Mohon tunggu...
Harini Rahmi
Harini Rahmi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Life is a process to transfer our values to others. Make ourself meaningfull anytime anywhere for all people

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Belajar dari Warga Keturunan Tionghoa

20 Juni 2012   23:30 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:43 1939
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belajar dari Warga Keturunan Tionghoa

Oleh : Harini Rahmi

Juni adalah bulan yang menjadi favorit bagi banyak orang. Bulan ini adalah kesempatan bagi keluarga untuk dapat menikmati liburan bersama anggota keluarga. So, kemana anda akan menghabiskan liburan kali ini bersama si buah hati? Mmmm, sebagai referensi liburan anda bersama keluarga, saya akan memberikan secuil informasi mengenai salah satu destinasi wisata yang berada di bumi nusantara. Kota Padang, itulah nama tempat destinasi wisata yang akan kita bahas kali ini.

Kota Padang yang lebih popular dengan masakannya yang super lezat ini ternyata memiliki berbagai spot wisata yang menarik untuk dijelajahi. Jika di beberapa postingan saya terdahulu telah kita bahas tempat wisata berupa pantai dan pegunungan, kali ini saya akan berbagi mengenai tempat wisata yang berada di dalam kota Padang.

Kampung China atau yang biasa dikenal dengan istilah china town di kota atau negara lainnya di dunia ternyata juga terdapat di kota Padang. Kampung China adalah sebuah lokasi di mana warga keturunan Tionghoa hidup bersama sekaligus menjalankan berbagai aktivitas dagang di tempat yang sama. Jalan AR. Hakim, Jalan Hos Cokroaminoto, Jalan Pondok, Jalan Nipah, Jalan Samudra, Jalan Pulau Karam, Jalan Kelenteng, Jalan Tepi Pasang, Jalan Kampung Batu, Jalan Dobi, Jalan Arau, dan Jalan Niaga adalah beberapa tempat yang didominasi oleh warga keturunan Tionghoa. Umumnya mereka melakoni pekerjaan sebagai pedagang. Tak hanya menjual barang-barang kebutuhan sehari-hari, elektronik, obat-obatan, peralatan tulis, tetapi mereka juga menjual makanan khas Minang seperti keripik balado dan aneka oleh-oleh lainnya.

1340230546986750970
1340230546986750970

Kehidupan warga pribumi dan Tionghoa berjalan dengan baik dan minim konflik meski tidak dipungkiri bahwa masih terdapat kecemburuan sosial dari warga pribumi melihat keberhasilan warga keturunan Tionghoa ini dalam berdagang. Inilah yang menjadi pemicu kerusuhan pada saat krisis ekonomi tahun 1998 di mana warga Tionghoa menjadi sasaran penjarahan dan aksi kekerasan lainnya. Syukurnya ini tidak berlarut-larut dan dapat membaik seketika. Pun hingga saat ini antara pribumi dan warga keturunan Tionghoa dapat hidup berdampingan dan tanpa konflik.

Masyarakat pribumi dan warga keturunan Tionghoa memiliki dua ciri khas yang hampir sama yakni mereka adalah kaum yang memiliki jiwa dagang yang mendarah daging serta memiliki paham yang kuat terhadap religi dalam konsep mereka masing-masing. Ketika pribumi sangat memegang teguh agama Islam sebagai keyakinannya, warga keturunan Tionghoa pun senantiasa taat melaksanakan ajaran agama mereka [Budha dan atau Kongkhucu]. Meski demikian, mereka tidak memiliki gesekan apalagi benturan yang tajam, kedua suku ini dapat menghargai keunikan masing-masing. Jika orang Padang menjadi penguasa dagang di nusantara, orang China justru menjadi primadona di dunia internasional.

1340230614626802137
1340230614626802137

Pasca reformasi, warga keturunan ini dapat lebih leluasa dalam menjalankan ibadah serta menjalankan adat atau budaya mereka. Mereka dapat menyelenggarakan hari-hari penting menurut agama dan kepercayaannya tanpa ada tekanan dari masyarakat pribumi.  Orang pribumi justru datang berbondong-bondong untuk menonton berbagai atraksi yang digelar dalam upacara-upacara adat kaum China tersebut, seperti  Imlek (tahun baru Cina), Cap Go Meh (hari ke 15 dari perayaan imlek), Kio, Sipasan atau Pek Chun (hari raya yang memperingati puncak musim panas), serta pertunjukan Barongsai. Bahkan lomba Barongsai tingkat internasional pernah digelar di kota Padang beberapa tahun yang silam.

Di kawasan kampung China ini tepatnya di jalan kelenteng kita akan menemukan rumah ibadah mereka yang didominasi dengan warna merah. Selain rumah ibadah, di lokasi ini juga terdapat beberapa tempat perkumpulan sosial, pemakaman, dan kebudayaan. Ada dua perkumpulan yang sangat populer yakni Himpunan Bersatu Teguh [HBT] dan Himpunan Tjinta Teman [HTT]. Kita diperbolehkan berkunjung ke tempat ibadah mereka maupun ke tempat perkumpulan mereka. Penyatuan antara pribumi dan kaum Tionghoa juga tampak dari para penggiat budaya mereka yang tak jarang juga berasal dari pribumi, jadi jangan heran tatkala anda melihat para pemain barongsai yang tidak bermata sipit dan berkulit coklat hehehe.

Berwisata ke daerah ini membuat kita memahami budaya serta adat dari warga Tionghoa. Lebih jauh, ternyata ada hal-hal di mana kita perlu untuk berguru kepada kaum Tionghoa ini. Mereka adalah bangsa yang menjunjung tinggi kekerabatan, mereka sangat menjaga martabat keluarga dan menghormati leluhurnya. Sikap dasar mereka yang lahir dari pengaplikasian ajaran Confusius dan Tao ini justru kontras sekali dengan bangsa kita. Selain itu mereka adalah bangsa yang tetap menghargai budaya dan adat mereka. Inilah mengapa budaya China tumbuh subur di negaranya pun di berbagai negara lain yang dijadikan tempat bermukim oleh keturunannya di seluruh jagad raya. Nilai-nilai tersebut tentunya dapat menjadi panutan bagi kita yang mana hingga saat ini lebih condong mengadaptasi budaya asing dan melupakan budaya sendiri kemudian berteriak maling kepada negara lain yang dengan senang hati melestarikannya dan mengakuisisinya menjadi bagian dari budayanya.

13402307221206650495
13402307221206650495

Dari perjalanan mengitari wilayah Chinatown kita juga dapat menelisik bahwa meskipun budayanya China terasa kental di sekelilingnya namun terjadipula alkulturasi di suku tersebut. Meskipun mereka keturunan Tionghoa, namun jangan sekali-kali anda mengajak mereka berbahasa China, hampir 99% dari mereka justru tidak lagi bisa berbahasa China [sumber : capgomehinpadang.blogspot.com]. Pasar Tanah Kongsi, sebuah pasar yang terdapat persis di tengah-tengah kawasan kampung Cina ini adalah tempat di mana kita akan melihat pengunjung maupun penjualannya didominasi oleh warga Tionghoa. Dari pasar ini kita akan bisa melihat mereka berinteraksi, bahasa yang digunakan tidak lain adalah bahasa campuran Melayu-Tionghoa. Misalnya : lu pigi sama sapa ha? [kamu pergi dengan siapa?]; cilaka tigo bleh lah torang tu [Celaka tiga belaslah kamu]; nya ndak mau torang pigi o [dia tidak mau saya pergi].

Berkunjung ke daerah kampung China ini kita juga melihat bagaimana warga Tionghoa itu hidup dalam kesederhanaan, mereka tidak hanyut dalam budaya pop yang justru melanda generasi kita. Sangat sedikit pula dari mereka yang berstatus sebagai pekerja, mereka umumnya memilih menjadi seorang pengusaha. Lagi, kita diajarkan untuk mengikis mental pekerja, dan tanamkanlah mental wirausaha.

13402308441474697320
13402308441474697320

Capek sehabis berkeliling kampung China, maka saatnya anda melepas lelah. Anda dapat mampir di cafe-cafe yang mednyediakan  aneka kuliner. Saya sangat merekomendasikan anda untuk mencicipi segar dan enaknya es Durian yang ada di kawasan tersebut. Salah satu brand yang top adalah “Es Durian Ganti Nan Lamo”.

So, banyak hal bukan yang dapat kita petik dari kampung China di kota penghasil bingkuang ini?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun