Dikumpulakn di dalam musolah/ masjid kemudian setelah pembacaan yasin dan tahlil makanan tersebut dihidangkan secara acak kepada masyarakat yang mengikutinya. Budaya riyoyonan tergolong budaya yang sangat sederhana, tetapi didalamnya mengandung nilai sosial yang sangat tinggi.
Sebuah momentum yang sangat dinanti, terlepas dari kesibukan pribadi yang menjerat kita untuk bersosialisasi, tumpah  dalam satu wadah keharmonisan tatanan masyarakat. Tidak memandang jabatan dan harta, yang kaya bisa saja merasakan hidangan makanan yang dibuat oleh si miskin, begitu juga sebaliknya yang miskin bisa merasakan hidangan makanan yang dibuat oleh si kaya. Jalinan temali yang awalnya rapuh oleh kesibukan dunia; hilang tergantikan oleh fitrah riyoyo.
Selain riyoyonan adat atau budaya yang masih dilakukan oleh masyarakat Pekalongan yaitu besik kuburan (Bahasa Jawa: Berkunjung). Besik kuburan biasa dilakukan oleh masyarakat Pekalongan dua hari sebelum Idul Fitri atau sering disebut oleh masyarakat Pekalongan dengan istilah Pasar Kembang Cilik dan Pasar Kembang Gedhe.
Sesuai dengan namanya pasar kembang cilik dan pasar kembang gedhe merupakan sebuah pasar dadakan yang mana hanya ada pedagang bungan melati, bungan mawar, bunga kantil, kemangi, minyak wangi serta papan nisan.
Masyarakat Pekalongan sebelum mereka besik/ berkunjung ke kuburan baik orang tua ataupun sanak saudara, mereka menyempatkan untuk membeli barang yang dibutuhkan di pasar kembang cilik ataupaun pasar kembang gedhe.
Penulis : Arina Manasikana, Mahasiswa Jurusan Hukum Ekonomi Syariah IAIN Pekalongan