Mohon tunggu...
Arina Luthfiana
Arina Luthfiana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Jurusan Manajemen Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Yakin Ingin Berbisnis Online? Ketahui Beberapa Hal Ini Sebelum Memulai!

5 Maret 2022   14:45 Diperbarui: 5 Maret 2022   14:53 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengelola akun bisnis di instagram tidak se-fancy kelihatannya. Orang-orang melihat hasil akhir tanpa tahu apa yang terjadi di balik layar mereka, termasuk saya. Kalau kalian mau menelusuri lebih jauh, banyak sekali tantangan yang harus dihadapi "admin" pengelola bisnis online walaupun kelihatannya ungkang-ungkang saja di rumah.

Ada hal-hal kecil yang terjadi yang jarang terpikirkan orang lain saat menjalankan usaha ini. Kami harus sabar meladeni chat calon pembeli yang kadang cerewet, kadang bocil tak beretika, minta rincian produk ini-itu tanpa mau membacanya sendiri padahal sudah dijelaskan di deskripsi. Minta pap produk asli kalo nggak berarti nipu, katanya. Belum lagi harus cek ongkir dan menjelaskan prosedur pembayaran. Kadang kala saat berkata sudah fix, ternyata kabur tak jadi beli.

Kadang kami harus make a deal dengan pelanggan pasal harga. Ada saat mereka minta nego, turun harga dengan angka yang tidak manusiawi. Bahkan ada yang lebih rendah dari harga asli. Kata mereka terlalu mahal, dari olshop sebelah saja tidak semahal ini.

Dan saya pun hanya tersenyum sambil membatin.

Kalau anda memang sudah bertemu dengan harga yang jauh lebih murah, mengapa repot-repot nego ke saya? Sadis pula. Mengaku saja kalau sedang krisis keuangan, masuk akal bila segalanya akan jadi mahal.

But other than that, yang perlu menjadi konsen para admin pemilik olshop adalah memantau pergerakan paket yang telah diantar.

Saya pernah, telah mengirim lima buah botol minum ke wilayah Sulawesi---yang mana terlampau jauh karena saya berdomisili di Jawa, dan ongkir mahal. Pembeli saya memilih ekspedisi dengan ongkos paling murah, yang menyebabkan paket bergerak lamban. Tiap hari ia mengirim pesan ke saya tentang paketnya, "Sudah sampai mana ka?", "Sudah dekat Sulawesi belum, ka?" dan pertanyaan lain yang terus membombardir saya.

Padahal sehari setelah barang terkirim, saya memberikan nomor resinya, alias nomor untuk melacak pergerakan paket. Namun karena konsumen ini "spesial", sepertinya ia malas untuk melacak sendiri dan memilih saya untuk menjadi malaikat penolongnya. Alias, saya yang jadi tukang lacak paket. Padahal sudah saya jelaskan kalau nomor resi itu saya berikan bukan untuk hiasan, melainkan alat untuk melacak di aplikasi track paket.

Setelah dua minggu, barang tak kunjung sampai. Kami berdua---saya dan si konsumen ini resah. Status paket hanya stuck di satu tempat selama berhari-hari. Saya sudah berusaha mengirim email pada pihak ekspedisi namun berakhir tanpa balasan. Saya juga mencoba menghubungi nomor customer service namun gagal. Berakhirlah saya menjadi korban tuduhan penipuan atas pengiriman paket ini. Pembeli saya marah, minta ganti rugi, tak peduli lagi akan bukti nomor resi, intinya ia minta ganti rugi. Ia juga mengancam akan melapor ke pamannya yang berprofesi sebagai polisi.

Saya terjebak.

Waktu itu saya masih sekolah, belum berpikiran rasional apalagi memecahkan masalah di kondisi yang pelik macam ini. Dan akhirnya saya menjadi pihak yang kalah. Tiada yang bisa saya lakukan selain mentransfer balik seluruh biaya yang ia kirim, karena sudah terlampau panik.

Usai melakukan refund, ia berterima kasih secara singkat dan tak pernah menghubungi saya lagi---hingga seminggu kemudian, saya terkejut. Mendapat pesan bergambar botol-botol yang saya kirim tempo lalu telah mendarat di rumahnya dengan selamat.

Selamat. Ternyata barangnya sampai. Dia spontan meminta maaf berulang-ulang dan membayar kembali uang yang telah saya kembalikan. Tanpa full harga. Katanya, ia kehilangan konsumen karena botolnya datang terlambat. Satu botolnya tak terjual, karena itu salah saya, makanya ia hanya mau membayar 3/4 harga dari yang seharusnya.

Lalu, saya iyakan tawarannya untuk membayar meski tak full.

Saya memilih setuju dan mengalah. Daripada mendapat nol benefit, saya memilih opsi kedua. Yaitu jual rugi. Saya enggan berdebat dan hanya ingin uang kembali walau tak utuh. Karena saya tau, karakteristik orang "ngotot" seperti itu hanya akan membuat kita lelah secara mental. Keterlambatan itu salah saya, katanya. Salah siapa memilih ekspedisi yang murah, bukannya harus terima resiko akan pilihan sendiri?

Entahlah. Keberagaman pembeli seperti ini memang lazim. Terlepas dari semua itu, kondisi seperti ini saya yakin banyak dialami oleh para admin olshop di bidang apapun.

Tujuan saya menulis ini bukan untuk menakuti siapapun yang hendak atau berencana membuka bisnis, khususnya online. Namun saya ingin ini menjadi pengingat agar kalian lebih waspada dan tidak bertindak gegabah seperti yang saya lakukan. Menghadapi orang seperti itu terbilang cukup sulit, harus ekstra sabar, dan bisa menenangkan mereka di kala kondisi yang tiba-tiba stuck.

Apalagi pelaku bisnis online yang baru terjun, hal ini bisa menjadi pelajaran agar tak terjadi pada kalian. Intinya, lebih besar income kalian nanti, akan lebih besar pula kesulitan yang harus dihadapi. Tetap tekun dan singkirkan pikiran-pikiran buruk atau ingin menyerah di kondisi sekalut apapun nanti. Semoga sukses!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun