Mengelola akun bisnis di instagram tidak se-fancy kelihatannya. Orang-orang melihat hasil akhir tanpa tahu apa yang terjadi di balik layar mereka, termasuk saya. Kalau kalian mau menelusuri lebih jauh, banyak sekali tantangan yang harus dihadapi "admin" pengelola bisnis online walaupun kelihatannya ungkang-ungkang saja di rumah.
Ada hal-hal kecil yang terjadi yang jarang terpikirkan orang lain saat menjalankan usaha ini. Kami harus sabar meladeni chat calon pembeli yang kadang cerewet, kadang bocil tak beretika, minta rincian produk ini-itu tanpa mau membacanya sendiri padahal sudah dijelaskan di deskripsi. Minta pap produk asli kalo nggak berarti nipu, katanya. Belum lagi harus cek ongkir dan menjelaskan prosedur pembayaran. Kadang kala saat berkata sudah fix, ternyata kabur tak jadi beli.
Kadang kami harus make a deal dengan pelanggan pasal harga. Ada saat mereka minta nego, turun harga dengan angka yang tidak manusiawi. Bahkan ada yang lebih rendah dari harga asli. Kata mereka terlalu mahal, dari olshop sebelah saja tidak semahal ini.
Dan saya pun hanya tersenyum sambil membatin.
Kalau anda memang sudah bertemu dengan harga yang jauh lebih murah, mengapa repot-repot nego ke saya? Sadis pula. Mengaku saja kalau sedang krisis keuangan, masuk akal bila segalanya akan jadi mahal.
But other than that, yang perlu menjadi konsen para admin pemilik olshop adalah memantau pergerakan paket yang telah diantar.
Saya pernah, telah mengirim lima buah botol minum ke wilayah Sulawesi---yang mana terlampau jauh karena saya berdomisili di Jawa, dan ongkir mahal. Pembeli saya memilih ekspedisi dengan ongkos paling murah, yang menyebabkan paket bergerak lamban. Tiap hari ia mengirim pesan ke saya tentang paketnya, "Sudah sampai mana ka?", "Sudah dekat Sulawesi belum, ka?" dan pertanyaan lain yang terus membombardir saya.
Padahal sehari setelah barang terkirim, saya memberikan nomor resinya, alias nomor untuk melacak pergerakan paket. Namun karena konsumen ini "spesial", sepertinya ia malas untuk melacak sendiri dan memilih saya untuk menjadi malaikat penolongnya. Alias, saya yang jadi tukang lacak paket. Padahal sudah saya jelaskan kalau nomor resi itu saya berikan bukan untuk hiasan, melainkan alat untuk melacak di aplikasi track paket.
Setelah dua minggu, barang tak kunjung sampai. Kami berdua---saya dan si konsumen ini resah. Status paket hanya stuck di satu tempat selama berhari-hari. Saya sudah berusaha mengirim email pada pihak ekspedisi namun berakhir tanpa balasan. Saya juga mencoba menghubungi nomor customer service namun gagal. Berakhirlah saya menjadi korban tuduhan penipuan atas pengiriman paket ini. Pembeli saya marah, minta ganti rugi, tak peduli lagi akan bukti nomor resi, intinya ia minta ganti rugi. Ia juga mengancam akan melapor ke pamannya yang berprofesi sebagai polisi.
Saya terjebak.
Waktu itu saya masih sekolah, belum berpikiran rasional apalagi memecahkan masalah di kondisi yang pelik macam ini. Dan akhirnya saya menjadi pihak yang kalah. Tiada yang bisa saya lakukan selain mentransfer balik seluruh biaya yang ia kirim, karena sudah terlampau panik.