Mohon tunggu...
Harini Rahmi
Harini Rahmi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Life is a process to transfer our values to others. Make ourself meaningfull anytime anywhere for all people

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Tiga Wanita Satu Rasa [Galau]

23 April 2012   17:38 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:14 500
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Maaf ya aku nggak bisa ngumpul dengan kalian sore ini, pacar aku nggak ngijinin aku", Ujar Dwi kepada rekan kerjanya dengan mimik memelas. Ini bukan kali pertama Dwi tidak bisa berbaur dengan teman-temannya di luar jam kerja. Alasannya nggak jauh beda, masih seputar pacarnya yang tidak memberikannya izin. Kalau Dwi tidak dijemput sang pacar, maka Dwi wajib menemui sang pacar ke tempat kerjanya seusai jam kerja (langsung loh). Nggak jarang juga kami melihat Dwi pulang kantor naek angkot, padahal dia punya motor.

Suatu kali Tia bertanya kepada Dwi, "Wi, kok akhir-akhir ini kamu jarang pakai motor, rusak ya?".
Dwi tersenyum dan dengan polosnya menjawab, "Motorku dipakai ama pacar aku".
Dubraaaak, miris banget ngedengernya, padahal tu motor baru di beli Dwi dengan cara kredit lagi, aduuuuh, kok ada ya cowok yang demikian nggak tau dirinya?", batinku.

Dwi juga selalu siap malu dihadapan teman-temannya karena aksi overprotected dari sang pacarnya. Namun demikian Dwi tetap wanita biasa, yang mau tidak mau juga galau kalau terlalu dimata-matai ama sang pacar.

***

"Hi Nad, tampang loe persis kek celana jeans loe dech. Kucel karena terlalu banyak lipatannya, nggak sedep banget ngeliatnya", Komentar Siska suatu hari.

Nadya kian manyun melengkapi kekusutan wajahnya yang lupa disetrika. "Iya nich, gue lagi galau Sis. Ada cowok yang nembak gue, tapi gue bingung", terang Nadya.
Katanya dia cinta, tapi gue bilang kalo gue belum siap buat pacaran. Gue pengennya kami sahabatan dulu aja. Gue sebenarnya nyaman bangat kalo cerita atau jalan ama dia, tapi gue belum siap untuk pacaran. Gue belum yakin ama dia. Tapi dianya nggak mau menunggu lebih lama buat jadi pacar gue. Dia juga kecewa ama sikap gue. Dia bilang kalau memang gue nggak mau pacaran ama dia, kenapa juga gue selama ini mau diajakin maen bareng, dijadikan tempat curhatan dia, dan selalu ada kala dia butuh teman. Justru dia merasa gue mainin perasaan dia. Nadya berceloteh sendiri tanpa ditanya.

"Trus perasaan loe ke dia gimana sebenarnya Nad?", tanyaku.
Setelah diam cukup lama, akhirnya Nadya merespon pertanyaanku, "Gue tidak membencinya tapi gue juga nggak cinta ama dia. Gue nggak tau apa definisi yang tepat mengenai perasaan gue. Yang pasti gue butuh waktu untuk tau lebih pastinya bagaimana perasaan gue ke dia. Namun gue nggak bisa menjanjikan juga kalo dengan berjalannya waktu gue bisa mencintai dia. Kalau memang nyatanya suatu waktu nanti gue ternyata mencintainya, gue pengen hubungan yang bersifat serius, punya komitmen untuk ke depan. Gue jelasin ke dia kek gitu. Eh dia malah marah dan bilang dia nggak bisa nunggu lebih lama. Dia juga bilang kalau dia merasa gue menggantung dirinya dalam penantian tanpa sebuah kepastian. Dia juga bilang kalau dia belum siap untuk menjalin hubungan yang serius.

Aku tersenyum geli mendengar cerita Nadya. Akhirnya aku beranikan diri berargumen, "Menurut gue, cowok kek gitu emang nggak pantas buat loe (kelaut aja dech dianya hehehehehe). Kalau dia emang beneran sayang ama loe, dia pasti bakalan nungguin loe sampai kapanpun bahkan dalam ketidak pastian sekalipun. Jika loe emang berharga bagi dia, maka kebahagiaan loe adalah prioritasnya. Kalau elo sampai membalas cintanya dalam penantiannya itu, itu hanya bonus, bukan tujuan. Sorry, itu pandangan jujur lo dari gue, hehehe".

Nadya malah nangis habis mendengar celotehan gue. "Gue sedih banget ngeliat sikapnya itu. Meskipun gue udah memilih opsi untuk berteman, gue sebenarnya berharap waktu itu dia mau nungguin gue sampai gue siap buat pacaran, hiks hiks hiks", ujar Nadya terbata-bata.
***

Lian, perempuan 23 tahun.
Pacaran dengan Dimas, rekan satu kantornya.
Senin sampai Jum'at Lian selalu dijemput dan diantar oleh Dimas. Pulang kerja, Lian harus segera menuju kampus untuk belajar. Selama Lian belajar di kelas, Dimas dengan setia menunggu di luar kelas hingga jam 21.00 (jam usainya pembelajaran terakhir Lian). Lian diantarkan ke rumah dengan selamat. Sabtu, Lian dan Dimas mengisinya dengan aktivitas olahraga bersama, mulai dari jogging hingga bermain tennis. Minggu adalah waktu di mana mereka menghadiri berbagai acara resepsi pernikahan kerabat mereka atau diisi dengan liburan berdua. Artinya di mana ada Lian maka bisa dipastikan ada Dimas. Persis kek orang suami istri.

"Gue capek dech jalan ama Dimas", ucap Lian suatu kali. Tidak ada angin tiada badai, tiba-tiba Lian curhat ke saya. Saya tentunya lebih bingung lagi, karena dari yang saya liat justru Lian selalu tampak ceria. Ternyata dari penuturan Lian yang panjang lebar saya baru tahu kalau Lian selama ini menjalani hubungan yang mana dia mencintai pacarnya namun tidak bisa menolak perintah pacarnya. Ke manapun dia pergi harus ditemani oleh sang pacar. Dimas sangat mencintainya dan tidak ingin mengambil resiko kalau suatu hari Lian berpaling alias berselingkuh di belakangnya. Lian mencintai Dimas namun pasti dalam seminggu Lian ada session nangis sesegukan karena merasa dunianya kian kecil. Tiada teman, yang ada hanya Dimas. Tak heran kenapa kuliah Lain tidak kelar-kelar meski udah memasuki tahun ke enam. Karena dunia Lian adalah dunia galau....

Tiga dara dengan usia dan pekerjaan yang berbeda tetapi mempunyai masalah yang sama, yaitu GALAU....

Belum jadi suami aja sudah segitunya pengaruh sang lelaki terhadap dirimu, bagaimana kalau ntar dah jadi laki yach (ihhhh nggak kebayang). Ingat girl, dia itu pacar loe, bukan suami, bapak, ataupun saudara loe yang berhak buat ngatur hidup loe segitunya (baca: demi egoismenya semata).

To all ladies, percayalah bahwa hidup ini indah. Stop GALAU. Ingat, tidak ada satu orangpun yang dapat membuat kita menangis kecuali kita MENGIZINKANNYA melakukan itu. Jadi galau itu bukan karena suasana, keadaan, ataupun orang lain. Galau itu karena diri kita sendiri yang memilih untuk GALAU.

Love your self guys.

Salam anti galau,
--Arin

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun