Baru-baru ini masyarakat dikejutkan berita yang menyatakan bahwa ratusan pelajar SMP-SMA di Ponorogo hamil di luar nikah. Tentunya kasus tersebut begitu miris. Bagaimana tidak? Pemuda sebagai tulang punggung bangsa, perlahan-lahan malah menggerus moral dan menghancurkan bangsanya sendiri. Generasi yang dijadikan sebagai agent of change, yaitu agen perubahan untuk pembangunan nasional nyatanya berubah menjadi agent of ugliness (agen keburukan). Disinilah titik kepedulian terhadap generasi, peran orang tua, serta pendidik perlu dibangun dan dipertanyakan.
Fenomena hamil diluar nikah bukanlah sesuatu yang baru bagi Indonesia. Sebelum kasus di Ponorogo, sudah banyak kasus serupa di daerah lain. Itupun masih terbagi lagi dengan yang terungkap dan tidak terungkap awak media. Adanya peristiwa hamil diluar nikah menjadi sebuah tanda tanya besar terhadap pola asuh orang tua, lingkungan pergaulan para remaja, dan pendidik. Jika dibiarkan terus-menerus dan tidak ada komitmen serius untuk mencegah kejadian serupa terjadi lagi, maka dapat dipastikan "Indonesia menjadi negara maju" hanyalah sebatas angan-angan. Bagaimana mau maju kalau sumber daya manusia nya saja begitu?
Hal pertama yang disorot adalah pola asuh orang tua dan keluarga, sebab sosialisasi pertama berada di keluarga. Keluarga yang utuh dan harmonis akan memberikan kehangatan, kebahagiaan, dan kenyamanan bagi anak-anaknya.Â
Selain itu, nilai-nilai tentang hidup pun pergaulan juga sepatutnya diajarkan pertama kali dalam lingkungan keluarga. Apabila nilai-nilai tersebut tidak tersampaikan dengan benar maka ada kemungkinan gagalnya peran orang tua dalam melakukan sosialisasi primer. Dari kegagalan tersebut, cepat atau lambat akan berdampak pada pergaulan anak. Lemahnya pengawasan terhadap anaknya sendiri juga menjadi faktor penyebab pergaulan yang kian bebas. Sang anak merasa bahwa mereka dapat melakukan perbuatan apapun dengan bebas, sekalipun hal buruk dan memalukan.
Lingkungan pergaulan yang sedari awal tidak sehat, akan terus berlanjut hingga anak tersebut menginjak remaja bahkan dewasa nantinya. Peneliti The Great Courses Daily menyimpulkan bahwa lingkungan menyumbang sekitar 50 hingga 70 persen kepribadian seseorang. Riset yang dilakukan oleh Prof. Philip Zimbardo dari Stanford University juga menunjukkan bahwa lingkungan menjadi faktor penting yang menentukan apakah seseorang berperilaku baik atau buruk.Â
Dari paparan dua peneliti tersebut, seharusnya sudah cukup meyakinkan bahwa lingkungan pergaulan harus diperhatikan dengan benar. Apabila telanjur terjerumus kedalam lingkungan yang bebas, tidak sehat dan normal, seseorang akan mudah melakukan perbuatan tanpa berpikir panjang terhadap akibat yang ditimbulkan.
Setelah lingkungan pergaulan, peran pendidik dalam menyiapkan generasi bangsa juga menjadi suatu highlight tersendiri. Dalam pendidikan formal, guru berperan sebagai orang tua kedua yang memberi dan membangun motivasi murid-muridnya untuk belajar serta menambah wawasan dalam berbagai hal. Selain berkewajiban mendidik dalam bidang akademik, guru juga mengemban tugas yang besar untuk membekali anak didik nya dalam melaksanakan nilai-nilai kehidupan seperti penguatan karakter, mengimani ajaran agama masing-masing dengan baik dan benar, serta menjadi pelajar berakhlak mulia.Â
Apabila guru melihat maupun mendengar anak didiknya melakukan penyimpangan, sudah seharusnya guru tersebut menegur. Meskipun pengawasan guru hanya terbatas ketika berada di sekolah, hal itu tak membatasi tugasnya dalam mendampingi para murid, terutama Guru BK yang memang berperan lebih dalam memberi bimbingan serta konseling ketika siswa mengalami masalah di sekolah.
Dari segala penyebab yang ada, sudah seharusnya kita membangun kepedulian terhadap generasi dengan mencari solusi agar pergaulan bebas yang menimpa pemuda Indonesia dapat dihentikan. Atau setidaknya mencegah jika sama sekali belum bisa mengatasi permasalahan remaja di negeri sendiri.Â
Dimulai dari orang tua, sebagai lingkungan pertama yang mengenalkan sosialisasi pertama kali terhadap anak. Ketika muncul gejala-gejala ketidaksesuaian dalam pergaulan, orang tua harus menumbuhkan kesadaran yang lebih dalam mengawasi putra-putrinya. Sebab, pergaulan bebas bisa terjadi karena pembiaran-pembiaran yang berkelanjutan. Selain itu, orang tua harus membekali fondasi agama yang kuat, memberi pengasuhan yang benar, dan memilih pergaulan serta sekolah yang baik untuk anak-anak mereka.
Selain orang tua, guru dan masyarakat juga harus ikut andil dalam menyelesaikan masalah pergaulan bebas remaja. Guru dapat melakukan tindakan pencegahan dengan cara memberikan peringatan dan pemahaman tentang bahaya pergaulan bebas kepada anak didiknya. Selain tindakan pencegahan, tindakan perbaikan yang dapat dilakukan oleh guru yaitu memberikan bimbingan moral dan binaan rohani kepada murid yang bermasalah. Masyarakat dapat melakukan sosialisasi kepada warganya dan menegur ketika menemui segerombolan remaja yang melakukan perbuatan menyimpang di lingkungan masyarakat tersebut.
Ketika segala usaha pencegahan telah dilakukan, diharapkan permasalahan pergaulan bebas yang menyebabkan pernikahan dini di Indonesia dapat diatasi. Namun, untuk mencapai keberhasilan tersebut perlu kerja sama dari semua pihak yang bersangkutan agar solusi yang dilakukan dapat efektif dan sesuai target.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H