Mohon tunggu...
Ahmad Rinaldy
Ahmad Rinaldy Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN SATU Tulungagung

Biasa-biasa saja, dan mulai biasakan hal positif

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Mencintai Dia (Seseorang) dengan Amorfati dan Ternyata Hidupku Enjoy

26 Oktober 2022   05:40 Diperbarui: 26 Oktober 2022   05:47 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
From https://pin.it/78QvDPo

Semua orang pasti mengalami rasa mencintai orang lain, iya itu pasti, secara naluriah pun semua orang melakukannya dengan spontan, bahkan tanpa perlu diajari. Namun kita disini tidak akan fokus kepada itunya gais, kita fokuskan kepada amorfatinya ya gais ya, karena kan jauh lebih penting mencintai diri sendiri, daripada mencintai dia). Mencintai diri sendiri yang dimaksud dalam amorfati itu menurutku sangat rilex sekali gais, maka dari itu kita akan mengulas itu saja dengan maksud semoga kita semua bisa bahagia hehe.

Dalam mencintai dia (seseorang) pastinya memerlukan teknik atau cara yang baik juga kan gais, supaya cinta kita bisa diterima dan mendapatkan balasannya, rasa ingin diterima dan bahkan dicintai balik itu manusiawi juga kan ya, ssoalnya rasa itu memang indah kan ya gais. Bulshit gak sih kalau kita ngomong ngalur ngidul fafifu banyak sekali cara mencintai dengan tulus namun ngaku-ngaku bahwa kita tidak menginginkan itu.

Sebelum jauh fafifu tentang pengalamanku mencintai dia alangkah lebih keren lagi jika kita bahas dulu tentang amorfatinya gais hehe. Amor Fati. Amor (Love) dan Fati (Fate). Arti harfiyah tersebut dapat kita terawang ke dalam bahasa Indonesia yang artinya Cinta Terhadap Takdir. Akan tetapi, menerima saja takdir yang datang tidaklah cukup. Merangkul dan mencintai dinamika tersebut yang membuat hidup kita kelak bisa lebih bijaksana dan bahagia, Bahkan tanpa terkecuali kejadian-kejadian menyedihkan atau kerugian yang diderita.

Penerimaan datangnya takdir bukanlah kepasrahan, melainkan bagaimana menghadapi takdir dengan gairah yang tidak terbatas demi mewujudkan impian kita yang terliar meski hidup akan hadir dengan brutal. Seperti slogan anarkis yang sangat terkenal, yaitu “HIDUPI HIDUPMU!”. Yang tentunya slogan itu juga bisa hanya menjadi omong kosong atau teriakan sementara dari emosi yang kemudian dilemahkan oleh rutinitas yang tak bisa dilawan.

Bagi saya hidup adalah mengalir saja, bahkan tanpa tujuan. Pernah suatu saat aku ditanyai, “sebenarnya apa sih yang menjadi cita-citamu selama ini, kok sampai sekarang ini aktifitasmu seperti itu?” secara spontan hatiku tertawa dengan bahagia saja sampai akhirnya saya jawab, “belum tahu sih cita-citaku apa, kasih contekan lah cui hehe.”

Tidak ada dasar, prinsip atau bahkan ideologi apapun yang melandasi setiap aktifitas pribadiku, setiap rencana aktifitasku baik sekarang atau bahkan mendatang akan aku lakukan hanya berdasar keinginan yang kemudian direalisasikan atau tidaknya diolah dengan logika, nurani dan ilmu kejiwaan lainnya yang aku dapat dari pengalaman sebelumnya. Jikalaupun aktifitas yang aku lakukan saat itu bernilai positif oleh yang lain atau bahkan bernilai positif untuk orang lain, bagiku itu hanyalah bonus semata yang menjadi surprise untukku, karena aku pun tidak berharap atau bertujuan apapun dari aktifitasku.

Apakah saya tidak pernah merugi dengan beraktifitas tanpa tujuan? Tentunya saya pernah rugi sih menurut pengalaman pribadiku, tidak mungkin juga roda nasib bergerak statis kan ya gais. Namun setidaknya aku tidak pernah kecewa karena tujuan, harapan, utopia ataupun ekspetasi yang mengebu-gebu dan menggerogoti pikiranku lewat fantasi yang diciptakannya.

Namun dengan adanya kerugian bagiku itu adalah evaluasi diri yang harus aku lakukan mendatang, ya biar tidak merugi lagi aja sih gais hehe. Bagiku menangisi dengan rasa penuh sesal adalah kesiasiaan, karena membuat aktifitasku malah mandek, seperti halnya menghentikan waktu yang bergerak secara dinamis, maka waktu pun akan menggilas kita. Maka dari itu aku rekomendasikan untuk merefleksikan saja apa yang menjadi penyebab kerugian yang mendatangi kita, tidak ada aktifitas dari kita yang bisa 100% sukses. Intinya jangan lupa mengevaluasi diri gais ya.

