Mohon tunggu...
Arinda Putri
Arinda Putri Mohon Tunggu... -

"一方のみが存在することを真実" \r\n(Conan Edogawa)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Saat Hati (Belum) Rindu Menikah...

27 Mei 2014   14:57 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:04 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menikah...
Siapa yang tak kenal dengan topik yang satu itu? ya, meskipun agak sedikit geli saya membahasnya, tapi saya coba memberanikan diri untuk berbicara tentang pernikahan. Bukan dalam tataran teori, hanya sekedar bercerita saja seperti biasa.
Akhir-akhir ini semakin banyak orang yang khawatir terhadap diri saya. Masalahnya sederhana saja, hanya karena sebuah angka yang menurut saya sebetulnya tak harus selalu dijadikan alasan untuk memaksa saya berbicara atau berpikir tentang ini. Ya, bagi kebanyakan dari mereka, usia 23 tahun sudah masuk kategori usia riskan bagi seorang perempuan jika ia belum menikah.
Entahlah, saya sendiri tak begitu yakin apa yang membedakan pola pikir saya dengan pola pikir mereka?. Hanya saja ada sedikit jiwa pemberontak saya untuk merevitalisasi paradigma itu. Sebegitu eratkah korelasi usia dengan pernikahan?. Ya, kalau kita mau jujur, memang tak ada yang salah saat orang-orang di sekitar kita khawatir dengan usia kita. Hanya saja lagi, menjadikan usia (seolah) faktor utama pertimbangan untuk menikah, saya pikir di titik ini terkesan kurang bijak saja.
Harus kita akui, mungkin di luar sana ada banyak orang yang menikah karena tuntutan usia. Tanpa berlepas dari pertimbangan medis seseorang, rasa-rasanya hakikat menikah bukanlah sekedar tuntutan usia. Beberapa kali saya berbincang-bincang dengan mereka yang selalu membawa tema pernikahan setiap kali bersua dengan saya, saya tanyakan, "Apa yang salah dengan usia?". Semua jawaban yang saya terima intinya hampir senada bahwasannya bagi seorang perempuan, usia itu menjadi sangat rentan dan riskan.
Dikalangan masyarakat kita, sudah sangat lumrah jika seorang perempuan (terlambat) menikah, maka sudah hampir pasti, ia akan menjadi bahan perbincangan masyarakat di sekitarnya. Saya tak bermaksud berburuk sangka pada masyarakat, tapi inilah satu dari sekian banyak realita yang saya temukan. Seolah menjadi masalah besar dan adalah masalah bersama saat seorang perempuan menikah diusia yang (katanya) sudah tak ideal, semisal usia 25 tahun ke atas. Mungkin tak sepenuhnya masyarakat salah dalam hal itu. Saya pun pernah diberikan penjelasan tentang efek keterlambatan menikah yang dipengaruhi usia dan berpengaruh terhadap kesuburan serta daya tahan seorang perempuan secara medis. Ada juga yang menjelaskannya dalam sudut pandang sosial.
Apapun bentuk penjelasannya, hakikatnya saya menerima itu, dan dalam banyak sisi saya pun sependapat. Hanya saja, ada paradigma yang ingin saya buat untuk membangun kesadaran bahwa menikah bukanlah karena kejar setoran usia. Jika kita kembalikan dalam sudut pandang seorang manusia sebagai hamba Allah, maka perkara jodoh adalah Dia yang mengaturnya, tugas kita adalah menyongsong jodoh yang sudah Dia siapkan dengan cara dan jalan yang sebaik-baiknya. Permasalahannya adalah kita tidak pernah tahu, diusia berapakah kita akan menemukan pendamping pilihan-Nya itu? dan dengan cara serta jalan apa kita menyongsongnya?.
Kebanyakan masyarakat kita terlalu berpaku pada usia, lagi-lagi angka. Padahal kalau kita mau sedikit saja berpikir dengan lebih bijak, tak haruslah kita berepot-repot ria 'menyadarkan' mereka yang belum menikah pada besarnya angka usia mereka. Saya yakin, mereka yang seperti saya, sudah berusia 23 tahun bahkan lebih dan belum menikah, tak berarti diam dan apatis dengan hal itu. Manusia yang sadar akan pernikahan sebagai bagian dari ibadah, tentulah memikirkan hal itu juga. Hanya saja tak harus hal itu ditunjukan ke hadapan publik, bukan?.
Kekeliruan lain yang menjamur di lingkungan sosial kita adalah kekhawatiran saat melihat mereka yang (katanya) sudah pantas menikah tapi belum menikah juga dan masih sering kali terlihat sendiri, tak nampak dekat dengan siapapun. Nah di titik ini saya jauh lebih vokal daripada menanggapi perkara usia yang saya sadari sudah semakin jauh meninggalkan masa muda. Saya katakan adalah salah jika keumuman dari kita khawatir atas diri orang lain yang selalu terlihat single fighter. Pertanyaannya, apakah setiap orang yang belum menikah harus selalu nampak dekat dengan seseorang? Bagi saya tentu tidak. Jika dekat yang dimaksud di sini adalah pacaran, maka lagi, saya katakan tidak.
Permasalahan orang yang belum menikah bukan hanya perkara kejar setoran usia atau kesiapan diri yang paripurna dalam segala hal, tapi bagaimana ia membekali diri, berbenah diri dan menyongsong sang pendamping hidup, itulah yang ingin diframekan kepada masyarakat. Seolah bukan hal lazim saat ia yang belum menikah nampak masih betah dengan ke-single fighter-annya. Mereka yang sadar akan syari'at atau aturan yang semestinya dalam mencari dan menemukan pendamping hidup, tentu tidak akan membenarkan jalan pacaran itu. Terlalu banyak ketidak bermanfaatannya dari jalan itu. Sayangnya, sebagian besar masyarakat kita sudah membangun pola pikir yang terbalik. Pacaran adalah biasa, sedang mereka yang tidak pacaran adalah aneh dan tidak biasa.
Bukan tanpa sebuah tantangan berarti saat diri kita belum menikah. Pandangan-pandangan seperti itu akan menjadi bagian dari ujian hati bagi mereka-mereka yang belum menikah, termasuk bagi saya. Tentu saja tidak akan mudah untuk tetap bertahan, berpegang teguh pada syari'at yang kita yakini kebenarannya jika kita tidak terus menerus membangun benteng yang kokoh bagi diri kita sendiri.
Saya percaya, mereka yang belum menikah, memilih untuk tidak pacaran, tak tergesa-gesa karena usia, tak berarti mereka tak memikirkan tentang pernikahan, tak berarti pula mereka tak mempersiapkan diri dan semuanya untuk sampai ke jenjang itu. Kita yang tidak banyak tahu secara mendalam tentang hal itu, maka diamlah, tak harus banyak berbicara, karena Allah selalu tahu kapan waktu yang tepat untuk meng-indahkan semua ikhtiar dari mereka yang belum menikah, dari mereka yang selalu berikhtiar sesuai dengan syari'at-Nya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun