"Anak-anak tumbuh sesuai kodratnya sendiri. Pendidik hanya dapat merawat dan menuntun tumbuhnya kodrat itu" - Ki Hajar Dewantara
Salah satu filosofi pembelajaran Ki Hajar Dewantara dalam Pendidikan Guru Penggerak (PGP) adalah pembelajaran yang berpihak pada murid. Salah satu modulnya, yaitu modul 2 yang berisi Praktik Pembelajaran yang Berpihak pada Murid.
Dalam pembelajaran ini kita diajak untuk untuk memahami kebutuhan belajar murid lewat Pembelajaran Berdiferensiasi, dimana kita harus menyiapkan para pemimpin pendidikan di masa depan yang diharapkan mampu mendorong tumbuh dan berkembangnya siswa secara holistik, aktif, produktif yang berpusat pada murid. Sebagai pamong dalam menjalankan roda pendidikan nasional seorang guru hendaknya memahami bahwa  setiap  anak  itu  unik,  mereka  memiliki  minat,  intelegensi,  bakat  dan  kemampuan  yang  berbeda, maka kita dapat melaksanankan tiga bentuk diferensiasi, yaitu:
1) diferensiasi konten,
2) diferensiasi proses, dan
3) diferensiasi produk.
Selanjutnya, seorang pemimpin pembelajaran yang melakukan pembelajaran yang berpihak pada murid, haruslah tidak hanya mengelola dirinya, namun juga mampu membimbing murid sehingga ia memiliki ketrampilan-ketrampilan untuk dapat bertahan dalam masalah sekaligus mempunyai kemampuan memecahkannya, juga untuk mengajarkan mereka menjadi orang yang berkarakter baik dan tangguh serta bertanggung jawab.
Adanya korelasi positif antara berhasilnya pembelajaran sosial emosional dengan peningkatan akademik murid, maka sudah sepantasnya seorang guru dapat menerapkan pembelajaran ini di kelas dan di lingkungan sekolah dengan berkolaborasi bersama seluruh warga sekolah. Â Pembelajaran sosial emosional antara lain mencakup:
- memberikan pemahaman, penghayatan dan kemampuan untuk mengelola emosi (kesadaran diri)
- menetapkan dan mencapai tujuan positif (pengelolaan diri)
- merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain (kesadaran sosial)
- membangun dan mempertahankan hubungan yang positif (keterampilan membangun relasi)
- membuat keputusan yang bertanggung jawab (pengambilan keputusan yang bertanggung jawab).
Satu hal lagi yang sangat menarik dalam pembelajaran yang berpihak pada murid adalah, sebagai guru penggerak yang memiliki 6 peran utama, maka sang pamong ini haruslah memiliki kemampuan sebagai coach. Coaching adalah proses pembinaan kepada individu, kelompok atau organisasi untuk meraih kinerja secara optimal yang dilakukan secara terencana, teratur dan terarah, guna meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam menangani tanggung jawab yang diberikan sebagai sarana pengembangan pribadi dan profesional.
Dalam melakukan supervisi akademik melalui coaching, hendaknya berpedoman pada prinsip sebagai berikut:
1. Â Kemitraan: proses kolaboratif antara supervisor dan guru,
2. Â Konstruktif: bertujuan mengembangkan kompetensi individu,
3. Â Terencana,
4. Â Reflektif,
5. Â Objektif: data/informasi diambil berdasarkan sasaran yang sudah disepakati,
6. Â Berkesinambungan,
7. Â Komprehensif: mencakup tujuan dari proses supervisi akademik.
Peran dirinya sebagai coach dalam pembelajaran tidak hanya mampu menggali potensi dan peningkatan kompetensi serta kapasitas murid atau rekan sejawat, namun dengan metode coaching juga mampu meningkatkan kapasitas dan potensi dirinya. Dengan coaching ini akan terbangun korelasi yang baik dalam komunitas sekolah. Dengan coaching pula, akan terjadi pembelajaran terus menerus, empati, pemecahan masalah, pemberdayaan, serta refleksi yang berkelanjutan. Hal tersebut sangatlah penting bagi pengembangan dan kemajuan pendidikan kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H