Mohon tunggu...
Arin
Arin Mohon Tunggu... Lainnya - amateur

🍉

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Dampak Buruk di Balik Kilaunya Glitter

22 November 2023   12:22 Diperbarui: 22 November 2023   12:42 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi glitter bermacam warna (Pexles/Anderson Guerra)

Tentu saja kita sudah tak asing lagi dengan glitter atau bubuk kerlip yang berupa bintik-bintik kecil dan berkilau. Di online store, glitter dengan berbagai jenis warna banyak diperjual-belikan. 

Selain itu, glitter bisa ditemukan di banyak benda, seperti proyek kerajinan, dekorasi hari raya, aksesoris dan kosmetik. Namun, tampaknya masih belum banyak yang menyadari di balik kilauannya yang indah, penggunaan glitter bisa berdampak buruk bagi kesehatan lingkungan, hewan dan manusia. Berikut beberapa alasan kenapa kita harus lebih bijak menggunakan glitter.

1. Glitter adalah Plastik

Jadi, meskipun sangat mungil bukan berarti glitter tidak memiliki dampak buruk dan lantas menyepelekannya. Glitter terbuat dari polyvinyl chloride (PVC) dan polyethylene terephthalate (PET) dua jenis termoplastik yang sama seperti yang ditemukan dalam botol air. 

Glitter dimodifikasi dengan logam berbahan aluminium ultrahalus di kedua sisinya sehingga memberi faktor kilau. Karena bentuknya yang kecil, glitter diklasifikasikan sebagai mikroplastik yang berarti partikel plastik dengan ukuran 5 milimeter atau lebih kecil. Mikroplastik ada di mana-mana, mengkontaminasi air, laut, daratan, organisme dan atmosfer.

2. Ancaman Serius bagi Lingkungan

Permasalahan lingkungan yang ditimbulkan tidak terlepas dari lamanya proses penguraian yang membutuhkan waktu ratusan bahkan ribuan tahun. Karena sulit terurai, berarti glitter akan tetap utuh dan mencemari lingkungan. 

Mikroplastik disebut sebagai sumber utama polusi laut, udara dan tanah. Juga karena PET dan PVC terbuat dari bahan bakar fosil, turut mengancam kelestarian ekologi ekosistem perairan, sehingga merusak laut, samudera dan sungai. 

Sebelum terurai, sebagian besar mikroplastik akan berakhir di lautan melalui sungai hasil dari pembuangan limbah rumah tangga dan limpasan sampah di TPA. Glitter dan jenis sampah penghasil mikroplastik lainnnya seperti botol air, sedotan plastik, serat sintetis dan lain-lain, semuanya ikut andil terhadap kerusakan lingkungan. 

Pada tahun 2019 menurut Plastic Soup Foundation ada sekitar 171 triliun partikel mikroplastik mengapung di lautan dan sudah mengalami kenaikan signifikan sejak tahun 2005.

3. Hewan pun Turut Menjadi Korban

Banyaknya mikroplastik terbuang ke lautan membuat organisme laut seperti ikan mengonsumsi plastik-plastik kecil karena sulit membedakan dengan makanan alaminya. Mikroplastik dapat menggangu pencernaan, menyebabkan malnutrisi serta penurunan berat badan pada hewan.

Dilansir dari IDEAS TED mikroplastik dapat menarik bahan kimia anorganik dan organik, termasuk logam berat beracun dan bifenil poliklorinasi (bahan kimia berbahaya yang sudah dilarang sejak 1979) ancaman terbesar bagi satwa liar datang dari bioakumulasi zat-zat tersebut yang berkubang dalam rantai makanannya.

4. Berdampak pada Kesehatan Manusia  

Seperti yang sudah disinggung di poin sebelumnya, mikroplastik ada di mana-mana seperti air dan menjadi polusi. Itu berarti kita ikut menghirup mikroplastik. Seperti hasil dari studi yang dipimpin oleh University of Technology Sydney (UTS) yang menemukan kemungkinan manusia menghirup jumlah mikroplastik yang setara dengan seukuran kartu kredit setiap minggunya. 

Dan apakah ada dampaknya untuk sistem pernapasan? Dilansir dari National Library of Medicine, hal ini telah dibuktikan oleh para ilmuwan pada tahun 1990-an yang menyelidiki paru-paru pasien kanker dan mereka prihatin karena mikroplastik dapat berkontribusi terhadap risiko kanker paru-paru. 

Selain melalui saluran pernapasan, mikroplastik bisa masuk ke tubuh dari air minum, ikan dan makanan lain, hal ini sulit dihindari ketika mikroplastik sudah terakumulasi dalam rantai makanan kita. 

Dari artikel hasil penelitian Kirsty Blackburn dan Danielle Green dari School of Life Sciences Anglia Ruskin University, mikroplastik seperti glitter bisa memicu respons imun, stres, juga menyebabkan toksisitas pada reproduksi dan perkembangan.

5. Gunakan Alternatif Lain yang Lebih Ramah Lingkungan 

Ada beberapa alternatif demi tidak menambah polusi mikroplastik yang disebabkan glitter di bumi, di antaranya menggunakan glitter yang dapat terbiodegradasi (terurai secara hayati) glitter jenis ini berbahan dasar serat nabati seperti selulosa yang dibuat dari pohon eucalyptus. Namun, akan lebih baik jika menggunakan bahan alami yang lebih murah dan ada di sekitar kita yaitu garam, pasir atau gula.

Glitter dengan kilauannya yang memesona ternyata menyimpan sisi gelap yang luput diketahui para penggunanya, termasuk saya sendiri. William Shakespeare berkata, "All that glitters is not gold." Pepatah yang menggelitik sangat mengena dalam konteks glitter a.k.a mikroplastik ini. 

Selain hanya sekadar berbagi informasi, berharap kelima poin di atas bisa jadi pertimbangan serius ketika Anda berniat membeli dan menggunakan glitter agar berpikir lebih bijak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun