Mohon tunggu...
Arinda Oktariski Setyaningsih
Arinda Oktariski Setyaningsih Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

🗂️

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Curahan Kasih, Ciptakan Kisah

28 November 2023   17:48 Diperbarui: 28 November 2023   22:22 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penulis:

Arinda Oktariski Setyaningsih & Dr. Muhammad Rohmadi, M. Hum.

Berbicara tentang makna ‘kasih’ tentu tidak akan jauh-jauh dari rasa sayang dan ketulusan. Setiap orang tentu menginginkan kesempurnaan dalam hidupnya, apalagi jika curahan kasih sayang dan ketulusan itu datang dari orang yang berharga. Tentu rasanya hati berbunga-bunga jika dibayangkan.

Namun, tidak perlu berpikir terlalu jauh tentang itu. Cobalah untuk melihat lebih dekat, pasti kau akan lebih bersyukur dan bijaksana. Misalnya saja kedua orang tua kita. Pernahkan kita merenungkannya? Betapa besar cinta dan ketulusannya yang hadir sebelum kita lahir. Sudahkah kita bersyukur? Sudahkan kita ucapkan terima kasih? Atau justru kitalah yang menjadi sebab kesedihan mereka?

Mungkin sebagian dari kita pernah terluka atas pola asuh yang diterapkan oleh kedua orang tuanya. Bahkan terkadang berpikir dunia tak pernah adil hingga merasa diri kita yang paling terluka. Segala bentakan, tuntutan, kekangan, dan pola asuh lain yang tak sesuai dengan zamannya pun kerap kali melukai psikologis kita. Namun, itu semua dilakukan oleh orang tua demi kebaikan dan kesuksesan kita di masa depan.

Mungkin cukup sensitif jika membahas perihal orang tua, tapi terkadang itulah faktanya. Orang tua kita lahir dan tumbuh di zaman yang berbeda dengan kita, jadi wajar saja jika pola asuh yang mereka terapkan tak sesuai dengan harapan. Mereka pun sama layaknya kita yang tak sempurna. Mereka juga baru pertama kali menjadi orang tua, begitu pun dengan kita yang baru pertama kali menjadi anak. Lalu mengapa kita saling menuntut kesempurnaan?

Ibumu punya retak.

Ayahmu punya retak.

Memaafkan mereka 

adalah obat segala obat.

(J.S. Khairen – Novel Dompet Ayah Sepatu Ibu)

Kutipan di atas mungkin dapat kita jadikan sebagai bahan renungan. Mungkin untuk saat ini kita hanya perlu bersyukur daripada kufur. Mungkin dengan memaafkan, hati kita akan menjadi lebih tenang. Mungkin dengan mengikhlaskan, hati kita menjadi lebih lapang. Mungkin dengan curahan kasih, secara tak sadar menciptakan sebuah kisah.

Sejatinya kehidupan itu hanyalah tempat untuk singgah, bukan tempat untuk menetap. Segala perjalanan kehidupan sudah pasti mendewasakan. Jika perjalanan itu tampak menyedihkan, cukup ambil itu sebagai pelajaran. Jika perjalanan itu justru kitalah penyebab kesedihan bagi seseorang, berarti kita cukup untuk dijadikan pembelajaran. Oleh karena itu, jadilah pemeran utama di dalam kisah kehidupanmu sendiri dan syukuri segala sesuatu yang telah terjadi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun