"SDM Unggul merupakan konsekuensi logis untuk menjawab tuntutan dan tantangan tugas Polri yang semakin kompleks,baik yang berskala lokal, nasional maupun bersifat global. Singkatnya, SDM Polri yang unggul merupakan kunci keberhasilan Polri" (Kapolri Jendral Idham Azis)
Tidak memandang apa itu pekerjaannya namun harus tertap berkualitas dalam menjalankan amanah tersebut baik itu internal instansinya maupun ekstarnal instansinya. Hal inilah yang akan membuktikan bahwa sumpah dalam mengemban amanah dan tanggung jawab mereka itu benar dan terealisisasi.
Akhir-akhir ini makin marak terdengar kasus yang ditimbulkan oleh oknum. Mulai dari kekerasan, asusila, berselingkuh, nikah siri dan parahnya mereka yang penegak hukum dan keamanan tidak ada pula keadilan yang timbulkan di dalam masyarakat.
Merujuk pada Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia pada pasa 7 Ayat 1 bagian B yang berbunyi "menjaga dan meningkatkan citra, solidaritas, kredibilitas, reputasi, dan kehormatan Polri" tapi nyatanya dibelakangan waktu ini banyak oknum yang melanggar hal tersebut seperti yang dicantumkan dalan pasal 14 ayat C yaitu "merekayasa dan memanipulasi perkara yang menjadi tanggung jawabnya dalam rangka penegakan hukum".
Dikutip dari laman CNN Indonesia pada Oktober lalu, mahasiswa di Tangerang pingsan kena "smackdown" polisi saat demo. Kesal dengan mahasiswa unjuk rasa yang terus berusaha maju untuk mendekati Kantor Bupati Tangerang, aparat tersebut akhirnya bertindak dengan menangkapi sejumlah mahasiswa. Salah satu mahasiswa tersebut ditarik, dikunci, lalu diangkat ke atas untuk kemudian dibanting ke bawah.
Masih dalam laman dan bulan yang sama, polisi  terlibat perampokan mobil mahasiswa lampung. Baru berapa tahun menjabat polisi berpangkat Bripka, memang sudah sering bermasalah dan diketahui juga ia mengonsumsi narotika jenis sabu, dari kasus yang sudah naik tersebut langsung dikenakan sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH).
Dilansir dari liputan6.com pada bulan November lalu, istri marah-marah karena suami yang kerap melakukan KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) dan mabuk-mabukan ditetapkan menjadi tersangka dan dituntut satu tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) karena anggap telah melakukan KDRT secara psikis terhadap suaminya. Padahal jelas saja istri mana yang tahan dengan perilaku suaminya yang tidak mencermin sebagai kepala rumah tangga.
Masih dalam bulan November, isak tangis seorang bhayangkari Sibolga tumpah karena suaminya selingkuh 16 kali hingga nekat melakukan nikah siri dengan wanita lain. Dikutip dari kanal youtube Tribun News Medan, bhayangkari tersebut menjelaskan bahwa suaminya juga sempat melakukan KDRT dan menghabisi segala aset miliknya, dari penjelasan tersebut ia sudah melapor ke Polres Sibolga dengan bukti-bukti yang sangat lengkap namun kasus tersebut seperti jalan ditempat dan antara penyidik dan tersangka seperti ada hubungan terselubung sehingga sudah tiga bulan kasus hasilnya masih dinyatakan belum naik ke penyidikan.
Semakin penghujung tahun, semakin meluapkan kasus yang mencoreng kinerja citra Polri. Baru-baru ini oknum polisi inisial R yang ramai diperbincangkan karena telah menghamili mahasiswi alias pacarnya. Dilansir dari inews.id, hal ini bukan sekali yang dilakukannya, namun ini kali ke dua ia melakukannya hubungan layaknya suami istri. Terungkap bahwa pacarnya tersebutpun telah hamil, namun polisi tersebut meminta pacarnya untuk mengugurkan kandungannya. Alhasil tak tahan dengan kondisi, dari segala caci dan maki serta hilangnya komunikasi polisi tersebut, mahasiswi tersebut bunuh diri di Pusara ayahnya.
Ini masih secuil kasus-kasus oknum yang terungkap. Sebagai masyarakat yakin bahwa masih banyak kasus yang diendapkan dari permukaan sosial media. Karena dilihat dari beberapa kasus yang muncul ini harus menjadi viral dahulu lalu para penegak hukum dan keamanan tersebut sibuk mengambil langkah, yang katanya melalui proses dahulu tapi nyatanya tunggu diteror warga net.Â
Padahal masyarakat yang membutuhkan keamanan seharusnya dirangkul, sebagaimana selogan polisi dalam mengayomi dan melindungi masyarakatnya. Bagaimana mugkin maskarakat merasa nyaman dan aman ketika mengadu ke kepolisian, tapi nyatanya banyak sekali oknum yang mengubah perspektif dari masyarakat.
Sudah banyak kejadian polisi yang tidak berkualitas, namun belum ada tindakan paling tegas yang ditegakkan dalam kepolisian. Seharusnya sebelum kasus muncul ke permukaan, para kepala kepolisian bisa memotong satuan polisi yang tidak mengemban amanah yang sebagaimana mestinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H