Aku pernah terhenti di satu waktu. Ketika kaki rasanya tak mampu lagi untuk melangkah. Duniaku seakan telah berhenti, hingga segala nasihat pun tak ku gubris lagi. Lalu bersikap seolah akulah orang yang paling sakit dan menderita ketika itu. Bahkan sampai menyalahkan takdir dan Sang Maha Pengatur.
Bodoh ? Iya, sungguh bodoh.
Tapi rasanya banyak yang bertindak serupa, ketika berada di posisi itu. Ketika hidup pun seolah tak berguna lagi. Bahkan sudah mati rasanya jiwa, tak memiliki rasa.
Ini bukan cerita tentang ditinggalkan oleh orang yang kerap dipanggil "bangsat". Bahkan ia seseorang yang jauh sekali dari sebutan itu.
Selasa, 22 Mei 2012, ada beberapa hati yang patah, bahkan beberapa jiwa terguncang. Dia pergi, bukan karena ingin melarikan diri dan mencari pengganti. Tapi, memenuhi janjinya pada Ilahi.
Kini, kucoba melangkah. Memberanikan diri untuk melangkah lebih tepatnya. Seperti nasihat dan ucapan yang setiap hari kudengar dari sahabatku, "kau harus berani memulai dan membuka hati lagi, Rin". Masih ada jemari yang siap untuk menggenggam tanganmu, dan hati yang siap untuk kau huni tanpa menyakiti.
Mulailah kehidupan yang baru. Tanpa harus melupakan masa lalumu, karena sesekali kau harus menoleh ke belakang untuk melihat segala hal sebagai pembelajaran.
Alfatihah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H