Krisis ekologi adalah salah satu tantangan besar yang dihadapi oleh umat manusia di era modern ini. Perubahan iklim, penurunan keanekaragaman hayati, pencemaran lingkungan, dan kerusakan sumber daya alam adalah beberapa bentuk nyata dari krisis tersebut. Dalam konteks ini, buku Fikih Ekologi karya Dr. Agus Hermanto, M.H.I hadir memberikan perspektif islami terkait dengan isu-isu ekologi, serta bagaimana umat Islam dapat berperan dalam mengatasi krisis ini melalui pendekatan fikih dan ajaran agama.
Krisis Ekologi sebagai Tantangan Umat
Dr. Agus Hermanto, M.H.I dalam bukunya menekankan bahwa krisis ekologi bukan hanya permasalahan ilmiah atau teknis, melainkan juga permasalahan etis dan spiritual. Alam bukan sekadar objek yang bisa dieksploitasi tanpa batas, tetapi merupakan amanah yang diberikan Allah kepada manusia. Manusia sebagai khalifah di bumi memiliki tanggung jawab untuk menjaga keseimbangan alam (mizan) sebagaimana yang diajarkan dalam Al-Qur'an dan hadits.
Dr. Agus Hermanto, M.H.I menjelaskan bahwa salah satu penyebab utama krisis ekologi adalah eksploitasi berlebihan yang didorong oleh paradigma antroposentris, di mana manusia merasa menjadi pusat dari alam semesta dan berhak menguasai serta mengeksploitasi sumber daya alam tanpa batas. Paradigma ini bertentangan dengan ajaran Islam yang mengajarkan manusia untuk hidup harmonis dengan alam, menjaga kelestarian lingkungan, dan menghindari kerusakan (fasad) di muka bumi.
Konsep Fikih Ekologi
Buku Fikih Ekologi mencoba menjembatani isu-isu ekologis modern dengan prinsip-prinsip dasar hukum Islam (fikih). Dr. Agus Hermanto mengajukan gagasan bahwa fikih, sebagai disiplin ilmu yang mengatur hubungan manusia dengan sesama, juga dapat digunakan untuk mengatur hubungan manusia dengan alam. Prinsip-prinsip dalam fikih seperti keadilan, keseimbangan, dan tidak merusak menjadi landasan dalam menjaga kelestarian lingkungan.
Beberapa konsep kunci dalam fikih ekologi yang diangkat oleh Hermanto antara lain:
Al-'Adl (Keadilan): Keadilan tidak hanya berlaku pada hubungan manusia satu sama lain, tetapi juga dalam interaksi manusia dengan alam. Keadilan ekologis berarti memastikan bahwa kebutuhan generasi sekarang dipenuhi tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Al-Mizan (Keseimbangan): Dalam Al-Qur'an, Allah berulang kali menyebutkan pentingnya menjaga keseimbangan dalam penciptaan. Ekosistem diciptakan dalam keseimbangan yang sempurna, dan tugas manusia adalah menjaga keseimbangan tersebut. Ketika keseimbangan ini terganggu, maka bencana ekologis akan terjadi.
Ihsan (Kebaikan dalam Berperilaku): Konsep ihsan mengajarkan bahwa manusia harus berbuat baik tidak hanya kepada sesama, tetapi juga kepada lingkungan. Ini mencakup penggunaan sumber daya alam secara bijaksana dan bertanggung jawab, serta melestarikan alam sebagai bentuk ibadah kepada Allah.
Praktik-Praktik Berkelanjutan dalam Islam
Dalam bukunya, Dr. Agus Hermanto juga menawarkan sejumlah solusi praktis berdasarkan ajaran Islam untuk mengatasi krisis ekologi. Beberapa di antaranya adalah:
Hemat Sumber Daya: Islam mengajarkan pentingnya berhemat dalam penggunaan air, energi, dan sumber daya alam lainnya. Ini sejalan dengan konsep tawazun (keseimbangan) dan israf (berlebihan) yang dilarang dalam Al-Qur'an.
Pengelolaan Sampah: Islam mengajarkan kebersihan sebagai bagian dari iman. Hal ini bisa diterapkan dalam manajemen sampah yang baik, seperti daur ulang dan pengurangan sampah plastik.