Sama seperti yang sudah kita bahas diatas, siapapun pasti merasakan cinta terhadap sesuatu, sebagai sifat naluriyah manusia itu sendiri. Namun bagaimana jika itu digabung dengan amorfati?

Sebenarnya konsep antara mencintai dia (seseorang) dengan Amorfati atau mencintai diri sendiri, namun menurutku pribadi dalam pengalaman dalam hidup, ternyata yang lebih baik dan lebih penting yaitu mencintai diri sendiri. Banyak dari kita yang menurutku tidak logis atau bahkan sangat tidak realistis dan tidak manusiawi, secara sepihak mereka mengorbankan dirinya demi objek yang dicintainya dengan tidak mempedulikan dirinya sendiri.

Bagiku itu tadi adalah cinya yang membudakkan diri, sepengalamanku itu sangat merugi, pesanku “jangan sampai kita menjadi budak cinta ya gais, lebih baik memperjuangkan diri agar kedepannya bisa lebih baik.” Kalau memang cinta ya cintai saja, diterima atau dicintai balik itu urusan dia. Kalau dia menerima cinta kita atau bahkan mencintai kita balik, itu hanyalah surprise atau bonus semata karena kita tidak pernah bertujuan untuk itu sebelumnya.

Jangan terlalu berpikiran utopis, harap, atau ekspetasi perihal cinta, karena itu hanya akan membuat mimpi basah saja saat itu juga dan bahkan berkepanjangan sampai waktu mendatang, yang terus terusan menggilas karena kita yang mencoba-coba mengontrol waktu yang bergerak secara dinamis, dan nasib pun bergerak mengikuti perkembangan waktu. Jikalau kita pernah merugi karena cinta di masa lalu, carilah penyebabnya dan jadikan evaluasi diri

Jujur, selama ini aku pernah beberapa kali mengalami cinta, pernah juga aku merugi karena cinta. Pertama akan kutuliskan mengenai yang rugi dulu hehe.

Waktu itu, aku masih SMA, tiba-tiba aku mencintai seseorang. Aku sangat merugi karena diriku yang terus-terusan berekspetasi bahwasanya cintaku akan diterima dan bahkan akan dibalas oleh dia. Namun kenyataannya tidak sama sekali, secara tiba-tiba dan tidak pernah terpikirkan sebelumnya, dia menyuruhku untuk tidak berinteraksi lagi dengannya. Seketika aku langsung sedih dan sedikit menyesal atas sikapku yang pernah aku lakukan kepadanya.

Setelah beberapa hari overthinking tentang itu, akhirnya aku menyadari bahwa kesalahanku yang merugikanku adalah karena diriku yang tidak menecintai diriku sendiri dengan tidak memperdulikaknku tapi malah terlalu memperdulikannya, saat itu aku yang terlalu berharap tentang cintaku yang akan diterima dan dibalas balik olehnya.

Setelah kejadian itu, perlahan diriku mulai mengevaluasi diri dan akhirnya sedikit demi sedikit evaluasi itu bisa aku terapkan. Beberapa kali dan bahkan tidak dapat aku hitung aku mencintai seseorang setelah itu, dan akhirnya ada juga yang sampai mencintaiku balik yang membuatku sangat berbunga-bunga beberapa hari.

Begini kisah detail percintaanku terakhir kaliya yang aku ringkas supaya tidak terlalu fafifu wasweswos hehe, sekitar tiga tahun yang lalu aku mencintai dia, setelah berjalannya waktu aku menemukan indikasi bahwasanya dia mencintaiku balik. Namun karena kami berdua sama-sama tidak mau berpacaran atau bahkan berkomitmen dengan alasan yang sama yaitu semua itu adalah bulshit dan omong kosong janji-janji palsu, bahkan bagiku itu semua terkesan eksploitasi terhadap objek yang dijanjikaknya kerena cinta, kami berdua juga sepakat untuk mengharapkan tentang masa depan pernikahan. Akhirnya karena alasan itu kami berdua tidak memiliki status apapun dalam percintaan.

Lambat laun, seiring berjalannya waktu, bahkan sampai tulisan ini ditulis, dia yang aku cintai akhirnya memilih berhenti dalam mencintaiku dengan alasan bosan dangan sikapku yang begini-begini saja. Sebenarnya saat aku mengingat cinta yang ini terlalu sayang sih untuk diakhiri dikarenakan kisahnyanya yang sangat terkenang, tapi tidak juga harus ditangisi. Dari kisah yang ini aku mendapat pelajaran, yaitu semua hal pasti akan mencapai titik jenuhnya masing-masing karena sifat statis yang dilakukan secara monoton dan tidak megikuti kedinamisan waktu yang terus bergerak dan berubah-ubah.

Kedepannya aku hanya ingin menerapkan evaluasi itu dalam kehidupanku supaya tidak terjadi lagi kesalahan yang sama.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun