Dalam pidato tersebut, ia menyampaikan nasionalisme mulai berkembang di tanah air pada abad ke-20. Sukmawati mengutip pesan Bung Karno kepada rakyat Indonesia dalam pidato penutup ketika hari lahirnya Pancasila, "Kemerdekaan hanyalah didapat dan dimilkiki bangsa yang jiwanya berkobar-kobar dengan tekad merdeka, merdeka atau mati."
Dan pesan itu betul-betul masuk dalam hati sanubari rakyat. Maka ketika sekutu menyerang dalam agresi militer Belanda, rakyat Indonesia bergerak dengan jiwa merdeka atau mati. Terjadi pada bulan November, dan pertempuran berjalan beberapa bulan kemudian.
Menurutnya awal dari nasionalisme, Bung Karno pada tahun 1927, yaitu tahun menjelang sumpah pemuda menyampaikan cita-cita bangsa Indonesia adalah pertama Indonesia merdeka dan yang kedua tidak bekerjasama dengan pemerintah belanda.
Tentu saja, perjalanan memproklamirkan kemerdekaan tidaklah mudah, karena kolonialisme dan imperialisme Belanda masih berusaha menguasai Indonesia.
Di penjara Banceuy, Bung Karno mulai menggelorakan ideologi nasionalisme. Padahal pada saat itu dilarang keras oleh pemerintahan Belanda bahwa tidak boleh satu orang pun mengatakan Indonesia merdeka.
Dan benar adanya, usai sumpah pemuda Bung Karno ditangkap dan dipenjara di Banceuy.
Kemudian dalam pidato tersebut Sukmawati melontarkan pertanyaan, "Ketika Bung Karno menggelorakan Indonesia merdeka, dimanakah keberadaan Kartosuwiryo?"
Ia memberitahu Kartosuwiryo adalah teman Bung Karno ketika di Surabaya. Namun kemudian ia menjadi pemimpin Darul Islam yang bercita-cita mendirikan negara islam di Indonesia. Pertanyaan ini yang juga membuat suatu kelompok kebakaran jenggot.
Sukmawati kecewa karena ketika Bung Karno dipenjara, Kartosuwiryo tidak berbuat banyak. Dan tiba-tiba di tahun 1949, Kartosuwiryo mulai memproklamirkan negara islam.
Tentu saja menuai perdebatan keras ketika itu, karena Bung karno dan beberapa tokoh lain tidak menyetujui mengingat ada banyak agama di Indonesia. Sukmawati juga menyatakan, Negara Indonesia adalah nasional state bukan Islamic state.
Sukmawati pun juga menceritakan pertempuran di Surabaya, dimana Bung Tomo dan masyarakat Indonesia lainnya bertempur melawan Belanda dengan menggunakan senjata sisa penjajahan Jepang dan senjata seadanya, naik ke atas hotel Yamato di Surabaya dan berhasil merobek bendera Belanda merah-putih-biru, dan merobek birunya tinggallah merah dan putih.