Education is the art of making man ethical. ~ Georg Wilhelm Friedrich Hegel ~
"Ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri Handayani". Filosofi ki Hajar Dewantara ini rasanya sangat akrab bagi dunia Pendidikan Indonesia. Dan kalimat terakhir tut wuri handayani adalah semboyan Pendidikan kita hingga hari ini. Di depan menjadi teladan, di tengah-tengah memotivasi, dan di belakang memberi dukungan. Rasanya itu sangat menggambarkan peran seorang guru sebagai pemimpin pembelajaran. Seorang pendidik dimanapun ia berada, akan mampu mendidik murid-muridnya dengan beragam cara. Itulah seninya mendidik.
Pendidikan adalah seni dalam mewujudkan manusia berperilaku etis, kurang lebih itu kalimat GW Friedrich Hegel yang saya kutip di atas. Etis adalah tata susila atau konsep penilaian sifat kebenaran atau kebaikan yang dimiliki seseorang. Ia juga adalah prinsip nilai dan norma yang ia Yakini dan disepakati secara umum. Dalam hingar binger kampanye kemarin etis sempat ramai dibicarakan.
Seorang yang nilai etisnya tertanam kuat dan menjadi prinsip dalam kehidupannya tentulah akan menjadikan hal tersebut sebagai dasar dalam pengambilan keputusannya. Jika ia melanggar apa yang ia Yakini, sesungguhnya ia sudah melanggar hati nuraninya sendiri. Manakala ia memutuskan sesuatu berdasarkan hal prinsip dalam dirinya, ia akan tenang dan tidak akan goyah. Dan Keputusan itu pastinya akan mampu ia pertanggungjawabkan di hadapan manusia, dan terlebih di hadapan Penciptanya, Tuhan Yang Maha Esa.
Akan tetapi dalam kenyataannya, Ketika seorang pemimpin mengambil keputusan kadangkala ia menghadapi dilema etika. Dihadapkan pada dua hal yang sama-sama benar. Maka apa yang harus ia pilih? Dilema itu adalah:
1. Individu lawan kelompok (individual vs community)
2. Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy)Â
3. Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty)
4. Jangka pendek lawan  jangka panjang (short term vs long term)
Berhadapan dengan dilema di atas, maka ia bisa memilih prinsip apa yang akan diterapkan dalam pengambilan keputusan itu. Ia bisa menggunakan sekurangnya salah satu dari prinsip ini:
Pertama, Â Berpikir berbasis hasil akhir (Ends-Based Thinking), kedua, Â Berpikir berbasis peraturan (Rule-Based Thinking), atau ketiga, Berpikir berbasis rasa peduli (Care-Based Thinking).
Manakah diantara ketiga prinsip itu yang harus ia gunakan manakala ia  mengalami dilema etika? Tentu saja, tidak sama prisnsip yang digunakan tiap kali mengalami dilema etika dalam pengambilan keputusan. Yang harus digaris bawahi adalah hal ini tidak berlaku bila hal tersebut adalah bujukan moral, karena yang kita hadapi bukan prinsip benar dan benar, namun prinsip benar dan salah. Maka jelas, bujukan moral itu harus ditinggalkan, karena bujukan moral adalah benar vs salah. Dan hal yang tidak kalah penting adalah bahwa pengambilan keputusan tersebut haruslah berpihak kepada murid.
Tentu saja tantangan-tantangan akan banyak dihadapi seorang pemimpin dalam pengambilan keputusannya. Untuk memandu kita dalam mengambil keputusan dan menguji keputusan yang akan diambil dalam situasi dilema etika ataupun bujukan moral yang membingungkan, ada 9 langkah yang dapat dilakukan, yaitu:
- Mengenali nilai-nilai yang bertentangan
- Menentukan siapa saja yang terlibat dalam masalah
- Kumpulkan fakta-fakta yang relevan
- Pengujian benar atau salah, seperti uji legal, uji institusi, uji regulasi, uji publikasi, uji panutan
- Pengujian paradigma benar-benar (4 paradigma)
- Melakukan prinsip resolusi (3 prinsip)
- Investigasi opsi trilema (opsi diluar dilema)
- Buat Keputusan
- Refleksikan Keputusan
Dengan semakin seringnya kita menghadapi dan mengambil keputusan dari dilema etika, maka akan semakin matang dalam mengambil keputusan. Seorang pemimpin pasti juga menyadari bahwa keputusan yang diambilnya adalah yang paling tepat dalam memerdekakan murid serta harus bisa dipertanggungjawabkan.
Guru sebagai makhluk sosial dan yang memiliki moral dan etika yang baik, berperan besar  dalam menuntun segala kodrat murid untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan belajar,  baik untuk dirinya sendiri, lingkungan sekolah, dan masyarakat. Penanaman  nilai-nilai kebaikan yang universal seperti cinta dan kasih sayang, kebenaran, keadilan, kebebasan, persatuan, toleransi, tanggung jawab,  penghargaan akan hidup, dan kesetaraan.
Penerapan dan pemahaman yang baik akan etika bagi seorang pemimpin pembelajaran akan menuntun seseorang dalam menentukan pilihan terbaik dari pengambilan Keputusan, hasilnya akan sangat berpengaruh dalam menanamkan etika yang benar pada diri murid sehingga Pendidikan kita mampu menciptakan manusia-manusia beretika. Karena Pendidikan adalah seni mewujudkan manusia beretika.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H