Tradisi adalah budaya yang sudah turun-temurun dilakukan oleh sekelompok masyarakat di daerah tertentu, dan disertai dengan sistem kepercayaan yang dianutnya. Dalam suatu wilayah, pasti ada tradisi-tradisi tertentu yang sering di lakukan masyarakat setempat. Tujuan masyarakat melaksanakan tradisi tersebut yaitu sebagai sarana untuk melestarikan tradisinya yang ada sejak zaman nenek moyang terdahulu. Salah satu bentuk tradisi yang kerap ada pada masyarakat terutama masyarakat di daerah Jawa yaitu tradisi nyadran.
Dilansir dari laman dinas kebudayaan Yogyakarta, nyadran berasal dari bahasa Sanskerta “Sraddha” yang artinya keyakinan. Menurut Yanu Endar Prasetyo, nyadran atau sadranan adalah tradisi yang dilakukan oleh orang jawa yang dilaksanakan pada bulan sya'ban (Kalender Hijriyah) atau bulan ruwah (Kalender Jawa) untuk mengucapkan rasa syukur yang dilakukan secara bersama dengan mengunjungi makam atau kuburan leluhur yang ada di suatu kelurahan atau desa.
Dilansir dari artikel DKJN Purwokerto, tradisi nyadran di setiap wilayah dikenal dengan nama yang beragam. Di Jawa Tengah seperti Banyumas, dan Purworejo dikenal dengan nyadran. Di daerah Temanggung dan Boyolali dikenal dengan sebutan sadranan. Sementara di Jawa Timur disebut manganan atau sedekah bumi.
Tradisi nyadran tersebut mulai dilakukan oleh masyarakat ketika menjelang datangnya bulan Ramadhan, tidak terkecuali masyarakat Desa Bleber, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah ikut serta melaksanakan tradisi tersebut. Masyarakat desa Bleber melaksanakan tradisi nyadran ketika sudah memasuki tanggal 15 pada bulan Sya’ban (Ruwah). Tradisi nyadran sudah sangat lekat dengan masyarakat di desa Bleber sehingga setiap tahunnya pasti mengadakan acara tersebut.
Acara nyadran di Desa Bleber dimulai dengan setiap keluarga mengunjungi makam para leluhurnya dan membersihkan makam secara bersama dengan keluarga, hal ini sebagai simbol bakti kepada orang yang telah meninggal, dilanjut dengan acara tahlil dan pengajian bersama di masjid atau mushola desa.
Setelah itu masing-masing keluarga juga membuat selametan atau kenduri dengan tujuan untuk mendoakan almarhum/almarhumah, serta sebagai ungkapan rasa syukur atas nikmat kehidupan yang diberikan, dengan adanya selametan atau kenduri sangat berpengaruh untuk menumbuhkan rasa saling berbagi serta dapat meningkatkan kebersamaan antar sesama.
Dilansir dari laman kompasianapedia.kompas.id tujuan menyelenggarakan tradisi nyadran tersebut adalah untuk mendidik generasi muda agar lebih mengenal sejarah dan menghormati kepada yang lebih tua, menjalin interaksi sosial antarwarga, melestarikan tradisi, dan sebagai ungkapan rasa syukur atas berkah Tuhan melalui sedekah kepada masyarakat sekitar. Tentunya generasi muda perlu dikenalkan dengan sejarah terdahulu supaya sejarah tersebut terus melekat dengan anak turun kita.
Di dalam tradisi tersebut masyarakat senantiasa berkumpul dalam kegembiraan hingga memunculkan kerukunan antar warga dan dijadikan sebagai sarana guna melestrikan budaya gotong royong, sekaligus upaya untuk dapat menjaga keharmonisan bertetangga. Dengan adanya tradisi nyadran tersebut diharap semua masyarakat bisa memetik rasa kekeluargaaan yang tentram antara sesama masyarakat.
Referensi:
https://kebudayaan.jogjakota.go.id/page/index/tradisi-nyadran (Diakses pada tanggal 9 juni 2024)
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kpknl-purwokerto/baca-artikel/16021/Mengenal-Nyadran-Tradisi-Menyambut-Bulan-Ramadan.html (Diakses pada tanggal 9 juni 2024)
https://kompaspedia.kompas.id/baca/data/foto/tradisi-sadranan-di-bulan-ruwah#:~:text=Tujuan%20menyelenggarakan%20tradisi%20sadranan%20adalah,melalui%20sedekah%20kepada%20masyarakat%20sekitar. (Diakses pada tanggal 10 juni 2024)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H