Mohon tunggu...
Dimas Wibisono
Dimas Wibisono Mohon Tunggu... Guru - Akademisi di salah satu universitas di Riyadh, Arab Saudi

Lahir, membesar dan sekolah di Yogyakarta. Sampai kini masih belajar sambil mengajar di lingkungan pendidikan tinggi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pengalaman Domisili Bukan di Negeri Sendiri (1)

16 Juli 2015   10:51 Diperbarui: 16 Juli 2015   10:57 466
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tentu saja kami tidak mau membayar tagihan untuk percakapan yang tidak pernah kami lakukan. Jadi sejak bulan pertama tagihan nyasar itu muncul saya langsung melayangkan surat protes. Bersamaan dengan itu pesawat telepon kami cabut, sehingga kami tidak bisa lagi menelpon ataupun ditelpon melalui nomor NTL itu. Tapi tagihan nyasar itu jalan terus, bahkan jumlahnya meningkat drastis. Kalau pada bulan pertama hanya 50 pound, pada bulan-bulan berikutnya menjadi 100 lalu 150 pound. Dan yang membuat kami kesal, NTL menjawab surat kami dengan sembarangan, intinya kurang lebih begini: “Kami menggunakan teknologi canggih untuk mendeteksi setiap pembicaraan telepon. Dan kami yakin bahwa semua percakapan yang Anda sangkal itu memang dilakukan dari pesawat telepon di rumah Anda sendiri”.

Meskipun diancam akan dilakukan ‘upaya hukum’ agar kami membayar tagihan itu, kami tetap hanya membayar sebatas yang kami pakai saja (langganan TV kabel dan internet, saluran telepon tidak kami pergunakan lagi). Seketika itu juga kami minta berhenti melanggan layanan NTL. Sekali lagi saya berkonsultasi dengan pengacara universitas. Beliau menyarankan untuk tidak membayar tagihan yang tidak betul itu, dan seandainya nanti ada upaya hukum itu, pihak universitas akan membantu. Sayapun merasa tenang dan percaya diri beradu argumentasi dengan NTL pasal tagihan nyasar itu. Setelah kurang lebih empat bulan, akhirnya NTL berhenti mengejar. Alhamdulillah. Tapi menurut cerita teman-teman, ada kejadian serupa melibatkan BT. Dan kali ini BT terus mengejar. Akhirnya orang itu harus membayar sampai ratusan pound. Itu sama saja dengan perampokan.

   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun