Pantai, Sarana Saya Mendefinisikan Fine Art Photography [WPC X] Oleh : Harini Rahmi Pantai sepertinya tak pernah memberikan kepuasan bagi saya untuk memandangnya. Bagi saya pantai bukanlah suatu objek yang cantik melainkan objek yang anggun dan menawan sehingga membuat saya ingin terus dan terus untuk menatapnya. Berbeda dengan pegunungan yang dari satu waktu ke waktu lainnya akan mengubah warna hijau menjadi kuning atau bahkan kecoklatan, pantai justru senantiasa menawan dengan  birunya laut yang tak pernah pudar. Tahun kemaren, hari ini, esok, atau lusa, pantai tetap  elok dengan nuansa birunya.
Pantai menyimpan beribu cerita yang tak henti menggugah kita untuk tertawa, terharu, bahkan romantisme penuh air mata. Pantailah menjadi sahabat yang senantiasa setia mengawani jiwa-jiwa yang berteriak atas keberhasilannya, keterpurukannya, atau bahkan nelangsanya.
Bermula dari menginjakkan kaki di pasirnya nan eksotis, diikuti dengan mata yang kemudian menatap lekat panoramanya, hingga akhirnya tangan ini tak kuasa untuk menahan barang sebentar saja untuk segera melukiskannya dengan memanfaatkan fasilitas kamera yang ada. Lewat potret saya ingin merasakan dan melihat kembali screen-screen yang tak henti bercerita dalam diamnya. Beberapa kali saya pun tersenyum, termangu, dan berdecak kagum oleh indahnya sketsa alam buah cipta Tuhan semesta alam.
WPC Â yang mengenalkan saya dengan group
Kampret [Kompasianer
Hobi Jepret] akhirnya berhasil memaksa saya untuk kembali menelusuri
hobi yang beberapa waktu sempat tertinggalkan. Dua bulan saya menjadi penyimakÂ
Weekly Photo Challege [WPC] di kompasiana akhirnya seperti ada sesuatu dalam diri ini yang terus frontal memaksa saya untuk tak semata menjadi penikmat artikel WPC. Tema
WPC X,
fine art menjadi momen perdana bagi saya untuk ikut meninggalkan jejak photography saya.
Hasil potret saya bisa jadi belumlah sebagus rekan-rekan
KAMPRET lainnya. Namun tak akan ada buah karya yang menjadi menarik dan luar biasa jikalau tak ada kontribusi dari karya-karya yang biasa hehehe. Kecintaan saya akan pantai seperti yang sudah saya uber di bagian awal artikel ini akhirnya menjadikan pantai menjadi objek pilihan saya dalam
WPC X.
Fine art photography bukanlah suatu istilah yang familiar bagi saya. Berbagai literatur telah saya bongkar untuk menjari makna sejatinya
fine art photography namun tak berhasil membuat sebuah kesimpulan utuh dalam benak saya. Akhirnya saya mencoba mengartikan
fine art photograpy melalui potret-potret ini.
Jika seorang pelukis menjadikan lukisan sebagai sarana untuk mengekpresikan seni yang dimaknainya, maka bagi saya photo adalah sarana yang saat ini terjangkau bagi saya untuk mendefinisikan seni.
Melalui penelusuran saya, saya memahami
fine art photography sebagai photo-photo yang mampu mengintegrasikan seni dalam objek yang berhasil ditangkapnya.
Fine Art Photography tak sekedar enak dilihat tetapi harus lihai dalam bertutur cerita dalam diamnya.
Potret yang saya sajikan dalam artikel ini mengambil dua tempat dalam waktu yang berbeda. Photo pertama dan yang terakhir saya ambil di
pantai Padang, sedangkan sisa photo lainnya saya bidik dari panorama
pantai Gandoriah yang berlokasi di Pariaman, Sumatera Barat.
Pantai Padang mungkin sudah acap kali dituliskan dalam banyak artikel di kompasiana, namun untuk pantai Gandoriah saya yakin tempat wisata yang satu ini masih cukup awam bagi banyak orang, tak saja sahabat dari luar Sumatera Barat, bahkan di masyarakat Minang sekalipun tempat ini masih belum begitu popular.
Tempat ini sangat eksotis dan layak untuk direkomendasikan sebagai destinasi wisata Indonesia. Cerita lebih lanjut mengenai pantai yang memukau ini akan saya ulas dalam artikel tersendiri dalam waktu dekat ini. Semoga hasil jepretan saya ini mampu mendapatkan tempat di
WPC X khususnya dan warga kompasiana pada umumnya.
Saya memang tidak punya kamera yang bagus seperti pecinta photography umumnya, namun saya yakin bahwa ketidakberpunyaan bukanlah alasan apalagi batasan bagi saya untuk mengabaikan kecintaan saya dalam photography. Meski lewat kamera sederhana, saya yakin kita tetap akan mampu berkarya meski bukan sesuatu yang luar biasa tapi saya percaya bahwa setiap jepretannya tetaplah ISTIMEWA, setidaknya bagi kita yang memotretnya. So, tidaklah dosa kiranya jikalau mengagumi karya sendiri.
Panorama sunset ini menjadi penutup artikel saya kali ini namun bukan menjadi akhir dari tarian jemari saya di WPC, apalagi kompasiana. Photo dan tulisan adalah sarana saya untuk mengekpresikan diri.  Lewat tulisan saya bercerita, melalui photo saya berharap mampu membagi rasa.
Bagi sahabat yang ingin menikmati karya sahabat kampretos lainnya, maka dapat mampir keÂ
WPC X : Fine Art Photography. Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Sosbud Selengkapnya