Mohon tunggu...
Arini Salsabila
Arini Salsabila Mohon Tunggu... Guru - Arini Salsa Billa Firdaus

Mahasiswi IAIN Jember

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Tikus X Koruptor

1 Mei 2019   22:26 Diperbarui: 2 Mei 2019   08:40 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sadarkah jika selama ini korupsi selalu diidentikan dengan satu hewan. Sebuah hewan pengerat yang memang gemar merusak dan hampir tak ada untungnya jika dipelihara. Betul, Tikus. Baik diindonesia maupun diluar negeri,tikus selalu menjadi simbol perbuatan korup. 

Berbagai bentuk pemberitaan media saat ini sering kali menampilkan tikus sebagai maskot  koruptor. Lantas, tentu banyak muncul pertanyaan seperti  apa yang menyebabkan tikus dinobatkan sebagai simbol untuk para koruptor? Mengapa tidak babi atau anjing ? apa salah tikus? Yang berbuat manusia, mengapa hewan diikutikutkan?Dan banyak lagi.

Sejatinya, membicarakan tema korupsi berkaitan erat dengan tingkah laku manusia yang tidak jujur, mencuri, menyalahgunakan wewenang, dan merampas uang rakyat untuk kepentingan pribadi atau kelompok.  Ajakan perupa Zaenal Arifin lwat pameran senibertajuk "Fabulous Fable" di Semarang Contemporary Art Gallery, Kota Semarang,13-23 Desember 2008. "Ketika manusia sudah tidak lagi peka, tidak lagi dapat memanusiakan manusia, bahkan tidak lagi menyadari hakikat bahwa dirinya adalah manusia, cobalah bercermin pada hewan". 

Tikus pandai melacak apa yang tersembunyi dan membongkarnya untuk dinikmati. Ia kadang belajar bagaimana harus selamat dari incaran kucing. Koruptor melakukan yang sebaliknya. Iapandai menyembunyikan apa yang enak untuk dinikmati sendiri. Ia melakukan segalanya untuk menyembunyikan hasil curian dengan sikap yang bagai tikusgentar disergap kucing. 

Namun tikus-tikus Nusantara rupanya tahu bagaimana caranya menjinakkan kucing. Bencana moral bangsa pun kian akut. Itulah suatu fakta bahwa telah menjamurnya  tikus tikus berdasi di negara tercinta indonesia ini, perlu diketahui juga salah satu ciri negara maju adalah tingkat korupsi cenderung rendah. Hal ini berbedadengan negara kita indonesia yang merupakan negara berkembang, yang belum memiliki sistem kelembagaan yang baik sehingga tingkat korupsi biasanya relatif tinggi dibanding negara maju.

Sebetulnya ada beberapa kelakuan tikus yang memang mirip dengan para koruptor seperti menugntit, sering menjadi wabah penyakit, gemar merusak sesuatu, untuk lebih jelasnya berikut beberapa persamaan kelakuan para  koruptor dengan tikus.

1.        Suka mencuri

Baik koruptor dan tikus dua-duanya memiliki kesamaan suka mencuri. jikatikus mencuri makanan manusia, maka koruptor mencuri uang rakyat. Akan tapim ungkin perbedaan mendasarnya adalah apa yang mendasari mereka mencuri. Tikus mencuri karena memang mereka harus bertahan hidup, sementara koruptor mencuri karena apa? Serakah?

2.        Susah ditangkap

Baik tikus dan koruptor sama-sama susah untuk ditangkap, mereka sama-sama gesit dalam hal kabur dan picik bersembunyi, mungkin yang membedakan jika tikus bersembunyi di sebuah lubang yang sebelumnya telah dibuat, para koruptor bersembunyi ke luar negeri dengan hasil curian serta dapat menikmati peradabanyang telah dibuatnya.

3.        Hidup membaur di masyarakat

Baik koruptor dan tikus sama-sama hidup membaur di antara kita semua danterkadang sulit untuk menyadari kehadari mereka. Sadar atau tidak sadar masyarakat indonesia banyak dikelilingi tikus tikus nusantara, keinginan inginmemberantas, tetapi jumlah mereka jauh lebih banyak.

4.        Pantas dihukum mati

Baik koruptor dan tikus sama-sama pantas untuk dihukum mati, sama-sama meresahkan, juga merugikan.  Pemberantasan yang paling tepat adalah dengan dihukum mati. Hukuman pencabutan nyawa untuk terpidana korupsi sudah diatur dalam UU tindak pidana korupsi (Tipikor). Tetapi realitanya, ancaman hukuman mati dalam pasal 2 ayat 2 itu sampai saat ini belum pernah  di dakwakan ataupun menjadi landasan vonis hakim. Hukuman maksimal untuk pelaku korupsi sampai saat ini baru hukuman seumur hidup yang dijatuhkan kepada Akil Mochtar dan Adrian Waworuntu.

5.      Bermuka busuk

Baik koruptor dan tikus keduanya sama-sama bermuka busuk, yang berarti sama-sama menjijikkan, Menjijikkan karena berbuat kejahatan yang merengut hak orang banyak. Jika tikus identik dengan tempat kotor dan menjijikkan sehingga dibenci banyak orang, sama dengan koruptor yang sama-sama dibenci karena perbuatannya  yang keji dan hina.

Dari sana kita bisa tahu bahasa Tikus biasa dikenal dengansebutan koruptor yang merupakan salah satu perumpamaan yang memiliki arti,yakni oranag-orang hebat yang menggunakan dasi, yang duduk di kursi-kursi mewah sambil menikmati kopi hangat, sambil menikmati uang rakyat yang dimakan olehtikus-tikus rakus yang haus akan makan. 

Sayangnya mereka tidaklah memakan nasi,melainkan memakan uang rakyat. Ajaran tuhan melarang manusia untuk bersikap tamak, semata mata memikirkan diri sendiri hingga membuat orang lain menderita.Bahagia diatas penderitaan orang lain, senang melihat orang susah dan susah melihat orang senang. 

Seharusnya manusia tak meniru kelakuan tikus karena tak pantas manusia suka mencuri, sebab pada dasarnya yang suka mencuri ialah tikus. Tikus saja terkadang berhenti jika sudah kenyang, koruptor mencuri tidak kenyang-kenyang. Dari pemaparan tersebut sudah sangat pantas jika tikus diibaratkan, disematkan, dinobatkan, disimbolkan, untuk para aktor handal pemakan uang negara. Hanya saja lebih gila dan lebih berbahaya tikus negrai dari tikus yang memang asli tikus.

Julukan mana yang lebih pantas untuk seorang koruptor? tikus berdasi kah? tikus kantor? tikus nusantara? atau tikus negara ? yang jelas tikus tikus seperti itu atau yang biasa kita sebut  koruptor pandai berkelit,bernegosiasi, dan bersembunyi. Bencana tikus-tikus ini hanya dapat dihentikan oleh orang-orang yang berhati nurani cerah, berbudi bening, danbersahaja. Merekalah yang dibutuhkan dalam menegakkan hukum, mewujudkan keadilan, perdamaian dan keutuhan ciptaan. Adakah diantara kita bagian dari mereka?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun