Mohon tunggu...
Rinrin
Rinrin Mohon Tunggu... Lainnya - amateur

🍉

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jalan Pintas

26 Juni 2024   11:12 Diperbarui: 27 Juni 2024   22:52 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.clinicaltechleader.com

Aku tidak pernah berekspektasi mengalami suatu hal yang membawaku hingga sejauh ini. Itulah yang kupikirkan kali pertama saat kakiku menapaki alas parket sebuah ruangan dengan beberapa kursi tunggu yang lengang. Tempat berplang bahasa Swedia itu membuatku terkesima sekaligus gugup. Meskipun sebelumnya sudah mengetahui segala hal tentang tempat ini, tetapi masih saja tersempil rasa tak percaya terutama dengan kenyataan yang sebentar lagi akan aku alami. 

Perempuan sebaya yang sedari tadi mendampingiku menepuk-nepuk pundakku dengan lembut, sorot matanya seolah mengatakan, "Semuanya akan baik-baik saja." Dia tahu betul yang aku rasakan dan dia pula yang memberiku kesempatan sangat langka nan mahal ini sehingga aku bisa berada di sini, di tempat yang sulit kuyakini "nyata". Rupanya teknologi dan pemikiran orang-orang di luar sana lebih gila majunya daripada yang kupikirkan.

Aku membisik padanya, "Thanks." Entah Itu ucapan terima kasih yang keberapa kali, sampai-sampai dia melontarkan protes karena bosan mendengarnya. Dia menarikku untuk duduk dan menyarankanku agar lebih rileks. Aku tersenyum padanya sembari mengenang betapa loyalnya dia sebagai seorang sahabat. Bagaimana tidak, dari sekian banyak kebaikannya, kali inilah yang paling membuatku tercengang.

Andien, dengan gilanya memboyongku secara khusus ke negeri perantauannya, Finlandia. Negara dengan predikat kualitas pendidikan terbaik dan paling bahagia di dunia itu akhirnya bisa kusambangi berkat tekad Andien yang menggebu-gebu.

 "Aura, aku serius banget mau bawa kamu ke Finlandia. Tolong siapkan dokumen yang dibutuhkan. Seminggu lagi aku bakal pulang ke Indonesia!" seru Andien saat bertelepon sekitar dua minggu yang lalu. 

Keningku mengerut lama. "Lho, kenapa tiba-tiba sekali?" aku bertanya antara senang dan bingung. "Ayolah, kamu nggak bakal pernah menyesal pergi ke sini," tuturnya tak panjang lebar. Tentu saja, mana ada penyesalan pergi ke salah satu negara impian. Hanya saja terkesan mendadak, di mana hal itu akan berimbas pada bisnis jasa titip barang yang sedang aku jalankan. 

Namun, karena itu kesempatan yang mungkin hanya akan datang sekali seumur hidup, aku iyakan tanpa banyak pertimbangan. Selama aku berada di luar negeri, kuputuskan bisnis akan di-handle sepenuhnya oleh sepupuku. Barang tentu kunjungan ke Finlandia bakal kumanfaatkan juga dengan membuka jasa titip barang dari negara tersebut.

Sejak ada ajakan yang tak disangka-sangka itu, aku merasa sangat antusias mimpiku melihat aurora borealis di Lapland akan segera terwujud, barangkali memang itu alasan Andien mengajakku ke sana sebagai surprise ulang tahun. Namun, aurora bukan satu-satunya wishlist-ku yang ingin Andien realisasikan. "Sebenarnya ada hal yang lebih penting dari sekadar melihat fenomena alam menakjubkan itu," ucapnya setelah kami mendaratkan bokong di kursi pesawat, beberapa saat sebelum take-off

Aku menatapnya lama, tapi tidak begitu menaruh peduli. "Apa itu?" Dia mengulum senyum, raut tengil yang khas menggurat di wajahnya. "Aku bakal kasih tahu setelah kita sampai di Finlandia." Andien tertawa pelan, seperti merasa puas sudah menjeratku ke dalam rencananya. Karena dari awal sudah sangat antusias melihat aurora, aku merasa tidak begitu penasaran dengan hal lain. Apa pun yang Andien lakukan pasti takkan aneh-aneh, jadi tidak perlu dipusingkan, pikirku saat itu.

Hampir sembilan belas jam kami mengudara sebelum akhirnya tiba di Bandara Internasional Vantaa, Helsinki. Setelah jeda beberapa saat di ibu kota, kami harus melanjutkan perjalanan ke kota Espoo, tempat di mana Andien tinggal dan bekerja, jaraknya sekitar 27 kilometer dari Helsinki. Aku yang belum terbiasa dengan perjalanan udara belasan jam alhasil diserang jet lag dan faktor cuaca semakin membuat tubuhku terasa lebih rapuh. Hampir dua hari kuhabiskan beristirahat agar kondisiku cepat membaik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun