen ini sebagai komoditi ekonomi baru bagi Negara
Pemerintah dalam menerbitkan kebijakan ini kesannya  hanya untuk kepentingan tertentu. Publik menduga naiknya permintaan ekspor pasir dan tingginya harga pasir laut saat ini menjadi asbab pemerintah melirik hasil sedimentasi laut sebagai komoditi ekonomi.  Dan kita tahu salah satu negera impor pasir terbersar adalah Singapura yang diekspor melalui Negara tentangganya termasuk Indonesia. Dikutip dari CNN Indonesia1) , bahwa Indonesia adalah pemasok utama pasir laut Singapura untuk perluasan lahan, dengan pengiriman rata-rata lebih dari 53 juta ton per tahun antara 1997 hingga 2002.
Untuk menjawab kekhawatiran publik, pemerintah harus bisa menjelaskan secara utuh dan jelas kepada masyarakat fokus dari kebijakan pengelolaan sedimen ini seperti apa. Dan publik masih sangat menunggu peraturan turunan dari Peraturan Pemerintah ini. Sebelum kebijakan implementasi dalam bentuk peraturan menteri dikeluarkan, maka diharapkan pemerintah membuka ruang diskusi selebar lebarnya, untuk menerima masukan dari para akademisi, peneliti dan pengamat lingkungan. Sehingga fokus dan arah pengelolaan sedimentasi ini jelas dan tidak menambah bebean ekosistem wilayah pesisir.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H