Kami sampai di hotel antara pukul 22:00-23:00. Disini muncul lagi kekecewaan karena informasi yang kami peroleh sebelum keberangkatan tidak akurat. Tarif hotel bukan Rp650.000,- satu kamar berdua full-board, akan tetapi harga itu ternyata berlaku per orang dalam satu kamar. Kalau satu kamar dipakai berdua menjadi Rp900.000,- dan untuk bertiga tanpa extra bed Rp1.200.000,-.Â
Kami tidak mungkin mundur lagi untuk mengambil alternatif yang lain (penginapan di Wisma Atlet dengan test swab gratis). Setelah membereskan urusan sewa kamar hotel, kami baru bisa menjalani test swab di gedung sebelah hotel pada pukul 23:00. Pengambilan sampel lendir dari tenggorokan dan hidung berlangsung cepat, meskipun sedikit kurang nyaman.Â
Menjelang tengah malam barulah kami dapat masuk ke kamar hotel untuk makan malam (diantar ke kamar dalam bentuk box) dan beristirahat. Apa lacur, ternyata masih ada kekurangan fasilitas kamar hotel yang cukup mengganggu: pendingin ruangan (AC) tidak berfungsi.Â
Saya harus menelpon resepsionis, kemudian menunggu teknisi datang untuk melakukan perbaikan, alhasil mungkin sudah lewat jam 1:00 dini hari baru kami bisa mencoba mulai tidur.
Singkat cerita, kami lalui Jum'at malam, Sabtu pagi dan siang sampai sore di dalam kamar hotel saja, makan dan minum diantar ke kamar tepat tiga kali, dalam kemasan dan menu yang persis sama, sesuatu yang sesungguhnya kurang berkelas untuk hotel di lingkungan bandara dan bertaraf internasional sesuai dengan namanya.Â
Tapi semua kami syukuri, yang paling penting kami sudah sampai di Jakarta dengan selamat, lebih-lebih ketika hasil test swab keluar menjelang waktu shalat maghrib dan kami bertiga dinyatakan negatif Covid-19.Â
Alhamdulillah, setelah 75 tahun merdeka baru kali ini kami merasa benar-benar merdeka, karena berdasarkan hasil test tersebut kami bebas pergi tanpa kewajiban karantina 14 hari di Jakarta.
Perjalanan selanjutnya menuju kampung halaman ada beberapa pilihan: dengan pesawat terbang, kereta api, atau mobil. Mengingat perjalanan dengan pesawat dari Riyadh ke Jakarta yang cukup mendebarkan, kami berusaha menghindari penggunaan angkutan umum.Â
Saya punya mobil di Yogya, dan saya merasa masih sanggup mengemudi dari Jakarta ke Yogya bergantian dengan isteri. Tapi siapa yang akan membawa mobilnya ke Jakarta? Dari pencarian lewat google beberapa hari sebelum berangkat dari Arab Saudi, kami menemukan usaha sewa mobil di Yogya yang bersedia menjemput pelanggan di Jakarta (atau dimana saja) untuk dibawa pulang ke Yogya dengan tarif yang masuk akal. Yang jadi pemikiran kami adalah soal kebersihan mobil dan pengemudinya.Â
Boleh jadi mobilnya habis dipakai satu keluarga dan belum sempat dibersihkan tuntas, atau sopirnya mampir di warung sembarang sepanjang perjalanan dari Yogya ke Jakarta.Â
Untunglah, akhirnya adik saya merelakan sopir pribadinya untuk menjemput kami di Jakarta, dengan pesan untuk mengikuti protokol kesehatan secara ketat, sehingga saya tidak perlu mengemudi sendiri.Â